Pranowo 2009 yakni pemakaian bahasa dengan menggunakan gaya bahasa akan terasa lebih santun dibandingkan dengan tuturan biasa karena
dapat mengefektifkan tuturan dan memperhalus tuturan. Tuturan 31 yang digunakan Pariyem untuk menceritakan keadaan
Kang Kliwon yang telah berubah pada Mas Paiman mengandung nilai rasa kehilangan yang ditunjukkan unsur intralingual melalui penggunaan
kalimat “Jakarta
sudah menelannya
”. Penggunaan
kalimat ini
memperlihatkan bahwa Pariyem merasakan bahwa ia kehilangan Kang Kliwon yang dulu ia kenal setelah kepindahannya ke Jakarta selama 5
tahun, pengaruh lingkungan kota metropolitan membuat Kang Kliwon ikut berubah. Nilai rasa kehilangan diperkuat dengan unsur ekstralingual yang
berupa konteks tuturan yang selalu menyertai tuturan dapat dilihat dari fenomena praanggapan bahwa Mas Paiman tidak mengetahui penyebab
Kang Kliwon berubah dan konteks situasi komunikasi yang berupa situasi percakapan yang nyaman membuat Pariyem mampu mengeluarkan
perasaannya kepada Mas Paiman. Ungkapan “Jakarta sudah menelannya” dirasa santun karena dapat mengefektifkan tuturan dan maksud yang
disampaikan tidak secara langsung menunjuk pada gaya hidup Jakarta yang terkenal dengan kota metropolitan. Hal itu sesuai dengan prinsip
kesantunan menurut Pranowo 2009:18-23 yakni pemakaian bahasa dengan menggunakan gaya bahasa akan terasa lebih santun dibandingkan
dengan tuturan biasa.
Berdasarkan contoh tuturan di atas, tuturan yang bernilai rasa kehilangan muncul pada penggunaan kalimat yang di dalamnya terdapat
perasaan kehilangan dari penutur terhadap sesuatu hal. Tuturan yang bernilai rasa kehilangan cenderung terasa santun karena apa yang
diucapkan dari data tuturan 30 dan 31 menggunakan pilihan kata yang mencerminkan kesantunan dengan menggunakan majas personifikasi dan
yang dimaksudkan tidak menohok secara langsung pada orang-orang Jakarta sebagai penyebab Kang Kliwon berubah.
4.2.2.8.3 Nilai Rasa Terharu
Nilai rasa terharu ialah kadar rasa bahasa yang dinilai mengandung perasaan terharu penutur yang dapat dilihat dalam tuturannya.
32. Tiada kata dalam perbendaharaan batin saya, saya hanya bisa menunduk, tak bisa apa-apa
Kata-kata luber dan lebur menjadi air mata O, Allah anugerah apa Sampeyan limpahkan? Sumber data : Prosa
Lirik Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag halaman 152, data tuturan NRPP 152
Konteks tuturan : Penutur dan mitra tutur terlibat dalam percakapan. Tuturan diucapkan oleh Pariyem untuk menceritakan keadaan dirinya
setelah sidang pengadilan keluarga memutuskan vonis bagi dirinya pada Mas Paiman
Data tuturan 32 yang digunakan penutur untuk mengungkapkan perasaannya saat ia menerima putusan sidang pengadilan keluarga pada
Mas Paiman mengandung nilai rasa terharu yang ditunjukkan unsur intralingual melalui kalimat “Kata-kata luber dan lebur menjadi air mata”.
Penggunaan kalimat ini memperlihatkan bahwa Pariyem terharu dengan keputusan yang dibuat oleh nDoro Kanjeng dalam mengadili perbuatannya
dengan Den Baguse, nDoro Kanjeng tidak menyalahkan Pariyem dan
meminta Pariyem merawat bakal cucunya dengan baik. Bagi Pariyem semua yang dilakukan oleh keluarga Suryamentaraman sangat berlebihan
baginya sehingga ia tak mampu berkata-kata lagi. Nilai rasa terharu diperkuat dengan unsur ekstralingual yang berupa konteks tuturan yang
selalu menyertai tuturan dapat dilihat dari fenomena praanggapan bahwa mas Paiman tidak mengetahui yang dirasakan Pariyem saat ia mendengar
keputusan nDoro Kanjeng dan konteks situasi komunikasi yang berupa situasi percakapan yang santai membuat Pariyem dapat mengingat
kejadian saat pengadilan keluarga Suryamentaraman berlangsung. Tuturan 32 dirasa santun karena apa yang dikatakan sesuai dengan apa yang
dirasakan sesuai dengan prinsip kesantunan menurut Grice 1975 dalam Pranowo, 2009:34 yakni prinsip kualitas.
Berdasarkan contoh tuturan di atas, tuturan yang bernilai rasa terharu muncul pada penggunaan kalimat yang di dalamnya terdapat perasaan
terharu dari penutur terhadap sesuatu hal. Tuturan yang bernilai rasa terharu cenderung terasa santun karena apa yang diucapkan sesuai dengan
fakta yang sebenarnya.
4.2.2.9 Nilai Rasa Bahagia
Nilai rasa bahagia ialah kadar rasa bahasa yang dinilai mengandung perasaan senang, tenang, damai, nyaman, bangga dari penutur yang
tercermin dalam tuturannya.
4.2.2.9.1 Nilai Rasa Bahagia