Responden Pengambil Telur Keadaan Sosial Antropogenik .1 Analisis Responden
Pengambilan telur penyu belimbing telah dilakukan sejak lama 10-15 tahun terakhir dan aktivitas ini menjadi kebiasaan yang dilakukan secara turun
temurun oleh masyarakat yang berdekatan dengan pantai peneluran. Dari 41 responden pengambil telur, berdasarkan tingkat pendidikan diketahui 17 orang
responden diantaranya tamatan SD, 9 orang tamatan SMP, 12 orang tamatan SMA dan 3 orang tamatan D2. Usia responden terlihat bahwa 16 responden berusia 20-
35 tahun, 14 responden berusia 36-50 tahun, 9 responden berusia 51-65 tahun dan 65 tahun sebanyak 2 responden. Responden kelompok pendidikan pada tingkat
SD sampai Perguruan tinggi mendominasi untuk pengambilan sarang telur pada frekuensi 1-2 dan 3-4 sarang. Pada frekuensi pengambilan 1-2 sarang pada tingkat
SD sebanyak 11 responden, diikuti SMA sebanyak 8 responden, SMP sebanyak 7 responden dan terendah pada tingkat perguruan tinggi sebanyak 2 responden.
Selanjutnya untuk frekuensi 3-4 sarang terlihat bahwa responden yang berpendidikan SD masih mendominasi sebanyak 6 responden, SMA sebanyak 4
responden, SMP sebanyak 2 responden dan Perguruan tinggi sebanyak 1 responden. Responden kelompok usia menunjukkan usia 20-35 tahun
mendominasi frekuensi Pengambilan telur 1-2 sarang sebanyak 10 responden, 36-50 tahun
sebanyak 9 responden, 51-65 tahun sebanyak 5 responden dan 65 tahun sebanyak 2 responden. Selanjutnya untuk frekuensi 3-4 sarang juga didominasi
oleh usia 20-35 tahun sebanyak 6 responden, 30-50 tahun sebanyak 5 responden dan 51-65 tahun sebanyak 4 responden.
Gambar 26. Laju pengambilan telur berdasarkan tingkat pendidikan dan usia responden. Kelompok pendidikan
1SD, 2SMP, 3SMA, 4PT.
Kelompok usia
120-35, 236-50,351-65, 465. Frekuensi 11-2 sarang, 23-4sarang,35-6 sarang,47sarang
y = 0.0696x + 1.1905 R² = 0.0255
0.5 1
1.5 2
2.5
1 2
3 4
5
Fr e
k ue
ns i
P e
ng a
m bi
la n
T e
lur
s a
r a
ng
Kelompok Pendidikan
KP Linear KP
y = -0.0174x + 1.3991 R² = 0.0012
0.5 1
1.5 2
2.5
1 2
3 4
5
Fr e
k u
e n
s i
P e
n g
a m
b il
a n
T e
lu r
S a
r a
n g
Kelompok Usia
KU Linear KU
Gambar 26 terlihat dua trend atau kecenderungan berbeda antara kelompok pendidikan dan kelompok usia. Kelompok pendidikan menggambarkan
kecenderungan peningkatan pada frekuensi pengambilan telur yang terindikasi berdasarkan garis trend regresi. Adanya peningkatan kecenderungan pengambilan
telur sejalan dengan tingginya pendidikan masyarakat menjelaskan bahwa tingkat pendidikan masyarakat tidak memberikan perubahan perilaku masyarakat untuk
tidak memanfaatkan telur. Kondisi ini disebabkan karena pengambilan telur merupakan kebiasaan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan hidup,
sehingga setinggi apapun tingkat pendidikan masyarakat tidak mempengaruhi pola pikir masyarakat dalam memanfaatakan sumberdaya.
Kelompok usia menunjukkan adanya kecenderungan penurunan dimana semakin tua usia maka semakin rendah frekuensi pengambilan telur yang
terindikasi berdasarkan garis trend regresi. Adanya penurunan pengambilan telur sejalan dengan usia dimana semakin tua umur tidak produktif maka semakin
kurang tenaga sehingga aktivitas seperti pengambilan telur akan jarang dilakukan. Sebaliknya pada pelaku yang berusia muda umur produkti 20 - 35 tahun
melakukan pengambilan telur pada frekuensi tinggi dengan jumlah sarang yang banyak. Ini disebabkan, pada umur produktif dengan status sosial yang sudah
berumahtangga mengharuskan tambahan tanggungjawab dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi. Faktor lain menyatakan bahwa pola hidup masyarakat Papua
yang bersifat extended family artinya bekerja untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga dalam skala besar mengharuskan lelaki dewasa umur produktif
memiliki beban kerja cenderung besar dibanding lelaki berusia tua. Hasil analisis regresi berganda variabel pendidikan dan usia secara
simultan menunjukkan hasil nilai F adalah 6,40 dengan signifikasi 0,004 atau lebih besar dari 0,001 1 yang menunjukkan bahwa faktor pendidikan dan usia
tidak berpengaruh terhadap perilaku pengambilan telur. Hasil R
2
=25 menunjukkan variabel bebas pendidikan dan usia tidak memiliki keeratan
hubungan dengan variabel pengambil telur. 25 variasi perilaku pengambilan telur dipengaruhi oleh model pendidikan dan usia, sementara 21.3 dipengaruhi
variabel lainnya. Berdasarkan uji parsial melalui analisis regresi diperoleh model pendidikan X1 menunjukkan koefisien sebesar 0,4155 terhadap perilaku
pengambilan telur dengan signifikansi 0,004. Hal ini menjelaskan bahwa secara signifikan 0,004 model pendidikan mempengaruhi perilaku pengambil telur dan
bernilai negatif, dimana semakin tinggi tingkatan pendidikan akan menurunkan frekuensi pengambilan telur sebesar 0,4155 sarang begitupun sebaliknya.
Selanjutnya untuk variabel dari model usia pada selang kepercayaan 0,047 menunjukkan bahwa secara signifikan usia mempengaruhi perilaku pengambilan
telur dan bernilai negatif dimana semakin tinggi tingkatan usia akan menurunkan frekuensi pengambilan telur.
Lampiran 8 pada plot uji normalitas menjelaskan tentang respon dari pengambil telur yang menunjukkan adanya kenormalan data yang berupa garis
lurus linear maka penyebaran data secara normal terpenuhi dan model ini layak untuk memperkirakan hubungan pengambilan telur berdasarkan variabel
pendidikan dan usia. Lampiran 8 pada plot residual dengan pendugaan Y menjelaskan pola hubungan pengambil telur terhadap pendidikan dan usia
mebentuk pola acak dan tidak membentuk suatu pola tertentu dan menyebar diatas maupun dibawah angka pada angka 0 pada sumbu Y sehingga model ini
dikatakan tepat atau dapat dipakai untuk menilai perilaku pengambilan telur berdasarkan masukan dari pendidikan maupun usia.