Data tuturan 45 dirasa mengandung nilai rasa cinta yang terlihat dalam unsur intralingual melalui kalimat “Demi anak segala rintangan saya
tempuh mati pisan saya lakoni ”. Penggunaan kalimat ini memperlihatkan
kesediaan Pariyem untuk mempertaruhkan apapun demi anaknya, hal ini membuktikan bahwa cinta seorang ibu pada anaknya dapat mengalahkan
segalanya. Nilai rasa cinta diperkuat unsur ekstralingual yang berupa konteks tuturan yang selalu menyertai tuturan dapat dilihat dari fenomena
praanggapan bahwa Mas Paiman tidak mengetahui apa saja yang akan dilakukan Pariyem untuk anaknya dan konteks situasi komunikasi yang
berupa situasi tuturan yang nyaman sehingga membuat Pariyem teringat anaknya yang ditinggal di Wonosari, Gunung Kidul bersama bapak, ibu dan
adik-adiknya namun dalam waktu sebulan sekali pasti ia mengunjungi putri semata wayangnya itu. Tuturan 45 dirasa santun karena apa yang
diucapkan menggunakan pilihan kata yang meminimalkan pujian terhadap diri sendiri atau maksim kerendahan hati hal ini sesuai dengan prinsip
kesantunan menurut Leech 1983 dalam Pranowo, 2009:102-103 Berdasarkan contoh tuturan di atas, tuturan yang bernilai rasa cinta
muncul pada penggunaan kalimat yang di dalamnya terdapat perasaan cinta dari penutur terhadap sesuatu hal yang terlihat dalam tuturannya. Tuturan
yang bernilai rasa cinta cenderung terasa santun karena karena apa yang diucapkan menggunakan pilihan kata yang mencerminkan kesantunan.
4.2.2.12.2 Nilai Rasa Kagum
Nilai rasa kagum ialah kadar rasa bahasa yang mengandung perasaan kagum penutur yang terdapat dalam tuturannya.
46. Cepat kayak singgat gerak-geriknya penuh daya hidup dan gairah pemuda
Betapa saya kagum, bisa melongo Sumber data : Prosa Lirik Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag halaman 30, data tuturan
NRPP 30 Konteks tuturan : Penutur dan mitra tutur terlibat dalam sebuah
percakapan. Tuturan diucapkan oleh Pariyem untuk memberitahu Mas Paiman tentang tindakan Den Baguse ketika ia mengolah jiwa dan
raganya di longkangan rumah.
Data tuturan 46 merupakan bentuk tindak tutur representatif. Dalam tuturan yang digunakan Pariyem untuk memberitahukan Mas Paiman
tentang Den Baguse terkandung nilai rasa kagum yang dapat dilihat dari unsur intralingual melalui penggunaan kalimat “Betapa saya kagum, bisa
melongo ”. Kalimat ini memperlihatkan bahwa Pariyem terpesona dengan
tingkah laku Den Baguse ketika mengolah dirinya, sehingga tuturan ini dianggap bernilai rasa kagum. Nilai rasa kagum diperkuat dengan unsur
ekstralingual yang berupa konteks tuturan yang selalu menyertai tuturan dapat dilihat dari fenomena praanggapan bahwa Mas Paiman tidak
mengetahui apa saja yang dilakukan Den Baguse untuk mengolah dirinya dan konteks situasi komunikasi yang berupa situasi tuturan yang santai
sehingga membuat Pariyem nyaman untuk menceritakan tentang Den Baguse pada Mas Paiman. Tuturan dirasa santun karena menggunakan
majas perumpamaan yang terdapat dalam ungkapan “cepat kayak singgat”. Penggunaan majas perumpamaan dapat mengefektifkan komunikasi dan
menghaluskan tuturan yang dirasa kasar. Hal ini sesuai dengan prinsip kesantunan menurut Pranowo 2009 bahwa penggunaan gaya bahasa
dapat mengefektifkan tuturan menjaga kesantunan berkomunikasi. Berdasarkan contoh tuturan di atas, tuturan yang bernilai rasa kagum
muncul pada penggunaan kalimat yang di dalamnya terdapat perasaan kekaguman dari penutur terhadap sesuatu hal. Tuturan yang bernilai rasa
kagum cenderung terasa santun karena apa yang diucapkan oleh Pariyem menggunakan majas perumpamaan, seperti yang terdapat dalam ungkapan
“cepat kayak singgat”. Dalam kesantunan berkomunikasi penggunaan majas perumpamaan dapat mengefektifkan komunikasi dan menghaluskan
tuturan yang dirasa kasar.
4.2.2.12.3 Nilai Rasa Rindu
Nilai rasa rindu ialah kadar rasa bahasa yang mengandung perasaan rindu atau kangen penutur yang dapat dilihat dalam tuturannya.
47. Kelap-kelip lampu pelita tertiup angin gunung yang dingin Dalam musim-musim bedhidhing
Saya kangen saya dhemen Sumber data : Prosa Lirik Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag halaman 156, data tuturan NRPP 156
Konteks tuturan : Penutur dan mitra tutur terlibat dalam percakapan. Tuturan diucapkan oleh Pariyem untuk memberitahukan Mas Paiman
bahwa ia merasa rindu pada Den Baguse setelah ia berada di Wonosari, Gunung Kidul.
Data tuturan 47 merupakan bentuk tindak tutur ekspresif. Dalam
tuturan yang diucapkan Pariyem tersebut mengandung nilai rasa rindu yang terlihat dari unsur intralingual melalui kalimat “Saya kangen saya
dhemen”. Penggunaan kalimat ini memperlihatkan bahwa Pariyem
merasakan kerinduan akan Den Baguse walaupun Den Baguse setiap bulan