Nilai Rasa Kehilangan Nilai Rasa Sedih
Nilai rasa bahagia ialah kadar rasa bahasa yang dinilai mengandung perasaan bahagia penutur yang diungkapkan dalam tuturannya.
33. Beberapa minggu berselang – edan – penyakit sontoloyo itu pun hilang O, betapa hati saya berbahagia saya pun menangis, O, berbahagia
wajah basah oleh air mata Sumber data : Prosa Lirik Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag halaman 114, data tuturan NRPP 114
Konteks tuturan : Penutur dan mitra tutur terlibat dalam sebuah percakapan. Tuturan diucapkan oleh Pariyem untuk menceritakan pada
Mas Paiman pengalaman Pariyem waktu menderita penyakit batu ginjalnya yang hilang hanya karena diurut oleh petani dusunnya tidak
perlu operasi segala.
34. “BETAPA rasanya ati saya O, betapa menjadi simbok muda Sumber data : Prosa Lirik Pengakuan
Pariyem karya Linus Suryadi Ag halaman 170, data tuturan NRPP 170 Konteks tuturan : Penutur dan mitra tutur terlibat dalam percakapan.
Tuturan diucapkan oleh Pariyem untuk menanggapi pertanyaan Mas Paiman tentang perasaan Pariyem setelah melahirkan seorang anak
Data tuturan 33 yang digunakan Pariyem untuk mengungkapkan perasaannya
pada Mas
Paiman ketika
ia sembuh
dari sakitnya
mengandung nilai rasa bahagia yang dapat dilihat dari unsur intralingual melalui kalimat “O, betapa hati saya berbahagia saya pun menangis, O,
berbahagia ”. Penggunaan kalimat ini memperlihatkan kebahagiaan
Pariyem karena penyakit batu ginjalnya sembuh tanpa harus melalui operasi. Sehingga dapat dikatakan bahwa tuturan 33 mengandung nilai
rasa bahagia. Nilai rasa bahagia diperkuat dengan unsur ekstralingual yang berupa konteks tuturan yang selalu menyertai tuturan dapat dilihat dari
fenomena praanggapan bahwa Mas Paiman tidak mengetahui yang dirasakan Pariyem saat penyakit batu ginjalnya telah sembuh dan konteks
situasi komunikasi yang berupa percakapan yang santai membuat Pariyem bisa membayangkan kebahagiaan setelah ia tahu ia sembuh dari penyakit
batu ginjal dan ia dapat mengungkapkan perasaannya pada Mas Paiman. Tuturan 33 dirasa santun karena apa yang dikatakan sesuai dengan apa
yang dirasakan sesuai dengan prinsip kesantunan menurut Grice 1975 dalam Pranowo, 2009:34 yakni prinsip kualitas.
Selanjutnya, data tuturan 34 yang digunakan oleh Pariyem untuk mengungkapkan perasannya setelah ia melahirkan anaknya pada Mas
Paiman mengandung
nilai rasa
bahagia yang
ditunjukkan unsur
intralingual melalui
kalimat “O,
betapa menjadi
simbok muda
”. Penggunaan kalimat ini memperlihatkan kebahagiaan Pariyem menjadi
seorang ibu muda yang baru saja melahirkan seorang bayi membuat hatinya penuh dengan sukacita, sehingga tiap hari kasih sayangnya
tercurah pada anaknya. Nilai rasa bahagia diperkuat unsur ekstralingual yang berupa konteks tuturan yang selalu menyertai tuturan dapat dilihat
dari fenomena praanggapan bahwa Mas Paiman tidak mengetahui yang dirasakan Pariyem saat menjadi ibu muda dan konteks situasi komunikasi
yang berupa situasi percakapan yang santai membuat Pariyem nyaman mengutarakan perasaannya pada Mas Paiman. Tuturan 34 dirasa santun
karena apa yang dikatakan sesuai dengan apa yang dirasakan sesuai dengan prinsip kesantunan menurut Grice 1975 dalam Pranowo, 2009:34
yakni prinsip kualitas. Berdasarkan kedua tuturan yang mengandung nilai rasa bahagia di atas,
dapat disimpulkan bahwa tuturan yang bernilai rasa bahagia muncul pada penggunaan kalimat yang di dalamnya terdapat perasaan bahagia dari
penutur terhadap sesuatu hal yang terlihat dalam tuturannya. Tuturan yang bernilai rasa bahagia cenderung terasa santun karena apa yang dikatakan
menggunakan pilihan kata yang mencerminkan kesantunan.