Daya Sindir Daya Ancam

Tuturan 34 merupakan bentuk tindak tutur direktif, yakni tuturan memiliki fungsi untuk mendorong mitra tutur melakukan sesuatu. Penutur menyuruh mitra tutur untuk memanggilnya dengan sebutan yang pantas seperti yang terlihat pada unsur intralingual berupa kalimat “jangan panggil saya Maria”,“ Jangan panggil saya Magda tapi panggil saya Pariyem”, “Jangan panggil saya Riri Jangan panggil saya Yeyem tapi panggillah saya Iyem”. Penggunaan kata “jangan” mengarah pada tindakan yang tidak diperbolehkan sedangkan kata “panggillah” mengacu pada tindakan yang diinginkan oleh penuturnya. Oleh karena itu, tuturan 34 dapat dikatakan mengandung daya larangan dan perintah. Daya larangan dan perintah diperkuat dengan unsur ekstralingual yang berupa konteks tuturan yang selalu menyertai tuturan dapat dilihat dari fenomena praanggapan bahwa Mas Paiman belum mengetahui nama panggilan Pariyem dan konteks situasi komunikasi yang berupa situasi percakapan yang santai sehingga Pariyem bebas mengutarakan keinginannya pada Mas Paiman. Tuturan 34 dipandang santun karena memperlihatkan kerendahan hati penutur yang terlihat pada ungkapan “cocok benar dengan pangkat saya : babu” yang sesuai dengan maksim kerendahan hati menurut Leech 1983. Penutur meminimalkan pujian terhadap diri sendiri dengan menggunakan kata “babu” untuk menyebut dirinya sendiri. Dari contoh di atas, dapat dikatakan bahwa daya larangan muncul dalam kalimat yang digunakan untuk mengarahkan mitra tutur untuk tidak melakukan hal yang tidak diinginkan oleh penutur. Daya larangan juga berisikan keinginan penutur supaya keinginannya dilakukan oleh mitra tutur sehingga seharusnya tuturan yang diucapkan harus mencerminkan kesantunan.

4.2.1.5.3 Daya Nasihat

Daya nasihat merupakan bentuk pemakaian bahasa yang digunakan untuk memberikan nasihat ataupun saran terhadap mitra tutur. 35. “Mas Paiman, saya bilang ya jadi orang hidup itu mbok ya yang teguh imannya gitu, lho? Hidup yang prasojo tak usah yang aeng-aeng Sumber data : Prosa Lirik Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag halaman 22, data tuturan DBPP 22 Konteks tuturan : Penutur dan mitra tutur terlibat dalam suatu percakapan. Tuturan diucapkan oleh Pariyem untuk menanggapi pendapat mitra tuturnya yang bernama Mas Paiman mengenai sikap Mas Paiman yang tidak menerima kenyataan hidupnya. Selanjutnya, data tuturan 35 merupakan bentuk tindak tutur representatif yang berfungsi memberitahukan sesuatu hal pada mitra tutur. Pariyem menasihati Mas Paiman tentang sikap hidup yang seharusnya Mas Paiman jalani. Unsur intralingual tuturan tersebut berupa kalimat “Mas Paiman, saya bilang ya jadi orang hidup itu mbok ya yang teguh imannya gitu, lho?” dan “Hidup yang prasojo tak usah yang aeng-aeng”. Penggunaan kalimat itu memperlihatkan maksud Pariyem memberi nasihat pada Mas Paiman bahwa segala sesuatu yang terjadi pada diri manusia harusnya disyukuri tak perlu kita serakah akan materi duniawi. Sehingga dapat dikatakan bahwa tuturan 35 mengandung daya nasihat. Daya nasihat diperkuat dengan unsur ekstralingual yang berupa konteks tuturan yang selalu menyertai tuturan dapat dilihat dari fenomena praanggapan bahwa Mas Paiman perlu mendapatkan nasihat dari Pariyem untuk menjalani kehidupannya dan konteks situasi komunikasi yang berupa waktu percakapan saat Pariyem dan Mas Paiman terlibat dalam percakapan mengenai hidup Mas Paiman dan waktu percakapan di siang hari setelah Pariyem menyelesaikan pekerjaannya sehingga ia dapat mengutarakan pendapatnya pada Mas Paiman. Tuturan 35 dirasa tidak santun karena melanggar prinsip cara Grice, 1975 dalam Pranowo, 2009:34 yakni cara penyampaian tuturan ketika berkomunikasi. Penutur secara langsung menohok mitra tutur dengan nasihatnya yang ditujukan pada Mas Paiman. Seharusnya penutur lebih berhati-hati dalam menyampaikan nasihat dengan memperhatikan perasaan mitra tutur, sehingga tuturannya terkesan lebih santun. Dari tuturan di atas, dapat dikatakan bahwa daya nasihat muncul pada pemakaian kalimat yang digunakan untuk memberikan nasihat ataupun saran terhadap orang lain. Karena digunakan untuk memberikan nasihat maupun saran terhadap orang lain seharusnya tuturan yang mengandung daya nasihat perlu diperhatikan pilihan kata dan cara penyampaiannya sehingga apa yang dikatakan mencerminkan kesantunan dan mitra tutur merasa tidak digurui oleh penutur.

4.2.1.6 Daya Harap

Daya harap merupakan bentuk penggunaan fungsi bahasa yang digunakan oleh penutur untuk menginginkan agar sesuatu hal dapat terjadi.

Dokumen yang terkait

Unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada ``Catatan Pinggir`` Majalah Tempo Edisi Januari - September 2013 sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 2 2

Unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa sebagai penanda kesantunan berkomunikasi pada top news di Metro TV bulan November-Desember 2014.

3 49 352

Penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada acara Sentilan Sentilun Metro TV periode Agustus dan September 2014 sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 1 391

Penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada dialog interaktif Indonesia Lawyers Club Tv One periode November 2014 sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 1 317

Penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada tuturan berita politik koran Kompas edisi September - Oktober 2014 sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 7 307

Penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada karikatur koran tempo edisi September - Desember 2014 sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 4 298

MAKNA SATUAN LINGUAL BERBAHASA JAWA DALAM PROSA LIRIK PENGAKUAN PARIYEM KARYA LINUS SURYADI AG.

0 0 1

IMPERATIF DALAM BAHASA INDONESIA : PENANDA-PENANDA KESANTUNAN LINGUISTIKNYA

0 0 8

Kesantunan Mahasiswa Dalam Berkomunikasi bahasa

0 0 6

B 02 Daya Bahasa dan Nilai Rasa Bahasa Sebagai Penanda Kesantunan Dalam Berkomunikasi

0 0 20