bakul di pasar telah pulang sehingga dengan melihat itu ia teringat saat ia menemani nDoro Ayu berbelanja di pasar. Tuturan 36 dirasa santun
karena sesuai dengan prinsip kualitas menurut Grice 1975 dalam Pranowo, 2009 yakni apa yang diucapkan sesuai dengan data atau fakta
yang ada. Dari kedua contoh tuturan yang mengandung perasaan senang di atas,
tuturan yang bernilai rasa senang muncul pada kalimat yang digunakan untuk mengungkapkan perasaan senang penutur. Tuturan yang bernilai
rasa senang cenderung terasa santun karena apa yang dikatakan sesuai dengan apa yang dirasakan.
4.2.2.9.3 Nilai Rasa Nyaman
Nilai rasa nyaman ialah kadar rasa bahasa yang dinilai mengandung perasaan nyaman atau tenteram dari penutur yang terdapat dalam
tuturannya. 37. “Saya jalan rada sempoyongan sambil mengibas kotoran selendang
Menggelendot di bahu Kang Kliwon saya ada perasaan tentram Sumber data : Prosa Lirik Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag
halaman 68, data tuturan NRPP 68 Konteks tuturan : Penutur dan mitra terlibat dalam sebuah percakapan.
Tuturan diucapkan oleh Pariyem yang menceritakan kenangannya bersama Kang Kliwon pada Mas Paiman, mitra tuturnya
Data tuturan 37 yang diucapkan Pariyem untuk menceritakan kenangan masa lalunya pada Mas Paiman mengandung nilai rasa nyaman
seperti yang ditunjukkan oleh unsur intralingual melalui penggunaan kalimat “Menggelendot di bahu Kang Kliwon saya ada perasaan tentram”.
Penggunaan kalimat ini memperlihatkan kenyamanan Pariyem berada di
samping Kang Kliwon. Sehingga tuturan 37 dapat dikatakan bernilai rasa nyaman. Nilai rasa nyaman diperkuat dengan unsur ekstralingual yang
berupa konteks tuturan yang selalu menyertai tuturan dapat dilihat dari fenomena praanggapan bahwa Mas Paiman tidak mengetahui yang
dirasakan Pariyem saat ia berada di dekat Kang Kliwon dan konteks situasi komunikasi yang berupa situasi tuturan yang santai sehingga membuat
Pariyem membayangkan kembali kenangannya bersama Kang Kliwon. Tuturan 37 dianggap santun karena apa yang dikatakan sesuai dengan
apa yang ia rasakan, hal ini sesuai dengan prinsip kualitas dalam berkomunikasi. sesuai dengan prinsip kualitas menurut Grice 1975 dalam
Pranowo, 2009 yakni apa yang diucapkan sesuai dengan data atau fakta yang ada.
Dari contoh tuturan di atas, tuturan yang bernilai rasa nyaman muncul pada penggunaan kalimat yang di dalamnya terdapat perasaan nyaman dari
penutur terhadap sesuatu hal. Tuturan yang bernilai rasa nyaman cenderung terasa santun karena apa yang dikatakan sesuai dengan apa
yang ia rasakan, hal ini sesuai dengan prinsip kualitas menurut Grice 1975 dalam Pranowo, 2009 yakni apa yang diucapkan sesuai dengan data atau
fakta yang ada.
4.2.2.9.4 Nilai Rasa Bangga
Nilai rasa bangga ialah kadar rasa bahasa yang dinilai mengandung perasaan bangga penutur yang dapat dilihat melalui tuturannya.
38. Endang Sri Setianingsih menangis Ah, suara dan namanya bagus benar
Ya, ya namanya menjunjung keluarga Tangisnya, O, Allah, tangisnya Sumber data : Prosa Lirik Pengakuan
Pariyem karya Linus Suryadi Ag halaman 174, data tuturan NRPP 174 Konteks tuturan : Penutur dan mitra tutur terlibat dalam percakapan.
Tuturan diucapkan oleh Pariyem untuk menceritakan pada Mas Paiman tentang kebanggaannya akan putrinya Endang Sri Setianingsih
yang membuat Pariyem akan melalukan apapun untuk anaknya
Data tuturan 38 yang digunakan Pariyem untuk menceritakan anaknya pada Mas Paiman mengandung nilai rasa bangga yang dapat dilihat dari
unsur intralingual melalui kalimat “Ah, suara dan namanya bagus benar”. Penggunaan kalimat ini memperlihatkan kebanggaan Pariyem akan nama
dan suara bayinya, baginya nama buah hatinya ialah doa yang dipanjatkan dan nama itulah yang menjadi kebanggaan bagi keluarganya. Nilai rasa
bangga diperkuat unsur ekstralingual yang berupa konteks tuturan yang selalu menyertai tuturan dapat dilihat dari fenomena praanggapan bahwa
Mas Paiman mengetahui arti nama dari anak Pariyem dan konteks situasi komunikasi yang berupa situasi percakapan yang santai membuat Pariyem
nyaman mengutarakan perasaannya pada Mas Paiman. Tuturan 38 dirasa santun karena apa yang dikatakan sesuai dengan fakta yang sebenarnya
sesuai dengan prinsip kualitas menurut Grice 1975 dalam Pranowo, 2009:34.
Dari contoh tuturan di atas, tuturan yang bernilai rasa bangga muncul pada penggunaan kalimat yang di dalamnya terdapat perasaan bangga dari
penutur terhadap sesuatu hal. Tuturan yang bernilai rasa bangga cenderung terasa santun karena apa yang diucapkan sesuai dengan fakta yang
sebenarnya.
4.2.2.10 Nilai Rasa Marah
Nilai rasa marah ialah kadar perasaan bahasa yang dinilai mengandung perasaan marah, kecewa sakit hati, geram, kesal dari penutur yang terdapat
dalam tuturannya.
4.2.2.10.1 Nilai Rasa Marah
Nilai rasa marah ialah kadar rasa bahasa yang mengandung perasaan marah penutur yang dapat dilihat dalam tuturannya.
39. Saya lebih patut sebagai biyung emban Saya lebih patut sebagai Limbuk
Begitulah ledekan tukang becak O, betapa anyel ati saya dibuatnya
Bila sudah begini, saya suka sewot Sumber data : Prosa Lirik Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag halaman 19, data tuturan
NRPP 19 Konteks tuturan : Penutur dan mitra tutur terlibat dalam percakapan.
Tuturan diucapkan oleh Pariyem untuk menanggapi pertanyaan mitra tutur yakni Mas Paiman tentang apa yang dilakukan oleh tukang becak
pada dirinya ketika Pariyem berjalan melewti gerombolan tukang becak yang sedang mangkal.
Data tuturan 39 yang digunakan Pariyem untuk mengungkapkan perasaannya pada Mas Paiman mengandung nilai rasa marah yang
ditunjukkan oleh unsur intralingual melalui klausa “betapa anyel ati saya” dan “saya suka sewot”. Penggunaan kata anyel dan sewot secara gamblang
memperlihatkan bahwa Pariyem marah. Sehingga dapat dikatakan bahwa tuturan 39 bernilai rasa marah. Nilai rasa marah diperkuat dengan unsur
ekstralingual yang berupa konteks tuturan yang selalu menyertai tuturan dapat dilihat dari fenomena praanggapan bahwa Mas Paiman tidak
mengetahui yang dirasakan Pariyem saat ia diejek oleh tukang becak dan konteks situasi komunikasi yang berupa suasana tuturan yang santai