Menjawab Kebutuhan Bantuan Hukum

III. Menjawab Kebutuhan Bantuan Hukum

Fakta di masyarakat menunjukkan adanya jurang kesenjangan yang dalam antara jumlah masyarakat miskin yang membutuhkan bantuan hukum dengan pemenuhannya. Hal ini mengakibatkan akses keadilan bagi masyarakat miskin dan marginal menjadi semakin menjauh. Hal ini disebabkan oleh: (i) Ketidakseimbangan antara jumlah advokat dengan

masyarakat pencari Keadilan. Masih kurangnya jumlah Advokat 17 Indonesia dibandingkan jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah

Garis Kemiskinan) di Indonesia menjadi ukuran perbandingan. Pada September 2011 saja jumlah penduduk miskin mencapai 29,89 juta orang 18 dari Jumlah penduduk Indonesia adalah 237.641.326 jiwa 19 . Sementara jumlah advokat hanya berkisar belasan ribu. Data kasus dari daerah khusus Ibukota DKI Jakarta bisa menjadi gambaran. Pada tahun 2011 jumlah Kasus masyarakat yang mengadu di LBH Jakarta sekitar 959 kasus dengan jumlah orang terbantu sekitar 9.895, yang ditangani oleh sekitar 14 orang. (ii). Penyebaran Advokat yang tidak merata. Konsentrasi ekonomi dan pembangunan di kota‐kota besar berdampak pula terhadap persebaran advokat. Sebagian besar advokat berada di kota besar sehingga akses masyarakat didaerah terhadap advokat menjadi terbatas. Dua kondisi diatas diperparah dengan trend komersialisasi Profesi Advokat. Walaupun dijuluki Officium Nobile, komersialisasi profesi advokat sejak proses pendidikannya, berimbas pada pilihan kasus‐ kasus yang akan ditangani. Tentu saja kemudian, kasus masyarakat miskin tidak menjadi prioritas. Hal ini dapat dilihat dari sedikitnya jumlah advokat yang menjalankan kewajiban

etiknya menangani kasus pro bono. 20 Data diatas baru jumlah masyarakat miskin yang belum termasuk didalamnya masyarakat marginal yang juga membutuhkan bantuan hukum.

Selain problematika jaminan pelaksanaan oleh advokat, pengaturan jaminan hak atas bantuan hukum pun masih menjadi masalah krusial. Sebagai contoh dalam beberapa pasal penting terkait hak atas bantuan Hukum diatur dalam Kitab Undang‐Undang Hukum

A cara Pidana (KUHAP) 21 , diantaranya :

Pasal 54 Guna Kepentingan Pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat

bantuan hukum dari seorang atau lebih penasehat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam undang ­undang ini.

Pasal 56 ayat (1) Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindakan

pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasehat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasehat hukum bagi mereka.

(2) Setiap penasehat hukum yang ditunjuk untuk bertindak sebagaimana dimaksud ayat (1), memberikan bantuannya dengan cuma­cuma.

Pasal 114 KUHAP Dalam hal seorang disangka melakukan suatu tindak pidana sebelum dimulainya

pemeriksaan oleh penyidik, penyidik wajib memberitahukan kepadanya tentang haknya untuk mendapatkan bantuan hukum atau bahwa ia dalam perkaranya wajib didampingi oleh penasehat hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 56.

Meskipun telah jelas diatur hak atas bantuan hukum terhadap tersangka diatas, pasal‐pasal diatas belum cukup memberikan jaminan pemenuhan hak atas bantuan hukum bagi masyarakat mengingat masih terdapat beberapa Kelemahan jaminan hak atas bantuan hukum itu sendiri dalam KUHAP baik dari sisi aturan maupun prakteknya. Dari sisi aturan diantaranya adalah : (i) Yang berhak atas bantuan hukum hanya seseorang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka atau terdakwa. Saksi yang sewaktu‐waktu bisa ditetapkan

sebagai tersangka maupun saksi korban seolah tidak berhak atas bantuan hukum. 22 (ii) Hanya tersangka atau terdakwa yang disangka atau didakwa melakukan tindakan pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasehat hukum sendiri yang berhak atas bantuan hukum. Bagaimana dengan tersangka yang ancaman hukumannya dibawah lima tahun. Apakah mereka tidak berhak atas bantuan hukum.

Dalam praktek pasal‐pasal yang mengatur jaminan hak atas bantuan hukum terhadap tersangka atau terdakwa tidak berjalan dan dipenuhi. (i) Kerap kali petugas kepolisian mempersulit ketika advokat hendak menemui tersangka. Ketentuan mengenai dapat menemui tersangka setiap waktu nyaris tidak ditemui implementasinya dilapangan. (ii) Aparat menghalangi tersangka atau terdakwa untuk diberitahu haknya dan menggunakan haknya didampingi penasehat hukum dengan membuat surat keterangan bahwa tersangka akan menghadapi proses hukumnya sendiri dan menakut‐nakuti tersangka dengan ancaman hukuman yang berat jika menggunakan jasa pengacara. (iii) Prakteknya Hak tersangka untuk dihubungi dan berbicara dengan pengacaranya pada setiap tingkat pemeriksaan dan setiap waktu untuk kepentingan pembelaan perkaranya terhambat oleh tindakan aparat yang melarang dengan berbagai alasan. (iv). Pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasehat hukum bagi mereka. Kewajiban pejabat yang berwenang ini seringkali dilanggar mengingat tidak adanya sanksi jika kewajiban dalam KUHAP tersebut dilanggar.