Nilai Rasa Takut Nilai Rasa Takut- Cemas
adanya klausa “Jadi jelasnya, terang-terangan saja”. Penggunaan ungkapan ini melanggar prinsip kuantitas Grice, 1975 dalam Pranowo
2009:34 yakni apa yang dikatakan cukup seperlunya saja tidak perlu dilebih-lebihkan
atau dikurangi.
Seharusnya penutur
tidak perlu
menambahkan kata
“terang-terangan saja
” agar
tidak terkesan
menyudutkan pihak tertentu. Data tuturan 15 merupakan bentuk representatif yang digunakan
untuk menjelaskan sesuatu hal pada orang lain. Tuturan yang digunakan oleh Pariyem untuk menjelaskan alasan nama lengkap tidak boleh
sembarangan digunakan mengandung nilai rasa yakin seperti yang ditandai unsur intralingual melalui kalimat “Saya yakin, itu percuma”. Penggunaan
kalimat ini mengandung suatu keyakinan yang sangat dipegang oleh Pariyem, sehingga dapat dikatakan bahwa tuturan 15 mengandung nilai
rasa yakin. Nilai rasa yakin diperkuat dengan unsur ekstralingual yang berupa konteks tuturan yang selalu menyertai tuturan dapat dilihat dari
fenomena praanggapan bahwa Mas Paiman tidak mengetahui mengapa nama lengkap tidak boleh digunakan secara sembarangan dan konteks
situasi komunikasi yang berupa situasi percakapan yang nyaman sehingga membuat Pariyem bebas mengutarakan pendapatnya pada Mas Paiman.
Tuturan 15 dianggap tidak santun karena melanggar prinsip kesantunan menurut
Pranowo 2009:103-104
yakni menjaga
tuturan selalu
memperlihatkan bahwa apa yang diucapkan kepada mitra tutur juga dirasakan oleh penutur. Pada tuturan 15 seolah mitra tutur disalahkan
karena menggunakan nama panjangnya secara sembarangan. Seharusnya penutur dapat menjaga apa yang hendak dikatakan, sehingga tuturan dapat
terlihat lebih santun. Data
tuturan 16
merupakan bentuk
representatif. Pariyem
memberitahukan pada Mas Paiman bahwa ia terlalu hafal dengan gerakan tubuh laki-laki yang sedang ingin bersetubuh sehingga tuturan yang
diucapkannya mengandung nilai rasa yakin yang dapat dilihat dari unsur intralingual yang berupa kalimat “Saya kenal betul sama hasrat lelaki
yang timbul
di balik
gerak-geriknya”. Penggunaan
kalimat ini
memperlihatkan keyakinan Pariyem akan pengalamannya berhadapan dengan lelaki sehingga dapat dikatakan bahwa tuturan 16 bernilai rasa
yakin. Nilai rasa yakin diperkuat dengan unsur ekstralingual yang berupa konteks tuturan yang selalu menyertai tuturan dapat dilihat dari fenomena
praanggapan bahwa Mas Paiman tidak mengetahui tanda-tanda lelaki yang sedang nafsu dan konteks situasi komunikasi yang berupa suasana
percakapan yang santai dan nyaman membuat Pariyem leluasa bercerita tentang kelakuan Den Baguse saat ditinggal pergi keluarganya pada Mas
Paiman. Tuturan 16 dianggap tidak santun karena menggunakan pilihan kata “clingus” untuk menggambarkan diri Den Baguse. Hal ini tidak sesuai
dengan dengan prinsip kesantunan berbahasa menurut Pranowo 2009 yang menggunakan pilihan kata yang mencerminkan “aura kesantunan”.
Seharusnya penutur menjaga tuturan yang hendak digunakan supaya tuturan terlihat lebih santun.