4.2.2.10 Nilai Rasa Marah
Nilai rasa marah ialah kadar perasaan bahasa yang dinilai mengandung perasaan marah, kecewa sakit hati, geram, kesal dari penutur yang terdapat
dalam tuturannya.
4.2.2.10.1 Nilai Rasa Marah
Nilai rasa marah ialah kadar rasa bahasa yang mengandung perasaan marah penutur yang dapat dilihat dalam tuturannya.
39. Saya lebih patut sebagai biyung emban Saya lebih patut sebagai Limbuk
Begitulah ledekan tukang becak O, betapa anyel ati saya dibuatnya
Bila sudah begini, saya suka sewot Sumber data : Prosa Lirik Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag halaman 19, data tuturan
NRPP 19 Konteks tuturan : Penutur dan mitra tutur terlibat dalam percakapan.
Tuturan diucapkan oleh Pariyem untuk menanggapi pertanyaan mitra tutur yakni Mas Paiman tentang apa yang dilakukan oleh tukang becak
pada dirinya ketika Pariyem berjalan melewti gerombolan tukang becak yang sedang mangkal.
Data tuturan 39 yang digunakan Pariyem untuk mengungkapkan perasaannya pada Mas Paiman mengandung nilai rasa marah yang
ditunjukkan oleh unsur intralingual melalui klausa “betapa anyel ati saya” dan “saya suka sewot”. Penggunaan kata anyel dan sewot secara gamblang
memperlihatkan bahwa Pariyem marah. Sehingga dapat dikatakan bahwa tuturan 39 bernilai rasa marah. Nilai rasa marah diperkuat dengan unsur
ekstralingual yang berupa konteks tuturan yang selalu menyertai tuturan dapat dilihat dari fenomena praanggapan bahwa Mas Paiman tidak
mengetahui yang dirasakan Pariyem saat ia diejek oleh tukang becak dan konteks situasi komunikasi yang berupa suasana tuturan yang santai
membuat Pariyem dapat mengungkapkan keluh kesahnya ketika ia di ledek oleh para tukang becak pada Mas Paiman. Tuturan 39 dianggap
tidak santun karena melanggar prinsip kesantunan menurut Pranowo 2009:103-104 yakni menjaga perasaan mitra tutur ketika berkomunikasi
atau sikap tepa selira karena kemarahan Pariyem harusnya ditujukan pada tukang becak bukan Mas Paiman.
Berdasarkan contoh tuturan di atas, tuturan yang bernilai rasa marah muncul pada penggunaan klausa yang di dalamnya terdapat perasaan
marah dari penutur terhadap sesuatu hal yang terlihat dalam tuturannya. Tuturan yang bernilai rasa marah cenderung terasa tidak santun karena
melanggar prinsip kesantunan menurut Pranowo yakni menjaga perasaan mitra tutur ketika berkomunikasi.
4.2.2.10.2 Nilai Rasa Kesal
Nilai rasa kesal ialah kadar rasa bahasa yang dinilai mengandung perasaan kesal penutur yang terdapat dalam tuturannya.
40. Tapinya kosong melompong buahnya kantong bolong - tresna gombal habis manis saya ditinggal
Yang dia minta saya berikan sesudah taneg, saya kapiran Dasar lelaki, oh, dasar bebal maunya menang sendiri Sumber data :
Prosa Lirik Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag halaman 48, data tuturan NRPP 48
Konteks tuturan : Tuturan diucapkan oleh Pariyem untuk menanggapi pertanyaan Mas Paiman mitra tuturnya tentang alasan Pariyem
hanya mengaku padanya bukan pada orang lain.
Data tuturan 40 yang diucapkan oleh Pariyem untuk mengungkapkan perasaannya pada Mas Paiman dirasa mengandung nilai rasa kesal yang
ditunjukkan oleh unsur intralingual melalui penggunaan kalimat “Dasar
lelaki, oh,
dasar bebal
maunya menang
sendiri ”.
Kalimat ini
memperlihatkan Pariyem sangat kesal dengan kebanyakan lelaki, kalimat ini menjadi alasan bagi Pariyem untuk tidak mudah percaya orang lain.
Nilai rasa kesal diperkuat dengan unsur ekstralingual yang berupa konteks tuturan yang selalu menyertai tuturan dapat dilihat dari fenomena
praanggapan bahwa Mas Paiman tidak mengetahui alasan Pariyem hanya mengaku pada Mas Paiman saja dan konteks situasi komunikasi yang
berupa situasi percakapan yang santai membuat Pariyem nyaman sehingga ia merasa leluasa untuk mengatakan hal yang ingin ia ucapkan. Tuturan
40 dianggap tidak santun karena melanggar prinsip kesantunan menurut Pranowo 2009:23 yakni menggunakan kata-kata yang mencerminkan
“aura kesantunan” dan penutur tidak menjaga perasaan mitra tuturnya atau sikap tepa selira
yang notabenenya adalah seorang laki-laki. Berdasarkan contoh tuturan di atas, tuturan yang bernilai rasa kesal
muncul pada penggunaan kalimat yang di dalamnya terdapat perasaan kesal dari penutur terhadap sesuatu hal. Tuturan yang bernilai rasa kesal
cenderung terasa tidak santun karena melanggar prinsip kesantunan menurut
Pranowo yakni
menjaga perasaan
mitra tutur
ketika berkomunikasi
dan menggunakan
kata-kata yang
mencerminkan ketidaksantunan seperti penggunaan ungkapan “bebal”.
4.2.2.10.3 Nilai Rasa Tidak Terima
Nilai rasa tidak terima ialah kadar rasa bahasa yang dinilai mengandung perasaan tidak terima penutur yang dinyatakan dalam tuturannya.