Nilai Rasa Heran Nilai Rasa Heran

dapat dilihat dari fenomena praanggapan bahwa Mas Paiman tidak mengetahui kelakuan kedua putra majikannya Pariyem dan konteks situasi komunikasi yang berupa waktu percakapan di pagi hari saat Pariyem bercerita dengan Mas Paiman kemudian terlintas ingatan saat ia melihat nDoro Putri menelan pil anti kehamilan. Tuturan 23 dirasa santun karena apa yang dikatakan oleh Pariyem berdasarkan kenyataan yang lihat bahwa nDoro Putri menelan pil anti hamil. Hal ini sesuai dengan prinsip kualitas Grice 1975 dalam Pranowo, 2009:34 yakni apa yang dikatakan sesuai dengan fakta atau data yang ada. Berdasarkan kedua contoh di atas, dapat disimpulkan bahwa tuturan yang bernilai rasa kaget muncul pada penggunaan klausa dan kalimat yang di dalamnya terdapat perasaan kekagetan penutur. Tuturan yang bernilai rasa kaget cenderung terasa santun karena apa yang dikatakan oleh Pariyem berdasarkan kenyataan. Hal ini sesuai dengan prinsip kualitas, yakni apa yang dikatakan sesuai dengan fakta atau data yang ada.

4.2.2.6.3 Nilai Rasa Penasaran

Nilai rasa penasaran ialah kadar rasa bahasa yang dinilai mengandung rasa penasaran yang terdapat dalam sebuah tuturan. 24. O Allah, apakah dosa?? Sedang mulut melahap nasi saya pun sibuk bertanya-tanya Tapi benarkah orang Jawa itu punya konsep perkara dosa? Sumber data : Prosa Lirik Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag halaman 40, data tuturan NRPP 40 Konteks tuturan : Pariyem dan Mas Paiman terlibat dalam sebuah percakapan. Tuturan diucapkan oleh Pariyem yang menanggapi pendapat mitra tuturnya Mas Paiman yang berdiskusi tentang perkara dosa Tuturan 24 merupakan bentuk tindak tutur ekspresif. Tuturan yang diucapkan Pariyem untuk mengungkapkan rasa penasarannya tentang dosa terlihat dari unsur intralingual melalui klausa “saya pun sibuk bertanya- tanya ”. Melalui penggunaan klausa ini terlihat bahwa Pariyem sangat penasaran untuk mencari jawaban atas pertanyaannya mengenai dosa. Sehingga dapat dikatakan bahwa tuturan 24 bernilai rasa penasaran. Nilai rasa penasaran diperkuat dengan unsur ekstralingual yang berupa konteks tuturan yang selalu menyertai tuturan dapat dilihat dari fenomena praanggapan bahwa Mas Paiman mengetahui konsep dosa menurut orang Jawa dan konteks situasi komunikasi yang berupa situasi percakapan yang nyaman membuat Pariyem bebas mengutarakan apa yang ia rasakan pada Mas Paiman. Tuturan 24 dianggap santun karena menggunakan pilihan kata yang mencerminkan “aura kesantunan” hal ini sesuai dengan prinsip kesantunan menurut Pranowo 2009. Dari contoh di atas, dapat dikatakan bahwa tuturan yang bernilai penasaran muncul pada penggunaan klausa yang di dalamnya terdapat perasaan penasaran dari penutur yang terlihat dalam tuturannya. Tuturan yang bernilai rasa penasaran cenderung terasa santun karena karena menggunakan pilihan kata yang mencerminkan kesantunan.

4.2.2.7 Nilai Rasa Bersalah

Nilai rasa bersalah merupakan kadar perasaan salah yang terdapat dalam sebuah tuturan. Nilai rasa bersalah digunakan untuk menyatakan perasaan bersalah dari penutur.

4.2.2.7.1 Nilai Rasa Bersalah

Nilai rasa bersalah ialah kadar rasa bahasa yang dinilai mengandung perasaan bersalah penutur yang terlihat dalam tuturannya. 25. Setahun sekali mengundang dalang yang sudah kawentar di mana-mana Ki dalang Kencuran dari Kencuran – ah, amit-amit nuwun sewu – saya tak eling namanya Dia sudah pernah diundang, lho Sumber data : Prosa Lirik Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag halaman 79, data tuturan NRPP 79 Konteks tuturan : Penutur dan mitra tutur terlibat dalam percakapan. Tuturan diucapkan oleh Pariyem yang memberitahu Mas Paiman tentang kegiatan rutin pementasan wayang kulit yang dilaksanakan di rumah nDoro Kanjeng Data tuturan 25 merupakan bentuk representatif. Tuturan yang digunakan oleh Pariyem untuk memberitahukan Mas Paiman tentang dhalang yang pernah main di rumah majikannya mengandung nilai rasa bersalah yang ditunjukkan unsur intralingual melalui kalimat “Ah, amit- amit nuwun sewu ” dan “Saya tak eling namanya”. Penggunaan kalimat ini memperlihatkan bahwa Pariyem merasa bersalah karena ia tak mampu mengingat nama dhalang tersebut, sehingga dapat dikatakan tuturan 25 bernilai rasa salah. Nilai rasa bersalah diperkuat dengan unsur ekstralingual yang berupa konteks tuturan yang selalu menyertai tuturan dapat dilihat dari fenomena praanggapan bahwa Mas Paiman tidak mengetahui acara rutin yang diadakan di rumah majikannya Pariyem dan konteks situasi komunikasi yang berupa situasi percakapan yang santai sehingga Pariyem dapat menceritakan tentang dhalang-dhalang yang mementaskan pagelaran wayang di rumah nDoro Kanjeng membuat ia bebas mengeluarkan pendapat serta pikirannya pada Mas Paiman. Tuturan 25 dirasa santun karena menempatkan diri penutur pada tempat yang bersalah, hal ini sesuai dengan maksim kedermawanan generosity maxim menurut Leech 1983 dalam Pranowo 2009:102-103. Berdasarkan contoh tuturan di atas, tuturan yang bernilai rasa bersalah muncul pada penggunaan kalimat yang di dalamnya terdapat perasaan bersalah dari penutur yang terlihat dalam tuturannya. Tuturan yang bernilai rasa penasaran cenderung terasa santun karena karena menempatkan diri penutur pada tempat yang bersalah, hal ini sesuai dengan maksim kedermawanan. Maksim kedermawanan menurut Leech 1983 yakni tuturan lebih baik menimbulkan kerugian pada diri sendiri generosity maxim .

4.2.2.7.2 Nilai Rasa Hampa

Nilai rasa hampa ialah kadar rasa bahasa yang dinilai mengandung perasaan hampa atau kosong dalam diri penutur yang dinyatakan dalam tuturannya. 26. Dengan jari telunjuk kanan saya raba anu saya O, Allah, Gusti nyuwun ngapura Tidak salah lagi, jemblong anu saya bolong Saya pun merasa kosong O,bapak, O, simbok anakmu kungkum di sendhang menanggung beban sendirian Sumber data : Prosa Lirik Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag halaman 70, data tuturan NRPP 70 Konteks tuturan : Penutur dan mitra tutur terlibat dalam sebuah percakapan. Tuturan diucapkan oleh Pariyem yang menceritakan pada Mas Paiman tentang peristiwa masa silamnya ketika ia tahu ia sudah perawan lagi. 27. Saya duduk ndeleleg – dhelog-dhelog – memandang jauh tanpa tujuan Sumber data : Prosa Lirik Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag halaman 71, data tuturan NRPP 71

Dokumen yang terkait

Unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada ``Catatan Pinggir`` Majalah Tempo Edisi Januari - September 2013 sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 2 2

Unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa sebagai penanda kesantunan berkomunikasi pada top news di Metro TV bulan November-Desember 2014.

3 49 352

Penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada acara Sentilan Sentilun Metro TV periode Agustus dan September 2014 sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 1 391

Penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada dialog interaktif Indonesia Lawyers Club Tv One periode November 2014 sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 1 317

Penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada tuturan berita politik koran Kompas edisi September - Oktober 2014 sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 7 307

Penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada karikatur koran tempo edisi September - Desember 2014 sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 4 298

MAKNA SATUAN LINGUAL BERBAHASA JAWA DALAM PROSA LIRIK PENGAKUAN PARIYEM KARYA LINUS SURYADI AG.

0 0 1

IMPERATIF DALAM BAHASA INDONESIA : PENANDA-PENANDA KESANTUNAN LINGUISTIKNYA

0 0 8

Kesantunan Mahasiswa Dalam Berkomunikasi bahasa

0 0 6

B 02 Daya Bahasa dan Nilai Rasa Bahasa Sebagai Penanda Kesantunan Dalam Berkomunikasi

0 0 20