Nilai Rasa Marah Nilai Rasa Marah
Konteks tuturan : Penutur dan mitra tutur terlibat dalam sebuah percakapan. Tuturan diucapkan oleh Pariyem untuk menanggapi
pertanyaan mitra tutur Pariyem Mas Paiman mengenai kerelaan Pariyem bekerja sebagai pembantu.
Data tuturan 42 mengandung nilai rasa menerima yang dapat dilihat melalui unsur intralingual melalui pilihan kata “trima” dan “lega lila”.
Penggunaan kedua kata ini secara gamblang memperlihatkan rasa menerima
pekerjaannya sebagai
pembantu dengan
lapang dada
ditunjukkan oleh Pariyem. Sehingga dapat dikatakan bahwa tuturan 42 bernilai rasa menerima. Nilai rasa menerima diperkuat dengan unsur
ekstralingual yang berupa konteks tuturan yang selalu menyertai tuturan dapat dilihat dari fenomena praanggapan bahwa Mas Paiman tidak
mengetahui yang dirasakan Pariyem saat ia bekerja menjadi pembantu rumah tangga di keluarga nDoro Kanjeng dan konteks situasi komunikasi
yang berupa situasi percakapan yang santai membuat Pariyem nyaman bercerita tentang perasaannya pada Mas Paiman. Tuturan dirasa santun
karena sesuai dengan maksim kerendahan hati menurut Leech 1983 dalam Pranowo, 2009:102-103 yakni meminimalkan pujian terhadap diri sendiri.
Berdasarkan contoh tuturan di atas, tuturan yang bernilai rasa menerima muncul pada penggunaan pilihan kata yang mencerminkan perasaan
menerima dari penutur terhadap sesuatu hal. Tuturan yang bernilai rasa menerima cenderung terasa santun karena sesuai dengan maksim
kerendahan hati.