menggunakan kata “mas” untuk menyebutkan seseorang yang dianggap lebih tua.
Dari contoh tuturan yang mengandung nilai rasa puas di atas, dapat dikatakan bahwa nilai rasa puas muncul dalam penggunaan kalimat yang
mengungkapkan perasaan puas dari diri penutur. Tuturan yang mengandung nilai rasa puas cenderung terasa santun karena sesuai dengan prinsip
kesantunan berbahasa.
4.2.2.15 Nilai Rasa Benci
Nilai rasa benci ialah kadar rasa bahasa yang mengandung perasaan benci, tidak suka, tidak menghargai, sentimen yang dirasakan penutur yang
dapat dilihat dalam tuturannya.
4.2.2.15.1 Nilai Rasa Ejekan
Nilai rasa cinta ialah ejekan rasa bahasa yang mengandung perasaan ejekan penutur yang terdapat dalam tuturannya.
51. Kempas-kempus mulutnya nyedot kebul sembari menggosok-gosok jerawatnya yang alkamdulilah lebat bertumbuhan Sumber data :
Prosa Lirik Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag halaman 110, data tuturan NRPP 110
Konteks tuturan : Penutur dan mitra tutur terlibat dalam sebuah percakapan. Tuturan diucapkan oleh Pariyem untuk menanggapi
pertanyaan Mas Paiman mengenai sifat dari nDoro Putri
Tuturan 51 merupakan bentuk representatif yang digunakan untuk memberitahukan sesuatu hal pada orang lain. Pariyem memberitahukan Mas
Paiman tentang kebiasaan nDoro Putri saat rasa malasnya kambuh. Tuturan yang digunakan Pariyem mengandung nilai rasa ejekan seperti yang dapat
dilihat melalui unsur intralingual yang berupa pilihan kata “alkamdulilah”. Diksi ini mengandung pengertian bersyukur, namun apabila digunakan
untuk mensyukuri suatu hal yang tidak diharapkan tentunya mengandung pengertian yang lain. Penggunaan diksi ini untuk mensyukuri tumbuhnya
jerawat nDoro Putri yang banyak. Hal ini membuat Pariyem mengejek wajah nDoro Putri saat melihatnya, sehingga dapat dikatakan bahwa tuturan
51 bernilai rasa ejekan. Nilai rasa ejekan diperkuat dengan unsur ekstralingual yang berupa konteks tuturan yang selalu menyertai tuturan
dapat dilihat dari fenomena praanggapan bahwa Mas Paiman tidak mengetahui wajah nDoro Putri yang berjerawat dan konteks situasi
komunikasi yang berupa percakapan yang santai membuat Pariyem bisa membayangkan banyaknya jerawat di muka nDoro Putri Wiwit sehingga ia
bisa merasakan kegelian yang diciptakannya sendiri. Tuturan 51 dianggap tidak santun karena melanggar prinsip kesantunan yang menjaga apa yang
diucapkan oleh penutur juga dirasakan oleh mitra tutur atau sikap tepa selira Pranowo, 2009:103-104. Hal ini terlihat dari tuturan Pariyem yang
menggambarkan banyaknya jerawat di wajah nDoro Putri bisa membuat mitra tutur bergidik ngeri setelah membayangkannya. Seharusnya penutur
menjaga apa yang hendak dikatakan supaya tuturan terkesan lebih santun. Dari tuturan di atas, dapat dikatakan bahwa nilai rasa ejekan muncul pada
penggunaan pilihan kata yang mengungkapkan ejekan terhadap sesuatu hal. Tuturan yang bernilai rasa ejekan cenderung dirasa tidak santun, karena
melanggar prinsip kesantunan berkomunikasi.
4.2.2.15.2 Nilai Rasa Tidak Senang
Nilai rasa tidak senang ialah kadar rasa bahasa yang mengandung perasaan tidak senang penutur akan suatu hal yang terdapat dalam
tuturannya. 52. Selir-selirnya berserak dari yang berusia muda sampai setengah baya
Cantik-cantik semua Sumber data : Prosa Lirik Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag halaman 52, data tuturan NRPP 52
Konteks tuturan : Penutur dan mitra tutur terlibat dalam sebuah percakapan. Tuturan diucapkan oleh Pariyem untuk memberitahukan
pada Paiman mengenai hal pribadi dari nDoro Kanjeng Cokro Sentono.
Data tuturan 52 merupakan bentuk representatif yang digunakan untuk
memberitahukan sesuatu
hal pada
orang lain.
Pariyem memberitahukan efek dari keluwesan dan kewibawaan dari nDoro
Kanjeng yaitu tentang selir-selir majikannya pada Mas Paiman. Tuturan yang digunakan Pariyem mengandung nilai rasa tidak senang yag dapat
dilihat dari unsur intralingual melalui penggunaan diksi “berserak”. Penggunaan diksi ini seolah para selir dari nDoro Kanjeng adalah sampah
yang berserak dimana-mana, terlihat dari penggunaan kata tersebut Pariyem tidak senang dengan kelakuan nDoro Kanjeng yang memiliki
banyak selir padahal beliau sudah memiliki istri yang sempurna, sehingga dapat dikatakan bahwa tuturan 52 bernilai rasa tidak senang. Nilai rasa
tidak senang diperkuat dengan unsur ekstralingual yang berupa konteks tuturan yang selalu menyertai tuturan dapat dilihat dari fenomena
praanggapan bahwa Mas Paiman tidak mengetahui efek dari sikap nDoro Kanjeng dan konteks situasi komunikasi yang berupa situasi tuturan yang