Kontribusi Feminist Jurisprudence/FLT terhadap hukum yang adil gender

3. Kontribusi Feminist Jurisprudence/FLT terhadap hukum yang adil gender

Feminist jurisprudence/FLT dapat digunakan sebagai alat analisa untuk melihat dampak dari konsep netralitas dan objektivitas hukum yang mengakibatkan ketidakdilan terhadap

perempuan. Dalam hal ini apakah telah terjadi harmonisasi hukum (law in book) dan dunia

empiric (law in action).

Bahwa paham yang dianut oleh aliran positivis, hukum dianggap sebagai potret relaitas social, sudah runtuh. Tidak hanya ditentang oleh para pemikir‐pemikir hukum kritis, namun juga oleh para pemikir hukum feminis. Pada faktanya berbagai ketentuan hukum yang ada saat ini adalah memarginalkan perempuan. Hukum dibuat dan dijalankan erat k aitann ya dengan relasi kuasa yang tidak setara antara perempuan dan laki‐laki.

Dalam mengkaji hukum, FLT menggunakan pendekatan berbagai aliran feminis. Konsep‐konsep yang diberikan oleh para ahli melalui aliran‐aliran tersebut menjadi salah satu alat kaji FLT untuk membongkar pemahaman hukum sebelumnya. Menurut Niken Savitri (2006: 43). antara lain oleh empat aliran utama feminis, yakni feminis liberal, feminis radikal, feminis kultural dan feminis post modern. Selain empat aliran besar tersebut FLT j uga dipengaruhi oleh Critical legal studies (CLS).

Hal ini dikarenakan bahwa feminisme bukanlah ideologi yang monolitik, sebagaimana yang dikatakan oleh Rosemarie Putnam Tong (2006:2) bahwa feminis tidak berfikiran sama, dan bahwa seperti semua modus berfikir yang dihargai oleh waktu, pemikiran feminis mempunyai masa lalu, masa kini dan masa depan.

Senada pula dengan yang disampaikan oleh Patria Smith yang dikutip oleh Niken Savitri (2006:55), teori‐teori hukum yang memiliki pendekatan feminis lebih relevan atau berkaitan dengan kondisi material dari hukum dibandingkan implikasi konseptualnya. Teori feminis bersifat konkrit dalam hal kecenderungannya pada permasalahan, dengan memberi perhatian pada kondisi material hukum dan konsekuensinya dalam kehidupan nyata m anusi a.

Artinya FLT/Feminist jurisprudence suatu teori hukum yang menukik sampai dasar. Namun perlu pula kita simak pendapat Sulistyowati Irianto, ber kut ini bahwa: i

Dalam telaah hukum kritis bahwa pada hakekatnya hukum adalah ”pedang bermata dua”. Di satu sisi hukum memang bisa digunakan sebagai acuan yang paling adil dan paling mengayomi. Namun di sisi lain hukum bisa digunakan sebagai ”alat” untuk mendefinisikan kekuasaan dan kepentingan, dan tentunya ada yang menjadi korban dari hukum yang tidak adil tersebut (2006: 29).

Situasi tersebutlah yang dihadapai oleh perempuan. Bahwa hukum seringkali dijadikan sebagai alat untuk mengopresi perempuan. Sebagai contoh adalah lahirnya UU Pornografi yang bertujuan mengontrol seksualitas perempuan atas dasar kepentingan dan kekuasaan. Pada kenyataannya materi pornografi tetap tak mampu dibendung. Kondisi ini Situasi tersebutlah yang dihadapai oleh perempuan. Bahwa hukum seringkali dijadikan sebagai alat untuk mengopresi perempuan. Sebagai contoh adalah lahirnya UU Pornografi yang bertujuan mengontrol seksualitas perempuan atas dasar kepentingan dan kekuasaan. Pada kenyataannya materi pornografi tetap tak mampu dibendung. Kondisi ini

hukum telah menjamin perempuan dalam memperoleh hak‐hak dasarnya sebagai manusia yang bermartabat? Apakah hukum telah menjamin perempuan untuk didengar suaranya dalam ruang‐ruang public pengambilan keputusan penting dalam bernegara dan bermasyarakat? Apakah hukum sudah melindungi perempuan dari kekerasan, kelaparan, kebodohan? Apakah hukum sudah menjamin perempuan untuk dapat mengekspresikan dirinya apa adanya dan mengontrol tubuhnya sendiri? (2006:30)

Faktanya tidak, hukum telah mendiskriminasikan perempuan, hukum telah membuat perempuan ada dalam keterpurukan, hukum telah membuat perempuan tidak mampu mengakses keadilan yang sesuai standart HAM. Masih banyak lagi ketidakadilan y ang dialami oleh perempuan yang disebabkan oleh hukum yang bias gender.