Tindak tutur KAJIAN PUSTAKA
1 Deiksis Persona Menurut Yule, deiksis persona dengan jelas menerapkan 3 pembagian dasar,
yaitu : a Kata ganti orang pertama, yaitu rujukan pembicara pada dirinya sendiri
saya, kami. b Kata ganti orang kedua, yaitu rujukan pembicara kepada seseorang atau
lebih kamu, anda. c Kata ganti orang ketiga, rujukan pembicara kepada orang atau benda yang
bukan pembicara ataupun pendengar dia, mereka. Dalam istilah deiksis, orang ketiga ialah orang yang bukan terkait secara langsung dalam
pembicaraan. Kategori deiksis penutur, kategori deiksis lawan tutur, dan kategori deiksis
lainnya diuraikan panjang lebar dengan tanda status sosial kekerabatan. Ungkapan-ungkapan yang menunjukkan status lebih tinggi dideskripsikan
sebagai honorifics
bentuk yang
digunakan untuk
mengungkapkan penghormatan.
2 Deiksis Tempat Deiksis tempat yaitu tempat hubungan antara orang dan bendanya ditunjukkan.
Misalnya : di sini, di situ , di sana Yule,2006:19. Sejalan dengan pendapat Yule, Nababan 1987:41, deiksis tempat yaitu pemberian bentuk pada lokasi
ruang dipandang dari lokasi orang atau pemeran dalam peristiwa bahasa itu. Deiksis tempat dibagi menjadi 3, yaitu :
a Yang dekat dengan pembicara, misalnya : di sini
b Yang bukan dekat dengan pembicara dan dekat dengan pendengar, misalnya: di situ
c Yang bukan dengan pembicara maupun pendengar, misalnya: di sana 3 Deiksis Waktu
Deiksis waktu adalah pemberian bentuk pada rentang waktu seperti yang dimaksudkan oleh penutur di dalam peristiwa bahasa. Dalam hal ini, deiksis
atau rujukan
waktu diungkapkan
dalam bentuk
“kala” tense
Nababan,1987:41. Contoh :
Pekan ini saya sedang berada di Yogyakarta.
Dulu saya pernah tinggal di rumah itu.
Semua pemahaman ungkapan deiksis waktu temporal sangat tergantung pada pemahaman seseorang tentang pengetahuan waktu tuturan yang relevan.
Waktu yang menunjukkan keadaan sekarang disebut dengan bentuk proksimal, sedangkan waktu yang lampau adalah bentuk distal Yule, 2006:22.
4 Deiksis sosial Deiksis sosial ialah rujukan yang dinyatakan berdasarkan perbedaan status
kemasyarakatan yang mempengaruhi peran pembicara dan pendengar. Dalam beberapa bahasa, perbedaan tingkat sosial di masyarakat antara pembicara dan
pendengar diwujudkan dalam sistem morfologi tertentu yang sering disebut dengan tingkatan bahasa. Misalnya dalam bahasa Jawa terdapat tingkatan
bahasa atau pembagian bahasa, penggunaan kata mangan-nedha-dhahar akan berbeda-beda walaupun memiliki kesamaan arti “makan”.
Aspek bahasa seperti ini disebut dengan kesopanan berbahasa atau etiket berbahasa. Sistem penggunaan bahasa seperti ini yang mendasari sopan santun
berbahasa atau honorifics. 5 Deiksis wacana
Deiksis wacana ini merujuk pada bagian-bagian tertentu yang terdapat dalam wacana yang telah ada atau yang sedang dikembangkan. Deiksis ini mencakup
anafora dan katafora. Bentuk yang digunakan untuk menyatakan deiksis ini ialah ini, itu berikut ini, begitulah, dan sebagainya. Ditinjau dari segi
referennya, deiksis terdiri dari : a Deiksis Eksofora
Deiksis eksofora adalah deiksis yang memiliki acuan atau referen di luar tuturan itu sendiri.
b Deiksis Endofora Deiksis endofora ialah deiksis yang memiliki acuan atau referen di dalam
tuturan itu sendiri. Deiksis ini dibagi menjadi dua, yaitu : Anafora : merujuk pada apa yang telah disebutkan sebelumnya.
Misalnya : Vina gemar bermain basket. Ia sering berlatih di lapangan basket sepulang sekolah.
Katafora : merujuk pada yang akan disebutkan. Misalnya: Syarat- syarat untuk mengambil dana bantuan ialah sebagai berikut :