Tangkapan dan Konsumsi Daging

Penangkapan penyu belimbing terjadi seiring dengan konsumsi daging oleh masyarakat disekitar pesisir utara Papua. Hasil menunjukkan bahwa tingginya konsumsi daging terjadi di kampung Bremi yaitu 16,4 kg, Sarray sebanyak 12,99 kg, Waybeam dan Wau_Weyaf sebanyak 4,2 kg dan 4,12 kg, Sausapor dan Saubeba sebanyak 3,74 kg dan 3,37 kg. Secara jelas konsumsi daging ditampilkan pada Gambar 46. Gambar 46 menunjukkan laju konsumsi daging oleh masyarakat masih didominasi oleh masyarakat kampung Sarray dan Bremi. Tingginya laju konsumsi daging oleh masyarakat pada kedua kampung ini disebabkan kebiasaan yang dilakukan secara turun temurun dan untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi. Rendahnya pendapatan ekonomi menyebabkan ketergantungan terhadap semua sumberdaya yang berujung pada peningkatan laju pemanfaatan seiring dengan peningkatan kebutuhan hidup. Gambar 47 menjelaskan pola pemanfaatan terhadap individu dewasa berdasarkan jumlah tangkapan penyu dan konsumsi daging terhadap populasi penyu belimbing di Jamursba Medi dan Wermon. Terlihat bahwa laju tangkapan penyu terbanyak dilakukan oleh masyarakat Bremi dan Saray dengan rata-rata tangkapan 9,05 ekormusim, dibandingkan dengan SausaporSaubeba 2.01 ekormusim dan Wau_WeyafWaybeam sebanyak 2,1 ekormusim. Kondisi ini sejalan dengan rata-rata konsumsi daging oleh masyarakat Bremi dan Sarray yaitu Gambar 46. Estimasi konsumsi daging KgKKkampungmusim 14,7 kgmusim diikuti Wau_WeyafWaybeam yaitu 7,3 kgmusim dan SausaporSaubeba yaitu 3,6 kgmusim. Tingginya laju tangkapan dan konsumsi daging oleh masyarakat lokal mengindikasikan ketergantungan terhadap sumberdaya sangat besar. Ketergantungan terhadap sumberdaya terlihat dari pola pemanfaatan dengan frekuensi tinggi tanpa mempertimbangkan keberlanjutan sumberdaya tersebut. Rendahnya pendapatan ekonomi dan minimnya pilihan matapencaharian alternatif menyebabkan pemanfaatan sumberdaya penyu belimbing menjadi pilihan terbaik dalam pemenuhan kebutuhan makan dan ekonomi. Kondisi ini menggambarkan rendahnya taraf ekonomi masyarakat di pesisir Abun. Kondisi diperparah dengan lemahnya peran pemerintah terhadap peningkatan ekonomi masyarakat dan pengawasan perlindungan penyu. Apabila pemerintah mengoptimalkan perbaikan ekonomi masyarakat dengan memberikan matapencaharian alternatif maka akan terjadi pengalihan aktivitas, sehingga masyarakat tidak bergantung kepada penangkapan penyu tetapi lebih terfokus pada alternatif kegiatan yang ditawarkan. Solusi ini semestinya menjadi catatan penting bagi pemerintah dalam mengelola sumberdaya dimana masyarakat menjadi prioritas utama. dfdfcv Penangkapan Penyu : 2,905ekorKKMusim Konsumsi telur : 3,75kgKKMusim Penangkapan Penyu : 1,12ekorKKMusim Konsumsi daging : 3,37kgKKMusim Penangkapan Penyu : 2,3SarangKKMusim Konsumsi telur : 4,2kgKKMusim Penangkapan penyu : 1,37ekorKKMusim Konsumsi daging: 4,12kgKKMusim Penangkapan Penyu : 8,7ekorKKMusim Konsumsi daging: 12,99kgKKMusim Penangkapan Penyu : 10,45ekorKKMusim Konsumsi daging : 16,45kgKKMusim Gambar 47. Estimasi kerentanan populasi individu dewasa berdasarkan penangkapan dan konsumsi daging penyu belimbing oleh masyarakat di pesisir utara Kabupaten Tambrauw. 1 4 Keseluruhan pemanfaatan sumberdaya penyu belimbing yang terjadi didalam KKLD Abun maupun diluar KKLD ditampilkan pada Tabel 35 dan Gambar 48. Tabel 35. Estimasi pemanfaatan sumberdaya penyu belimbing oleh masyarakat di pesisir utara Kepala Burung Pengambilan telur sarangKKpant aimusim Konsumsi Telur butirKKkam pungmusim Tangkapan masyarakat ekorKKka mpungmusi m Konsumsi daging kgKKkamp ungmusim Jamurba Medi Sausapor Saubeba 1.26 646.88 0.67 0.59 Wermon Wau_Weyaf Waybeam 1.22 717.38 0.62 0.69 Luar KKLD SarrayBremi 1.37 770.33 3.20 7.36 Sumber : Data primer 2012 Hasil menunjukkan bahwa pemanfaatan sumberdaya Penyu Belimbing masih didominasi oleh masyarakat diluar KKLD Abun. Dominasi pemanfaatan ini berkaitan dengan keleluasaan memanfaatkan tanpa batasan dan larangan. Keleluasaan pemanfaatan berdampak pada peningkatan frekuensi terhadap sumberdaya Penyu Belimbing baik telur maupun individu dewasa. Pemanfaatan sumberdaya penyu juga terjadi dalam KKLD Abun meskipun dengan nilai yang lebih rendah. Rendahnya nilai pemanfaatan ini dikarenakan status pantai Jamursba Medi dan Wermon sebagai kawasan konservasi menyebabkan adanya larangan pemanfaatan meskipun, ada beberapa masyarakat yang tetap memanfaatkan. Ekploitasi sumberdaya Penyu Belimbing secara nyata berdampak pada penurunan populasi di pantai Jamursba Medi dan Wermon yang merupakan penyuplai populasi terbesar di Pasifik Barat. Sebagaimana diketahui, bahwa saat ini jumlah populasi Penyu Belimbing yang tersedia dialam hanya 2.300 penyu betina dewasa. Jumlah ini terbilang sangat rendah dan berpeluang mengalami kepunahan apabila terjadi peningkatan jumlah tangkapan. Oleh sebab itu, perlu adanya pengawasan yang dilakukan secara kontinue untuk meminimalkan laju pemanfaatan dengan pengalihan aktivitas serta pilihan matapencaharian alternatif guna meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat setempat. Gambar Hasil penangkapan dan kosumsi daging oleh masyarakat di pesisir utara Kabupaten Tambrauw Pengambilan telur : 1,26 sarangKKpantaimusim Konsumsi telur : 646,88 butirKKpantaimusim Penangkapan : 0,67 ekorKKkampungmusim Konsumsi daging : 0,59 kgKKkampungmusim Pengambilan telur : 1,26 sarangKKpantaimusim Konsumsi telur : 717,38 butirKKpantaimusim Penangkapan : 0,62 ekorKKkampungmusim Konsumsi daging : 0,69 kgKKkampungmusim Pengambilan telur : 1,37 sarangKKpantaimusim Konsumsi telur : 770,38 butirKKpantaimusim Penangkapan : 3,20 ekorKKkampungmusim Konsumsi daging : 7,36 kgKKkampungmusim Gambar 48. Estimasi kerentanan populasi penyu belimbing akibat pemanfaatan penyu belimbing oleh masyarakat di pesisir utara Kabupaten Tambrauw. 1 4 3 Eksploitas terhadap sumberdaya penyu belimbing menggambarkan keterkaitan ekologi dan sosial secara tidak langsung Keterkaitan tersebut tergambar dari fungsi ekologis penyu belimbing sebagai penyeimbang populasi ubur-ubur laut yang merupakan predator jurvenil ikan zooplankton sehingga mempengaruhi sistem ekologis dimana menurunkan produksi perikanan. Penurunan produksi perikanan diketahui akan mempengaruhi ketersediaan stok perikanan dan pola konsumsi manusia terhada sumberdaya ikan. Berdasarkan penjelasan ini terlihat adanya keterkaitan hubungan dan ketergantungan antara sistem ekologi dan sosial, dimana apabila terjadi perubahan pada sistem ekologis maka akan mempengaruhi sistem sosial, dan sebaliknya seperti pada Gambar 49. Populasi Penyu Belimbing Telur Penyu Belimbing Tukik Penyu Belimbing Ubur ubur family Scypozoa Ikan Hiu Burung Elang Babi hutan Biawak Anjing - Manusia Masyarakat pesisir utara Papua Masyarakat Kei Maluku Tangkapan sampingan Pemanfaatan langsung Pemanfaatan tak langsung - - - - + - - - Juvenil ikan Zooplankton Produksi perikanan - - - + + + - - - - Alat tangkap tidak selektif - - Gambar 49. Sistem ekologi sosial penyu belimbing di Abun tulisan berwarna biru : populasi penyu belimbing. Kotak : faktor alami dan bukan kotak : faktor antropogenik Gambar 49 menjelaskan populasi penyu belimbing yang terdiri dari telur, tukik dan penyu dewasa. Telur penyu menjadi mangsa bagi beberapa jenis hewan karnivora seperti Babi hutan, Biawak dan Anjing. Tukik menjadi mangsa bagi burung Elang dan ikan Hiu. Sementara penyu dewasa memiliki peran vital karena berfungsi sebagai penyeimbang populasi ubur-ubur. Peran ini memberikan nilai positif terhadap peningkatan produksi perikanan secara alami. Selanjutnya predator utama populasi penyu belimbing adalah manusia melalui dua pola pemanfaatan yaitu pemanfaatan langsung dan tidak langsung. Masyarakat yang melakukan pemanfaatan langsung terindikasi pada masyarakat di KKLD Abun dan Kei Maluku. Sementara pemanfaatan tidak langsung merujuk pada aktivitas perikanan skala besar. Berdasarkan fakta ini diketahui bahwa manusia memberikan tekanan akibat dari eksploitasi yang berdampak pada penurunan populasi baik individu baru maupun individu dewasa dan secara langsung menjadi penyebab terganggunya sistem ekologis dialam.

5.4.3.3 Tangkapan Sampingan

Tangkapan sampingan adalah tertangkap atau terjaringnya spesies bukan target dari suatu aktivitas perikanan seperti perikanan udang, tuna dan perikanan lainnya. Hasil wawancara nelayan pada kapal penangkap ikan dengan alat tangkap jaring insang dan jaring dasar dengan ukuran mata jaring 3 - 4 inchi pada kapasitas 4 - 5 GT menyatakan rata-rata jumlah penyu belimbing yang terjaring adalah 2 ekor per tahun, tetapi pada waktu tertentu penyu tidak terjaring sama sekali. Selanjutnya kapal udang dengan ukuran 290 GT yang menggunakan alat tangkap trawl menunjukkan tangkapan sampingan penyu lebih sedikit sekitar 2 ekortrip. Sedikitnya jumlah penyu belimbing yang tertangkap dengan trawl dikarena telah terpasang Turtle Teds sehingga beberapa spesies non target tidak terjaring. Peningkatan jumlah armada perikanan di Sorong memberikan peluang terhadap aktivitas pemanfaatan sekitar perairan Sorong, Rajaampat, perairan Sorong Selatan. Tingginya aktivitas perikanan dipesisir Sorong yang merupakan jalur migrasi Penyu Belimbing selama masa internesting memberikan peluang adanya tangkapan sampingan. Wiadnyana et al. 2006 menyatakan bahwa banyak armada perikanan disekitar lokasi peneluran berpeluang terjadinya tangkapan sampingan. Sebagai contoh Bali dengan armada perikanan terbanyak setelah Jawa menunjukkan tangkapan sampingan ± 1 ekor penyu, bahkan bisa mencapai 29 ekortripkapal. Hasil ini diperkirakan meningkat seiring dengan peningkatan armada dan aktivitas tangkapan. Lebih lanjut diestimasi dalam satu tahun asumsi sedikitnya 6 trip bisa mencapai 4920 - 4980 ekor. Kondisi ini ditakutkan akan terjadi diperairan sekitar pantai peneluran Jamursba Medi mengingat jumlah armada perikanan yang semakin meningkat. Hasil penelitian menunjukkan kapal yang teridentifikasi dalam kawasan konservasi laut Abun adalah kapal dengan ukuran 3-5 GT , berjumlah 2-4 kapal, dengan alat tangkap yang digunakan adalah jaring benang. Waktu operasi kapal ini tidak menentu dan sangat bergantung kepada kondisi lingkungan laut. Kondisi lingkungan laut KKLD Abun merupakan perairan yang berhadapan dengan samudra Pasifik sehingga selalu bergelombang menyebabkan beberapa perahu nelayan tidak melakukan penangkapan. Rendahnya aktivitas penangkapan dipesisir KKLD Abun menunjukkan rendahnya jumlah Belimbing yang tertangkap didalam KKLD. Pengaruh dari luar KKLD justru menjadi ancaman penurunan populasi Penyu Belimbing di Jamursba Medi dan Wermon, salah satunya adalah ancaman aktivitas perikanan tuna. Zainudin et al. 2006 menunjukkan hasil observasi periode Mei - Desember 2006 dengan mengikuti operasi kapal rawai tuna yang berpangkalan di Bali, pelabuhan Ratu dan Bitung Sulawesih Utara. Dari observasi tersebut diperoleh sebanyak 10 kapal melakukan 559 kali setting alat tangkap dengan menebar 832.208 pancing. Dari aktivitas tersebut, diketahui 85 penyu tertangkap sebagai tangkapan sampingan, 3 mamalia laut, 2 burung laut dan 507 hiu. Dari tiga armana, kapal rawai tuna yang berpangkalan di Bitung memperoleh hasil tangkapan sampingan penyu terbanyak. Tingginya tangkapan sampingan dari kapal rawai tuna Bitung disebabkan daerah penangkapan tuna berada di Samudra Pasifik berdekatan dengan pantai peneluran Gambar 49. Selain itu, kapal rawai tuna Bitung yang menggunakan metode setting dangkal diperkirakan menjadi penyebab tingginya tangkapan sampingan karena adanya interaksi dengan daerah renang penyu.