TENAGA AHLI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
12
| Modul Pelatihan Pratugas Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat
membuat keputusan secara langsung dan memilih lurah dengan mekanisme permusyaratan musyawarah. Basis ekonomi warga masyarakat yang relatif setara
memungkinkan proses permusyawaratan deliberation berjalan dengan baik tanpa dominasi orang-orang kaya. Rembug Desa juga punya dua kelemahan. Pertama, proses
deliberasi cenderung didominasi oleh para tetua Desa, yang kurang mengakomodasi warga yang muda usia. Dengan kata lain, ketergantungan warga masyarakat terhadap
tetua Desa sangat tinggi. Kedua, rembug Desa merupakan wadah kepala keluarga yang kesemuanya kaum laki-laki, sehingga tidak mengakomodasi aspirasi kaum perempuan.
Seperti pengalaman demokrasi langsung di Yunani Kuno, tata cara pemerintahan dan pengelolaan publik di Desa konon menempatkan kaum perempuan sebagai warga
kelas dua yang hanya bekerja di sektor domestik.
Pada dasarnya semua hal dalam Desa dikelola dengan mekanisme publik. Setiap warga Desa mempunyai hak menyentuh, membicarakan bahkan memiliki setiap barang
maupun proses penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Desa tidak boleh secara kosmologis dikungkung sebagai institusi parokhial agama mupun kekerabatan
maupun institusi asli adat, tetapi juga harus berkembang maju sebagai institusi dan arena publik. Sebagai contoh, meskipun ada Desa adat mempunyai karakter monarkhi,
tetapi dia juga harus menjalakan spirit dan institusi republik seperti fungsi permusyawaratan, musyawarah Desa, mengelola barang-barang publik dan melakukan
pelayanan publik. Sebagai republik, Desa tidak hanya membicarakan dan mengelola isu-isu agama, kekerabatan dan adat, melainkan juga mengurus isu-isu publik seperti
sanitasi, air bersih, kesehatan, pendidikan, lingkungan dan lain-lain.
Pendamping Desa memiliki peran kunci dalam pemberdayaan masyarakat Desa, termasuk terlibat dalam upaya demokratisasi Desa. Demokratisasi Desa merupakan
bagian tugas penting yang harus dilakukan seorang pendamping Desa. Sebab, demokrasi merupakan penyeimbang dan pelengkap asas rekognisi dan subsiadiaritas,
mengukuhkan kekuasaan berada di tangan rakyat. Melalui demokrasi, rekognisi dan subsidiaritas, Desa diharapkan mampu berkembang secara dinamis sehingga mampu
memperkuat kapasitasnya sebagai kesatuan masyarakat hukum self-governing community
. Bukan perkara mudah untuk mendorong dan mengawal upaya demokratisasi Desa. Untuk itu, ada beberapa hal yang semestinya diketahui
pendamping Desa sebelum melaksanakan tugas tersebut.
B. Prespektif Demokrasi Desa
Demokrasi bukan sesuatu yang given dan final, tetapi ada perdebatan beragam cara pandang, untuk mencari format demokrasi yang tepat, termasuk demokrasi yang tepat
di ranah desa. Ada tiga cara pandang aliran demokrasi yang perlu dikemukakan di sini, yang tentu relevan dengan pencarian model demokrasi desa yang tepat. Ketiga
aliran itu adalah demokrasi liberal, demokrasi radikal dan demokrasi komunitarian.
TENAGA AHLI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi | 13
Tabel Tiga Aliran Demokrasi
Item Liberal
Radikal Komunitarian
Sumber Tradisi liberal ala Barat
Kiri baru Komunitarianisme
masyarakat lokal Basis
Individualisme Radikalisme
Kolektivisme Semangat Kebebasan individu
Kewargaan Kebersamaan secara
kolektif Orientasi
Membatasi kekuasaan, melubangi negara
hollowing out the state ,
menjamin hak-hak individu
Memperkuat kewargaan dan
kedaulatan rakyat Kebaikan bersama,
masyarakat yang baik.
Wadah Lembaga perwakilan,
partai politik dan pemilihan umum
Organisasi warga, majelis rakyat
Komunitas, commune, rapat desa, rembug desa,
musyawarah desa, forum warga, asosiasi sosial,
paguyuban, dll
Metode Pemilihan secara
kompetitif Partisipasi langsung,
musyawarah Musyawarah
Model Demokrasi representatif
perwakilan Demokrasi
partisipatoris Demokrasi deliberatif
Demokrasi deliberatif permusyawaratan
C. Demokrasi Lokal
Demokrasi Desa merupakan bingkai pembaharuan terhadap tata Pemerintahan Desa atau hubungan antara Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa, BPD dan
elemen-elemen masyarakat Desa lainnya. Selanjutnya bagaimana meletakkan Desa dalam konteks demokrasi lokal? Seperti apa formulanya? Bagaimana membuat
demokrasi bisa bekerja di Desa. Dalam memahami demokrasi di tingkat lokal ini, kita tidak boleh terjebak pada seremonial, prosedur dan lembaga yang tampak di
permukaan. Prosedur dan lembaga memang sangat penting, tetapi tidak mencukupi. Yang lebih penting dalam demokrasi adalah proses dan hubungan antara elemen yang
ada di masyarakat secara substantif. Pemilihan Kepala Desa juga penting tetapi yang lebih penting dalam proses politik sehari-hari yang melibatkan bagaimana hubungan
antara Pemerintah Desa, BPD, Lembaga Kemasyarakatan Desa dan masyarakat. Seanjutnya bagaimana pengmabilan keputusan yang dibangun di atas dasar
kedaulatan masyarakat, pemeliharaan terhadap ketahanan sosial, kepentingan bersama dan keberpihakan kepada masyarakat miskin, kelompok marjinal dan minoritas.
D. Demokrasi Desa
Nilai penting demokratisasi Desa dilatarbelakangi oleh dua hal. Pertama, dalam arena Desa, demokrasi merupakan upaya pendefinisian ulang hubungan antara masyarakat
Desa dengan elit atau penyelenggara Pemerintahan Desa Kades beserta perangkat dan
TENAGA AHLI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
14
| Modul Pelatihan Pratugas Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat
BPD. Melalui demokrasi, di Desa pun berlaku definisi umum kekuasaan, yakni kekuasaan berasal dan berada di tangan rakyat. Dengan berpijak pada definisi tersebut
berarti bahwa masyarakat atau warga Desa adalah pemilik sejati dari kekuasaan Desa, bukan elit atau penyelenggara Pemerintahan Desa. Penyelenggara Pemerintahan Desa
adalah sekedar pelaksana kekuasaan rakyat Desa, bukan pemilik kekuasaan atau apalagi pemilik Desa.
Kedua , kemajuan yang ditandai oleh UU Desa dalam memandang kedudukan
Desa. Salah satu bagian terpenting dalam UU Desa adalah pengakuan Negara terhadap hak asal-usul Desa disebut asas rekognisi dan penetapan kewenangan berskala lokal
dan pengambilan keputusan secara lokal untuk kepentingan masyarakat Desa disebut asas subsidiaritas. Dengan dua asas tersebut, Desa memiliki kewenangan yang sangat
besar untuk mengurus dirinya sendiri.
Dipandang dari sudut kepentingan masyarakat Desa, rekognisi dan subsidiaritas memberi peluang bagi Desa untuk mewujudkan kehendak bersama dalam semangat
Desa membangun. Desa tampil sebagai subyek yang merencanakan dan menyusun prioritas pembangunannya sendiri, terlepas dari instruksi atau dikte Pemerintah
ataupun Pemerintah Daerah. Sementara di sisi lain, hanya dengan rekognisi dan subsidiaritas, watak feodal dan elitisme penyelenggara Pemerintahan Desa berpeluang
untuk muncul kembali Sutoro Eko, dkk., 2014. Dalam konteks itulah, demokrasi dibutuhkan untuk mengembangkan modal sosial masyarakat Desa dalam berhadapan
dan mengelola kekuasaan Desa. Melalui demokrasi pula, dapat diharapkan tumbuhnya kesadaran dalam masyarakat Desa akan posisinya sebagai sumber serta pemilik
kekuasaan yang sejati.
Rekognisi dan subsidiaritas sebagai asas pengaturan Desa membawa implikasi pada desain demokrasi yang dikembangkan di Desa. Demokrasi Desa memiliki titik
tekan dan nuansa tersendiri yang tidak dapat disamarupakan dengan demokrasi di tingkat nasional. Hak asal-usul, pola sosio budaya Desa, karakteristik masyarakat Desa,
dan kenyataan sosiologis masyarakat Desa menuntut adaptasi dari sistem modern apapun apabila ingin berjalan di Desa, tidak terkecuali demokrasi.
E. Desa sebagai Arena Demokrasi