Daya Imajinasi Perumpamaan Daya Imajinasi
21. “MATAHARI tegak di pusat langit menikam tajam ubun-ubun saya Sumber data : Prosa Lirik Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag
halaman 22, data tuturan DBPP 22 Konteks tuturan : Penutur dan mitra tutur terlibat dalam sebuah
percakapan. Tuturan diucapkan oleh Pariyem yang mengeluh pada Mas Paiman mitra tuturnya mengenai cuaca hari itu sangat panas
karena jam menunjukkan tepat pukul 12.00.
22. Radio amatir yang gembar-gembor menyiarkan iklan Shampo dan Inza Diseling lagu-lagu Landa buluk bergaung dalam sepinya ruang Sumber
data : Prosa Lirik Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag halaman 29, data tuturan DBPP 29
Konteks tuturan : Penutur dan mitra tutur terlibat dalam sebuah percakapan. Tuturan ini diucapkan oleh Pariyem pada Mas Paiman
ketika ia membersihkan ruangan, suasana pada saat itu sangat sepi karena hari masih sangat pagi belum ada orang beraktivitas
23. “ANGIN segar pun berkelakar diam-diam menyentuh panca indera Sumber data : Prosa Lirik Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag
halaman 43, data tuturan DBPP 43 Konteks tuturan : Penutur berada dalam sebuah percakapan. Tuturan
diucapkan oleh Pariyem untuk memberitahukan Mas Paiman tentang suasana pagi hari angin segar terasa di kulitnya ketika mereka berbagi
cerita
24. “ANGIN siang hari semilir mengusap wajah pohon-pohonan mampir ke jendela masuk ruang cuaca yang panas jadi nyaman Sumber data :
Prosa Lirik Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag halaman 62, data tuturan DBPP 62
Konteks tuturan : Penutur dan mitra tutur terlibat dalam sebuah percakapan. Tuturan ini diucapkan oleh Pariyem yang mengungkapkan
apa yang dirasakan saat cuaca siang hari terasa sepoi-sepoi ketika ia berbagi cerita dengan mitra tuturnya Mas Paiman.
25. Kang Kliwon, O, Kang Kliwon Jakarta sudah menelannya lain irama, lain gayanya Sumber data : Prosa Lirik Pengakuan Pariyem karya
Linus Suryadi Ag halaman 77, data tuturan DBPP 77 Konteks tuturan : Penutur dan mitra tutur terlibat dalam sebuah
percakapan. Tuturan diucapkan oleh Pariyem untuk menanggapi pendapat mitra tuturnya mengenai penyebab Kang Kliwon yang
mengalami banyak perubahan semenjak hidup di kota Jakarta
Data tuturan 21 merupakan bentuk tindak tutur ekspresif yang berfungsi untuk menyatakan perasaannya pada mitra tutur. Penutur
mengungkapkan kesakitan akibat terik sinar matahari yang menyengat kulit kepalanya dengan menggunakan majas personifikasi yang dapat
dilihat dari unsur intralingual berupa kalimat “Matahari tegak di pusat langit menikam tajam ubun-ubun saya”
. Ungkapan menikam tajam” dapat mempermudah pemahaman mitra tutur tentang rasanya terik sinar
matahari saat itu. Oleh karena itu, data tuturan 21 dapat dikatakan
mengandung daya imajinasi. Daya imajinasi dengan menggunakan majas personifikasi diperkuat dengan unsur ekstralingual yang berupa konteks
tuturan yang selalu menyertai tuturan dapat dilihat dari fenomena tindak tutur ekspresif yang digunakan Pariyem untuk mengungkapkan apa yang
dirasakannya dan konteks situasi komunikasi yang berupa waktu percakapan saat Pariyem bercerita dengan Mas Paiman di siang hari
dengan keringat yang bercucuran di dahi Pariyem yang merasakan gerah. Ungkapan tersebut dirasa santun karena penggunaan majas personifikasi
dapat mengoptimalkan pemakaian bahasa supaya efektif dan tetap terasa santun. Hal ini sesuai dengan prinsip kesantunan menurut Pranowo 2009
bahwa penggunaan gaya bahasa dapat mengefektifkan tuturan menjaga kesantunan berkomunikasi.
Data tuturan 22 merupakan bentuk tindak tutur representatif yang digunakan untuk memberitahukan mitra tutur tentang suatu hal. Pariyem
memberitahukan sepinya pagi saat ia memulai pekerjaannya dan ia hanya ditemani oleh radio kesayangannya seperti yang ditunjukkan unsur
intralingual melalui
klausa “radio
amatir yang
gembar-gembor ”.
Penggunaan klausa itu memperlihatkan seolah-olah radio memiliki mulut yang bisa berteriak-teriak menyiarkan iklan dan bernyanyi. Oleh karena
itu, data tuturan 22 dapat dikatakan berdaya imajinasi dengan menggunakan majas personifikasi. Daya imajinasi dengan menggunakan
majas personifikasi diperkuat dengan unsur ekstralingual yang berupa konteks tuturan yang selalu menyertai tuturan dapat dilihat dari fenomena
praanggapan bahwa Mas Paiman tidak mengetahui sepinya pagi saat Pariyem memulai pekerjaannya dan konteks situasi komunikasi yang
berupa waktu percakapan di pagi hari saat orang-orang masih tertidur dan Pariyem membersihkan ruangan sambil mendengarkan radio amatirnya.
Tuturan tersebut dirasa santun karena sesuai dengan prinsip kualitas Grice 1975 dalam Pranowo, 2009:34 yakni apa yang dikatakan sesuai dengan
fakta yang ada. Pariyem mengatakan tuturan tersebut sesuai dengan suasana yang ia rasakan sehingga dapat dikatakan bahwa tuturan tersebut
dianggap santun. Data tuturan 23 merupakan bentuk tindak tutur ekspresif. Pariyem
mengungkapkan perasaannya saat ia merasakan tiupan angin di tubuhnya seperti yang terlihat pada unsur intralingual melalui kalimat “ANGIN segar
pun berkelakar diam-diam menyentuh panca indera ”. Melalui penggunaan
majas personifikasi ini seolah angin pun dapat bercanda dan memiliki tangan untuk menyentuh panca indera manusia. Sehingga dapat dikatakan
bahwa tuturan 23 mengandung daya imajinasi dengan menggunakan majas
personifikasi. Daya
imajinasi dengan
menggunakan majas
personifikasi diperkuat dengan unsur ekstralingual yang berupa konteks tuturan yang selalu menyertai tuturan dapat dilihat dari fenomena tindak
tutur representatif yang digunakan oleh Pariyem untuk menjelaskan suasana pagi hari dan konteks situasi komunikasi yang berupa suasana
percakapan di pagi hari saat Pariyem menyapu halaman depan rumah dan merasakan angin segar di sekitarnya. Tuturan 23 dirasa santun karena
sesuai dengan prinsip kesantunan menurut Pranowo 2009 bahwa penggunaan
gaya bahasa
dapat mengefektifkan
tuturan menjaga
kesantunan berkomunikasi. Data tuturan 24 merupakan bentuk tindak tutur ekspresif. Pariyem
mengungkapkan perasaannya saat ia merasakan angin semilir di tubuhnya seperti yang ditunjukkan oleh unsur intralingual melalui klausa “angin
siang hari semilir mengusap wajah pohon-pohonan ”. Klausa tersebut
mengandung majas personifikasi seolah-olah angin mempunyai tangan untuk mengusap dan pohon-pohon memiliki wajah. Sehingga dapat
dikatakan bahwa tuturan 24 mengandung daya imajinasi dengan menggunakan majas personifikasi Daya imajinasi dengan menggunakan
majas personifikasi diperkuat dengan unsur ekstralingual yang berupa konteks tuturan yang selalu menyertai tuturan dapat dilihat dari fenomena
tindak tutur ekspresif yang digunakan untuk mengungkapkan apa yang dirasakan Pariyem dan konteks situasi komunikasi yang berupa waktu
percakapan di siang hari saat Pariyem beristirahat setelah menyelesaikan pekerjaannya, cuaca siang yang sejuk membuat Pariyem mengatakan
kalimat itu pada Mas Paiman. Tuturan 23 dirasa santun karena sesuai dengan prinsip kesantunan menurut Pranowo 2009 bahwa penggunaan
gaya bahasa
dapat mengefektifkan
tuturan menjaga
kesantunan berkomunikasi.
Selanjutnya analisis data tuturan 25 merupakan bentuk tindak tutur representatif yang berfungsi untuk memberitahukan sesuatu hal. Penutur
memberitahukan tentang perubahan yang terjadi dalam diri Kang Kliwon dengan menggunakan majas personifikasi yang dapat dilihat dengan unsur
intralingual melalui klausa “Jakarta sudah menelannya”. Melalui penggunaan majas personifikasi dalam tuturan tersebut mitra tutur dapat
membayangkan cara kota Jakarta mengubah seseorang di dalamnya, sehingga dapat dikatakan data tuturan 25 mengandung daya imajinasi
dengan menggunakan majas personifikasi. Daya imajinasi dengan menggunakan majas personifikasi diperkuat dengan unsur ekstralingual
yang berupa konteks tuturan yang selalu menyertai tuturan dapat dilihat dari fenomena tindak tutur representatif yang digunakan Pariyem untuk
menjelaskan sebab Kang Kliwon berubah dan konteks situasi komunikasi yang berupa situasi percakapan yang nyaman sehingga membuat Pariyem
leluasa membicarakan tentang Kang Kliwon pada Mas Paiman. Ungkapan “Jakarta sudah menelannya” dirasa santun karena dapat mengefektifkan
tuturan dan maksud yang disampaikan tidak secara langsung menunjuk pada gaya hidup Jakarta yang terkenal dengan kota metropolitan. Hal ini
sesuai dengan prinsip kesantunan menurut Pranowo 2009 bahwa