Daya Penolakan Analisis Penggunaan Unsur Intralingual dan Ekstralingual dalam Daya Bahasa

Pairin menganyam caping di rumah Painem membantu simbok di pasar Sedang bapak seharian di sawah buruh, sibuk mengolah tanah Sumber data: Prosa Lirik Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag halaman 3, data tuturan NRPP 3 Konteks tuturan : Penutur dan mitra tutur terlibat dalam suatu percakapan. Tuturan dikatakan oleh Pariyem untuk menanggapi pertanyaan dari Mas Paiman mitra tuturnya mengenai anggota keluarganya dan pekerjaannya. 2. “Jangan sampeyan bertanya ‘kenapa dua adik saya tak bernama Bambang dan Endang saja?’ Sumber data : Prosa Lirik Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag halaman 4, data tuturan NRPP 4 Konteks tuturan : Penutur dan mitra tutur terlibat dalam sebuah percakapan. Tuturan diucapkan oleh Pariyem untuk menanggapi pertanyaan dari mitra tuturnya Mas Paiman mengenai nama kedua adiknya. Data tuturan 1 merupakan bentuk representatif yang digunakan untuk memberitahukan mitra tutur tentang sesuatu hal. Pariyem memberitahukan pekerjaan anggota keluarganya pada Mas Paiman dengan menggunakan deiksis persona “mas” yang merujuk pada Mas Paiman yang dapat dilihat melalui unsur intralingual unsur intralingual melalui pilihan kata “mas”. Penggunaan kata mas dalam bahasa Jawa yang merupakan kata sapaan ini memperlihatkan bahwa Pariyem menghormati mitra tuturnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa tuturan 1 mengandung nilai rasa sopan. Nilai rasa hormat juga diperkuat dengan unsur ekstralingual yang berupa konteks tuturan yang selalu menyertai tuturan dapat dilihat dari fenomena praanggapan bahwa Mas Paiman belum mengetahui anggota keluarga Pariyem dan konteks situasi komunikasi yang berupa suasana tuturan yang nyaman membuat Pariyem dapat bercerita pada Mas Paiman dan tetap menempatkan Mas Paiman sebagai orang yang lebih tua dari dirinya. Tuturan 1 dianggap santun karena menggunakan pilihan kata yang mencerminkan kesantunan seperti penggunaan kata “mas” untuk menyebut seseorang yang dihormati. Hal ini sesuai dengan prinsip kesantunan menurut Pranowo 2009:23 yakni kata-kata yang digunakan dalam berkomunikasi seharusnya mencerminkan “aura kesantunan”. Data tuturan 2 merupakan bentuk tindak tutur direktif yang digunakan untuk mendorong mitra tutur melakukan sesuatu. Penutur menyuruh mitra tuturnya untuk tidak bertanya nama kedua adiknya bukan Bambang dan Endang dengan menggunakan deiksis persona orang kedua yang merujuk pada mitra tuturnya seperti yang terlihat dari unsur intralingual melalui pilihan kata “sampeyan”. Penggunaan kata “sampeyan” memiliki memperlihatkan bahwa kata “sampeyan” bernilai rasa jauh lebih sopan daripada kata “kowe”. Nilai rasa hormat diperkuat dengan unsur ekstralingual yang berupa konteks tuturan yang selalu menyertai tuturan dapat dilihat dari fenomena praanggapan bahwa Mas Paiman belum mengetahui nama Bambang Endang tidak boleh dimiliki sembarangan orang dan konteks situasi komunikasi yang berupa situasi percakapan yang santai sehingga membuat Pariyem nyaman untuk mengutarakan pendapatnya pada Mas Paiman tetapi tetap menempatkan posisi Mas Paiman lebih tua darinya sehingga ia tetap menggunakan kata “sampeyan” untuk menunjuk Mas Paiman. Oleh karena itu tuturan 2 dirasa santun karena sesuai dengan prinsip kesantunan menurut Pranowo 2009:23 yakni kata-kata yang digunakan dalam berkomunikasi seharusnya mencerminkan “aura kesantunan”. Dari data tuturan yang mengandung nilai rasa hormat di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai rasa hormat dapat muncul dalam penggunaan pilihan kata yang mencerminkan rasa hormat. Seperti yang terdapat dalam data tuturan 1 dan 2 menggunakan kata “mas” dan “sampeyan” hal ini juga mencerminkan kesantunan, sesuai dengan prinsip kesantunan berbahasa menurut Pranowo 2009 yakni menggunakan pilihan kata yang mencerminkan kesantunan.

4.2.2.1.2 Nilai Rasa Sopan

Nilai rasa sopan merupakan kadar rasa bahasa yang dinilai memiliki nilai sopan santun dalam setiap tuturan. Nilai rasa sopan yang terdapat dalam tuturan membuat tuturan terlihat lebih santun. 3. “PARIYEM, nama saya Lahir di Wonosari Gunung Kidul pulau Jawa Tapi kerja di kota pedalaman Ngayogyakarta Umur saya 25 tahun sekarang -tapi nuwun sewu tanggal lahir saya lupa Tapi saya ingat betul weton saya : wukunya kuningan di bawah lindungan bethara Indra Sumber data : Prosa Lirik Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag halaman 1, data tuturan NRPP 1 Konteks tuturan : Penutur dan mitra tutur terlibat dalam sebuah percakapan, tuturan diucapkan oleh Pariyem untuk memperkenalkan diri kepada Mas Paiman, mitra tuturnya. 4. “KANJENG Raden Tumenggung gelarnya Putra Wijaya nama timurnya Cokro Sentono nama dewasanya nDoro Kanjeng panggilannya prijagung Kraton Ngayogyakarta Priyayinya jangkung, tubuhnya gede Sumber data : Prosa Lirik Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag halaman 51, data tuturan NRPP 51 Konteks tuturan : Pariyem dan Mas Paiman terlibat dalam sebuah percakapan. Tuturan diucapkan oleh Pariyem untuk menanggapi

Dokumen yang terkait

Unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada ``Catatan Pinggir`` Majalah Tempo Edisi Januari - September 2013 sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 2 2

Unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa sebagai penanda kesantunan berkomunikasi pada top news di Metro TV bulan November-Desember 2014.

3 49 352

Penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada acara Sentilan Sentilun Metro TV periode Agustus dan September 2014 sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 1 391

Penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada dialog interaktif Indonesia Lawyers Club Tv One periode November 2014 sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 1 317

Penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada tuturan berita politik koran Kompas edisi September - Oktober 2014 sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 7 307

Penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada karikatur koran tempo edisi September - Desember 2014 sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 4 298

MAKNA SATUAN LINGUAL BERBAHASA JAWA DALAM PROSA LIRIK PENGAKUAN PARIYEM KARYA LINUS SURYADI AG.

0 0 1

IMPERATIF DALAM BAHASA INDONESIA : PENANDA-PENANDA KESANTUNAN LINGUISTIKNYA

0 0 8

Kesantunan Mahasiswa Dalam Berkomunikasi bahasa

0 0 6

B 02 Daya Bahasa dan Nilai Rasa Bahasa Sebagai Penanda Kesantunan Dalam Berkomunikasi

0 0 20