daya imajinasi 20 tuturan, daya retoris 4 tuturan, daya ancam 4 tuturan, daya paksa 3 tuturan, daya harap 3 tuturan, daya penolakan 1 tuturan, daya
tantangan 1 tuturan. Adapun nilai rasa yang terdapat dalam prosa lirik ini antara lain nilai rasa halus 5 tuturan, nilai rasa kasar 7 tuturan, nilai rasa sadar
diri 2 tuturan, nilai rasa takut-cemas 2 tuturan, nilai rasa yakin 13 tuturan, nilai rasa heran 5 tuturan, nilai rasa bersalah 5 tuturan, nilai rasa sedih 6
tuturan, nilai rasa bahagia 15 tuturan, nilai rasa marah 14 tuturan, nilai rasa menerima 5 tuturan, nilai rasa cinta 15 tuturan, nilai rasa pesimis 2 tuturan,
nilai rasa bebas 4 tuturan, nilai rasa benci 4 tuturan dan nilai rasa sakit 3 tuturan.
4.2 Analisis Data
Berikut peneliti sampaikan bagaimana penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa sebagai penanda
kesantunan dalam prosa lirik Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi.
4.2.1 Analisis Penggunaan Unsur Intralingual dan Ekstralingual dalam Daya Bahasa
Daya bahasa ialah kemampuan untuk menyampaikan pesan dalam berkomunikasi dengan orang lain. Daya bahasa merupakan efek perlokutif
dari penggunaan bahasa, berdaya tidaknya sebuah tuturan sangat ditentukan oleh terpengaruh tidaknya mitra tutur terhadap fungsi bahasa yang
digunakan oleh penutur. Secara terperinci, penggunaan unsur intralingual
dan ekstralingual yang digunakan untuk memunculkan daya bahasa dalam prosa lirik Pengakuan Pariyem akan dibahas sebagai berikut :
4.2.1.1 Daya Kabar
Daya kabar ialah bentuk penggunaan fungsi bahasa yang digunakan untuk memberitahukan mitra tuturnya mengenai sesuatu hal. Misalnya
untuk memberitahukan, mengungkapkan perasaan, menjelaskan ataupun mendukung sesuatu hal.
4.2.1.1.1 Daya Informatif
Daya informatif ialah bentuk pemakaian bahasa yang digunakan untuk memberitahukan atau menginformasikan sesuatu hal pada mitra tutur.
1. “PARIYEM, nama saya Lahir di Wonosari Gunung Kidul pulau Jawa
Tapi kerja di kota pedalaman Ngayogyakarta Umur saya 25 tahun sekarang
-tapi nuwun sewu tanggal lahir saya lupa Tapi saya ingat betul weton saya : wukunya kuningan
di bawah lindungan bethara Indra Sumber data : Prosa Lirik Pengakuan Pariyem
karya Linus Suryadi Ag halaman 1, data tuturan DBPP 1 Konteks tuturan : Penutur dan mitra tutur terlibat dalam sebuah
percakapan, tuturan diucapkan oleh Pariyem untuk memperkenalkan diri kepada Mas Paiman, mitra tuturnya.
2. Adapun kepercayaan saya : Mistik Jawa Tapi dalam kartu penduduk oleh pak Lurah dituliskan saya beragama
Katolik Memang saya pernah sinau di Sekolah Dasar Kanisius Wonosari
Gunung Kidul Tapi sebagaimana sinau saya tak tamat saya pun tak punya akar kokoh
beragama Memang saya dibaptis rama pastur Landa berambut pirang da tubuhnya
jangkung – van de Moutten namanya Jadi jelasnya, terang-terangan saja : kepercayaan saya Katolik mistik
alias Katolik Kejawen Sumber data : Prosa Lirik Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag halaman 11, data tuturan DBPP 11
Konteks tuturan : Pariyem dan mitra tutur terlibat dalam suatu percakapan. Tuturan tersebut diucapkan sebagai jawaban dari
pertanyaan Mas Paiman mitra tutur Pariyem mengenai agama yang dianutnya selama ini.
3. Kini memerawani putra sulungnya Raden Bagus Ario Atmojo namanya
saya ajar bermain asmara Sumber data : Prosa Lirik Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag halaman 32, data tuturan DBPP 32
Konteks tuturan : Penutur dan mitra tutur terlibat dalam sebuah percakapan. Tuturan ini diucapkan oleh Pariyem untuk pertanyaan
Mas Paiman mitra tuturnya mengenai apa yang dilakukan Pariyem terhadap putra majikannya.
4. Apalagi kalau saya goda: “Besok saja ah, besok saja saya sedang capek kok”
Tapi saya juga pasang gaya : melepas setagen berganti kain copot
kebaya ganti yang lain Sumber data : Prosa Lirik Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag halaman 38, data tuturan DBPP 38
Konteks tuturan : Tuturan diatas diucapkan oleh Pariyem. Tuturan ini diucapkan Pariyem untuk memberikan contoh pada Mas Paiman
tentang caranya menggoda Den Baguse saat ingin melakukan hubungan badan
5. “Bahkan, kakak perempuannya yang bahenol dan taberi sinau Dia mati bunuh diri minum Baygon karena diri merasa berlumur dosa
Sumber data : Prosa Lirik Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi Ag halaman 41, data tuturan DBPP 41
Konteks tuturan : Penutur dan mitra tutur terlibat dalam sebuah percakapan. Tuturan diucapkan oleh Pariyem untuk memberitahukan
Mas Paiman mitra tuturnya mengenai peristiwa tragis yang dilakukan oleh saudara kandung tetangga Pariyem.
Data tuturan 1 merupakan bentuk tindak tutur representatif yang berfungsi untuk memberitahukan sesuatu hal pada orang lain. Unsur
intralingual dalam tuturan tersebut berupa kalimat “PARIYEM, nama saya. Lahir di Wonosari Gunung Kidul pulau Jawa.”, “Tapi kerja di kota
pedalaman Ngayogyakarta.”, “Umur saya 25 tahun sekarang tapi nuwun sewu tanggal lahir saya lupa
” yang dipersepsi memunculkan daya informatif. Oleh karena itu, daya bahasa yang terkandung di dalam tuturan
1 ialah daya informatif karena yang diucapkan oleh Pariyem berfungsi
untuk memberitahukan identitas dirinya pada Mas Paiman Daya informatif diperkuat juga dengan unsur ekstralingual yang berupa konteks tuturan
yang selalu menyertai tuturan dapat dilihat dari fenomena praanggapan bahwa Mas Paiman tidak mengetahui identitas diri Pariyem dan konteks
situasi komunikasi yang berupa suasana percakapan yang santai, sehingga dalam suasana yang demikian Pariyem dapat bercerita secara detail
tentang dirinya kepada Mas Paiman. Data tuturan 1 dipandang sebagai tuturan yang santun karena menggunakan diksi yang memiliki “aura
kesantunan” Pranowo, 2009 yakni adanya penggunaan kata “nuwun sewu
”. Kata yang berasal dari bahasa Jawa ini memiliki pengertian mohon maaf, sehingga mitra tutur terkesan dihargai oleh penutur. Penggunaan
kata “nuwun sewu” diucapkan oleh Pariyem yang berjaga-jaga apabila tuturan yang dikatakannya diperkirakan dapat menyinggung mitra
tuturnya. Data tuturan 2 merupakan bentuk tindak tutur representatif yang
dipakai untuk memberitahukan sesuatu pada mitra tutur. Unsur intralingual dalam tuturan tersebut berupa kalimat “Jadi jelasnya, terang-terangan
saja : kepercayaan saya Katolik mistik alias Katolik Kejawen”. Unsur
intralingual tersebut digunakan oleh Pariyem untuk memberitahukan Mas Paiman bahwa ia memiliki keyakinan akan aliran Katolik Kejawen,
sehingga dapat dikatakan data tuturan 2 berdaya informatif. Daya informatif juga diperkuat dengan unsur ekstralingual tuturan yang berupa
konteks tuturan yang selalu menyertai tuturan dapat dilihat dari fenomena
praanggapan bahwa Mas Paiman tidak mengetahui kepercayaan yang dianut oleh Pariyem dan konteks situasi komunikasi yang berupa waktu
percakapan di sore hari menjelang malam, membuat Pariyem tidak ragu mengaku pada Mas Paiman karena waktunya yang longgar untuk bercerita.
Data tuturan 2 dipandang sebagai bentuk tuturan yang tidak santun, misalnya adanya ungkapan “Jadi jelasnya, terang-terangan saja”.
Penggunaan ungkapan ini melanggar prinsip kuantitas Grice, 1975 dalam Pranowo, 2009:34, yakni apa yang dikatakan cukup seperlunya saja tidak
perlu dilebih-lebihkan atau dikurangi. Seharusnya penutur tidak perlu menambahkan
kata “terang-terangan
saja ”
agar tidak
terkesan menyudutkan pihak tertentu.
Data tuturan 3 merupakan bentuk tindak tutur representatif. Penutur memberitahukan kepada mitra tuturnya tentang tindakan yang ia lakukan
pada Den Baguse yang dapat dilihat dari unsur intralingual berupa kalimat “Kini memerawani putra sulungnya” dan “Saya ajar bermain asmara”.
Penggunaan dua kalimat ini bermaksud memberitahukan Mas Paiman bahwa Pariyemlah yang merenggut keperjakaan dari putra majikannya
yakni Den Baguse Ario Atmojo, sehingga dapat dikatakan bahwa tuturan 3 mengandung daya informatif. Daya informatif diperkuat dengan unsur
ekstralingual yang berupa konteks tuturan yang selalu menyertai tuturan dapat dilihat dari fenomena praanggapan bahwa Mas Paiman tidak
mengetahui apa saja yang telah dilakukan Pariyem terhadap putra majikannya dan konteks situasi komunikasi yang berupa waktu percakapan