Nilai Rasa Sadar Diri

13. O, saya belum tahu mau diajak apa namun naluri sudah mengatakan Rasa gagu menjebak saya- ingkar- tapi gejolak darah membujuk gencar Hati kemrungsung meraung-raung saya pun tidak bisa mengelakkan Sumber data : Prosa Lirik Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag halaman 66, data tuturan NRPP 66 Konteks tuturan : Penutur dan mitra tutur terlibat dalam percakapan. Tuturan diucapkan Pariyem yang menceritakan kenangannya di masa silam pada Mas Paiman. Tuturan 13 merupakan bentuk representatif. Pariyem menceritakan pada Mas Paiman tentang perasaannya saat ia diajak Kang Kliwon ke tempat yang sepi. Tuturan yang diucapkan oleh Pariyem mengandung nilai rasa gelisah yang terlihat dari unsur intralingual melalui penggunaan kalimat “Rasa gagu menjebak saya- ingkar- tapi gejolak darah membujuk gencar ”. Penggunaan kalimat ini memperlihatkan kegugupan Pariyem saat akan diajak melakukan sesuatu yang ia khawatirkan, sehingga perkatakan yang keluar dari mulutnya terlihat gelisah karena dikatakan pada keadaan yang tidak tenang. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa tuturan 13 mengandung nilai rasa gelisah. Nilai rasa gelisah diperkuat dengan unsur ekstralingual yang berupa konteks tuturan yang selalu menyertai tuturan dapat dilihat dari fenomena praanggapan bahwa Mas Paiman tidak mengetahui apa yang dirasakan Pariyem saat diajak Kang Kliwon di gubug dan konteks situasi komunikasi yang berupa situasi tuturan yang santai sehingga membuat Pariyem membayangkan kembali kejadian di masa silamnya ketika ia diajak untuk melakukan hal yang sudah ia duga. Tuturan 13 dianggap santun karena sesuai dengan prinsip kualitas Grice, 1975 dalam Pranowo 2009:34 yakni yang dikatakan sesuai dengan fakta yang ada. Pariyem menceritakan perasaannya yang ia alami saat kejadian itu berlangsung. Dari contoh di atas, dapat dikatakan bahwa nilai rasa gelisah muncul dalam kalimat yang mencerminkan perasaan gelisah yang dirasakan penutur. Tuturan yang mengandung nilai rasa gelisah terlihat santun karena biasanya yang dikatakan sesuai dengan kenyataan yang dirasakan oleh penutur. Hal ini sesuai dengan prinsip kualitas, yakni yang dikatakan sesuai dengan fakta yang ada.

4.2.2.5 Nilai Rasa Yakin

Nilai rasa yakin ialah kadar rasa bahasa yang dinilai mengandung keyakinan dalam diri penutur yang terdapat dalam tuturan. Nilai rasa yakin dapat berupa perasaan yakin, percaya dan berharap.

4.2.2.5.1 Nilai Rasa Yakin

Nilai rasa yakin ialah kadar rasa yakin yang terkandung dalam sebuah tuturan. Nilai rasa yakin muncul dalam diri penutur yang dinyatakan dalam tuturan. 14. Jadi jelasnya, terang-terangan saja: kepercayaan saya Katolik mistik alias Katolik Kejawen Sumber data : Prosa Lirik Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag halaman 11, data tuturan NRPP 11 Konteks tuturan : Penutur dan mitra tutur terlibat dalam sebuah percakapan. Tuturan diucapkan oleh Pariyem untuk menanggapi pertanyaan Mas Paiman mengenai kepercayaan yang dianut oleh Pariyem. 15. Lha, tidak ilok namanya Saya yakin, itu percuma Dianggap pamer nama saja Sumber data : Prosa Lirik Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag halaman 12, data tuturan NRPP 12 Konteks tuturan : Penutur dan mitra tutur berada dalam sebuah percakapan. Tuturan diucapkan oleh Pariyem untuk menanggapi pendapat dari mitra tuturnya Mas Paiman mengenai pendapat Pariyem tentang alasan tidak boleh menggunakan nama lengkap dalam kehidupan sehari-hari. 16. Memang di clingus banget, kok Tapi, sorot matanya tak bisa menipu Saya kenal betul sama hasrat lelaki yang timbul di balik gerak-geriknya Sumber data : Prosa Lirik Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag halaman 31, data tuturan NRPP 31 Konteks tuturan : Penutur dan mitra tutur terlibat dalam sebuah percakapan. Tuturan diucapkan oleh Pariyem untuk menanggapi pendapat Mas Paiman mitra tutur mengenai tingkah Den Baguse yang masih malu-malu ketika ingin menggoda Pariyem. Tuturan 14 merupakan bentuk tindak tutur representatif. Tuturan diucapkan oleh Pariyem untuk memberitahukan Mas Paiman tentang keyakinannya. Tuturan dirasa mengandung nilai rasa yakin yang terlihat pada unsur intralingual melalui kalimat “Jadi jelasnya, terang-terangan saja: kepercayaan saya Katolik mistik alias Katolik Kejawen ”. Penggunaan kalimat ini memperlihatkan pada Mas Paiman tentang keyakinan Pariyem akan kepercayaan yang dianutnya, sehingga dapat dikatakan bahwa tuturan 14 bernilai rasa yakin. Nilai rasa yakin diperkuat dengan unsur ekstralingual yang berupa konteks tuturan yang selalu menyertai tuturan dapat dilihat dari fenomena praanggapan bahwa Mas Paiman tidak mengetahui yang lebih penting daripada perdebatan soal agama yakni perbuatan yang dilakukan di dunia ini dan konteks situasi komunikasi yang berupa situasi tuturan yang santai membuat Pariyem nyaman untuk bercerita tentang agamanya pada Mas Paiman. Data tuturan 14 dipandang sebagai bentuk tuturan yang tidak santun, misalnya dengan adanya klausa “Jadi jelasnya, terang-terangan saja”. Penggunaan ungkapan ini melanggar prinsip kuantitas Grice, 1975 dalam Pranowo 2009:34 yakni apa yang dikatakan cukup seperlunya saja tidak perlu dilebih-lebihkan atau dikurangi. Seharusnya penutur tidak perlu menambahkan kata “terang-terangan saja ” agar tidak terkesan menyudutkan pihak tertentu. Data tuturan 15 merupakan bentuk representatif yang digunakan untuk menjelaskan sesuatu hal pada orang lain. Tuturan yang digunakan oleh Pariyem untuk menjelaskan alasan nama lengkap tidak boleh sembarangan digunakan mengandung nilai rasa yakin seperti yang ditandai unsur intralingual melalui kalimat “Saya yakin, itu percuma”. Penggunaan kalimat ini mengandung suatu keyakinan yang sangat dipegang oleh Pariyem, sehingga dapat dikatakan bahwa tuturan 15 mengandung nilai rasa yakin. Nilai rasa yakin diperkuat dengan unsur ekstralingual yang berupa konteks tuturan yang selalu menyertai tuturan dapat dilihat dari fenomena praanggapan bahwa Mas Paiman tidak mengetahui mengapa nama lengkap tidak boleh digunakan secara sembarangan dan konteks situasi komunikasi yang berupa situasi percakapan yang nyaman sehingga membuat Pariyem bebas mengutarakan pendapatnya pada Mas Paiman. Tuturan 15 dianggap tidak santun karena melanggar prinsip kesantunan menurut Pranowo 2009:103-104 yakni menjaga tuturan selalu memperlihatkan bahwa apa yang diucapkan kepada mitra tutur juga dirasakan oleh penutur. Pada tuturan 15 seolah mitra tutur disalahkan

Dokumen yang terkait

Unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada ``Catatan Pinggir`` Majalah Tempo Edisi Januari - September 2013 sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 2 2

Unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa sebagai penanda kesantunan berkomunikasi pada top news di Metro TV bulan November-Desember 2014.

3 49 352

Penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada acara Sentilan Sentilun Metro TV periode Agustus dan September 2014 sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 1 391

Penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada dialog interaktif Indonesia Lawyers Club Tv One periode November 2014 sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 1 317

Penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada tuturan berita politik koran Kompas edisi September - Oktober 2014 sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 7 307

Penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada karikatur koran tempo edisi September - Desember 2014 sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 4 298

MAKNA SATUAN LINGUAL BERBAHASA JAWA DALAM PROSA LIRIK PENGAKUAN PARIYEM KARYA LINUS SURYADI AG.

0 0 1

IMPERATIF DALAM BAHASA INDONESIA : PENANDA-PENANDA KESANTUNAN LINGUISTIKNYA

0 0 8

Kesantunan Mahasiswa Dalam Berkomunikasi bahasa

0 0 6

B 02 Daya Bahasa dan Nilai Rasa Bahasa Sebagai Penanda Kesantunan Dalam Berkomunikasi

0 0 20