2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konservasi Sumberdaya Pesisir dan Lautan
Konservasi adalah upaya manusia untuk melindungi dan melestarikan sumberdaya alam. Definisi lain dari konservasi adalah suatu upaya atau tindakan
untuk menjaga keberadaan sesuatu secara terus menerus berkesinambungan baik mutu maupun jumlah. Dalam UU No.5 Tahun 1990 tentang konservasi
sumberdaya hayati dan ekosistemnya menyatakan undang-undang ini mengatur semua aspek yang berkaitan dengan konservasi baik ruang maupun sumberdaya
alamnya sebagaimana ditegaskan dalam tujuan undang-undang yaitu 1 untuk mengatur perlindungan sistem penyangga kehidupan, 2 sebagai pengawetan
keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, 3 pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam dan ekosistem untuk menjamin pemanfaatannya
bagi kesejahteraan masyarakat dalam peningkatan mutu kehidupan manusia. Inti dari pengertian konservasi menurut UU No.5 tahun 1990 adalah pengelolaan
sumberdaya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan
meningkatakan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Konservasi sumberdaya pesisir merupakan implementasi pengelolaan
ekosistem sumberdaya pesisir terhadap kerusakan akibat aktivitas manusia. Pemanfaatan sumberdaya alam pada lingkungan pesisir diatur melalui zona-zona
yang ditetapkan untuk mengakomodir aktivitas yang bersifat konservatif maupun destruktif untuk menjamin pelestarian sumberdaya pesisir Supriharyono 2009.
Konservasi sumberdaya pesisir dan laut merupakan metode dalam melindungi sumberdaya baik ekosistem maupun spesies. Perlindungan ekosistem
dititikberatkan pada tiga ekosistem utama pesisir seperti ekosistem mangrove, ekosistem lamun dan ekosistem terumbu karang. Selain ekosistem, konservasi
diarahkan untuk melindungi biota dengan nilai khusus dan berperan dalam sistem ekologis seperti rantai makanan dan jaring makanan, memiliki jumlah populasi
yang terbatas dan terancam punah seperti kelompok mamalia laut yaitu paus, lumba-lumba, dugong, kelompok reptil yaitu penyu, kelompok aves seperti
burung laut dan hewan lainnya.
2.2 Konservasi Populasi
Upaya konservasi bertujuan melindungi spesies dengan jumlah individu sedikit dan beresiko terancam punah. Upaya konservasi tersebut diarahkan pada
peningkatan individu baru dalam memberi kontribusi populasi spesies di alam. Populasi baru dari spesies langka dan terancam punah dapat dibentuk di alam
dengan menggunakan individu hasil penangkaran maupun yang berasal dari alam. Untuk mengetahui status populasi konservasi suatu spesies langka perlu dilakukan
upaya sensus lapangan dan secara kontinue memantau peningkatan ataupun penurunan dari spesies tersebut. Untuk memperkirakan ukuran populasi,
diterapkan metode sensus dengan mendata semua individu yang ada.
2.3 Pengelolaan Kawasan Konservasi Pesisir dan Lautan
Sembilan implementasi program pengelolaan konservasi keanekaragaman hayati pesisir dan laut adalah pengelolaan kawasan konservasi. Tujuan utama
pengelolaan kawasan pesisir dan laut adalah melindungi ekosistem, populasi dan beragam spesies yang mengalami ancaman dan rentan terhadap kepunahan serta
menjaga agar sumberdaya tersebut memberikan manfaat bagi kebutuhan manusia dan biosfer. Bentuk implementasi dalam perlindungan terhadap keanekaragaman
hayati di Indonesia adalah terdapat 76 kawasan konservasi dengan total luasan 13.5 mil yang terdiri dari kawasan konservasi laut daerah, suaka laut, taman laut
dan taman nasional. Sebagian besar kawasan konservasi laut di Indonesia adalah ekosistem terumbu karang yang berasosiasi dengan ekosistem lamun dan
ekosistem mangrove. Sejak 1985 pemerintah Indonesia berupaya membangun kawasan konservasi laut yang dikembangkan dengan ektensif namun kualitas dan
integritas masih jauh dari status kelayak dan mengalami penurunan dari waktu ke waktu. Masalah mendasar dalam penurunan pengelolaan kawasan konservasi laut
adalah 1 batas hukum kawasan konservasi 2 perusakan habitat 30 penangkapan berlebih terhadap sumberdaya hayati 4 polusi dan sedimentasi 5
kurangnya fasilitas dan infrastruktur 6 lemahnya keikutsertaan dan kesadaran masyarakat lokal, 7 rendahnya kemampuan sumberdaya manusia lokal dan
kesadaran masyarakat lokal dan 8 lemahnya komitmen politik. Menyikapi permasalahan tersebut, Dahuri 2000 menyarankan enam program strategis yaitu
:
1. Keaktifan dan peran masyarakat lokal di kawasan konservasi,
2. Perlindungan dan kontrol di daerah zona inti dengan pembangunan lampu
suar, pemasangan pelampung serta peningkatan pengawasan dan penegakan hukum,
3. Pengelolaan yang berpusat pada satu instansi dimana pemberian wewenang
kepada satu pengelola dengan mengakomodir semua kepentingan, 4.
Peningkatan pendidikan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya kawasan konservasi,
5. Pengembangan mata pencaharian alternatif bagi masyarakat pesisir,
6. Pengembangan program penelitian dan monitoring serta sistem informasi
bagi pengelolaan kawasan konservasi. Mengacu pada enam program strategis tersebut dalam rangka pengelolaan
kawasan konservasi, re-evaluasi atau kondisi kawasan konservasi harus dilakukan dengan pertimbangkan 1 tujuan, alasan pengelolaan dan arah pengembangan
kawasan konservasi dimasa mendatang; 2 identifikasi sistem penunjang dan kelengkapannya; 3 prosedur berdasarkan identifikasi kemungkinan penambahan
kawasan untuk memenuhi tujuan nasional; 4 rencana aksi untuk mencapai tujuan pengelolaan keanekaragaman hayati laut.
Pengembangan program konservasi membutuhkan pola inovatif, dimana pola tersebut merupakan cara pemanfaatan yang mempertimbangkan aspek
keberlanjutan untuk kemanjuan pengembangan jangka pendek maupun jangka panjang. Mengubah kawasan konservasi dengan alasan desakan kebutuhan
ekonomi harus dicegah karena kawasan konservasi menjamin kelestarian plasma nutfa bagi kepentingan generasi kedepan Dahuri 2000.
2.4 Deskripsi Penyu Belimbing 2.4.1 Klasifikasi