Identifikasi Rentang Bobot untuk Skenario

terjadi di KKLD Abun. Skenario D sub model keterpaduan menjadi skenario terbaik disebabkan dalam pengelolaan perlu adanya keseimbangan pengelolaan dimana pendekatan pengelolaan antara ekologi, ekonomi dan sosial. Pengelolaan penyu belimbing di Jamursba Medi dan Wermon telah berjalan dengan pendekatan lingkungan yaitu perlindungan habitat peneluran, peningkatan individu baru melalui relokasi sarang. Hasil dari pengelolaan lingkungan adalah adanya peningkatan jumlah individu baru dalam beberapa musim terakhir, tetapi ada indikasi penurunan jumlah individu dewasa yang ditandai dengan penurunan jumlah sarang di pantai. Estimasi penurunan populasi penyu belimbing di Jamursba Medi dan Wermon diduga disebabkan pengambilan telur oleh masyarakat disekitar pantai peneluran, perburuan oleh masyarakat lokal baik dipesisir Papua dan Kei Maluku dan tangkapan sampingan dari aktivitas perikanan Tapilatu et al. in prep. Mengacu pada fakta tersebut maka pendekatan skenario keterpaduan merupakan pilihan tepat dalam pengelolaan penyu belimbing di KKLD Abun disamping perlu adanya regulasi antara kabupaten dan propinsi dalam kaitan perburuan oleh masyarakat Kei Maluku. 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Adapun kesimpulan yang disarikan dari penelitian ini adalah Populasi penyu belimbing di Jamursba Medi dan Wermon secara kuantitatif mengalami penurunan dalam skala besar. Hal ini dikarenakan tingginya ancaman faktor lingkungan dan sosial antropogenik dibeberapa daerah yang menjadi tujuan migrasi penyu belimbing. Faktor lingkungan ditandai dengan adanya perubahan iklim, memicu penurunan sukses penetasan telur menjadi tukik. Faktor sosial antropogenik memicu pemanfaatan terhadap individu dewasa yang mengarah pada penurunan populasi penyu belimbing dewasa. Rendahnya jumlah individu baru dan berkurangnya jumlah individu dewasa di alam menyebabkan stok populasi berada pada status kritis dan terancam. Kondisi ini diperjelas oleh penilaian non detrimental finding bahwa ancaman kegiatan pemanfaatan di pesisir utara Kepala Burung Papua mengarah pada penurunan dan kepunahan populasi. Indeks kerentanan populasi penyu belimbing di Pantai Jamursba Medi dan Wermon berdasarkan fungsi kerentanan yaitu Indeks keterpaparan, indeks kepekaan dan indeks kapasitas adaptif. Indeks keterpaparan pada kedua pantai peneluran termasuk level medium vunerable dengan nilai 0,48 untuk pantai Jamursba medi dan Wermon dengan nilai 0,51 pada level medium vurnerable. Nilai ini menjelaskan populasi penyu belimbing dikedua pantai sangat terbuka terhadap faktor lingkungan seperti perubahan suhu pasir, kenaikan muka laut, monsun, peningkatan laju predasi yang mempengaruhi keberhasilan penetasan telur menjadi individu baru. Populasi juga terpapar terhadap aktivitas pemanfaatan seperti pengambilan telur dan tangkapan masyarakat. Kedua aktivitas ini secara langsung mempengaruhi jumlah stok individu dewasa sehingga keberadaan populasi dialam menjadi terbatas. Indeks kepekaan menunjukkan bahwa populasi di Jamursba Medi termasuk dalam level medium vurnerable pada nilai 0,52 dan Wermon dengan nilai 0,77 pada level high vurnerable. Indeks kepekaan ini menjelaskan bahwa populasi Wermon termasuk dalam level sangat sensitif terhadap pengaruh faktor lingkungan dan sosial antropogenik. Kepekaan populasi Wermon ditandai dengan penurunan populasi baik jumlah sarang dan individu betina yang bertelur lebih besar sekitar 10,5 per musim lebih besar dibandingkan populasi Jamursba Medi Tapilatu et al. in prep. Indeks kapasitas adaptif menunjukkan populasi di Wermon dan Jamursba Medi berapa pada level medium vurnerable dengan nilai 0,52 dan 0,43. Indeks ini menjelaskan tentang pengelolaan adaptif dalam upaya mempertahankan populasi. Berdasarkan penjelasan ini maka secara keseluruhan komulatif indeks kerentanan populasi penyu belimbing saat ini pada kedua pantai berada pada level medium vurnerable untuk populasi Jamursba Medi dan high vurnerable untuk populasi Wermon. Menindaklanjuti upaya mempertahankan populasi penyu belimbing di Jamursba Medi dan Wermon maka perlu adanya upaya pengelolaan baik di habitat peneluran maupun habitat yang menjadi tujuan migrasi penyu belimbing. Upaya pengelolan yang selama ini dilakukan adalah pengelolaan habitat pantai Suakamagrsatwa Jamursba Medi dan perairan lokasi peneluran dengan penetapan Kawasan Konservasi Laut Daerah KKLD Abun. Berdasarkan uraian tersebut maka perlu dilakukan skenario pengelolaan sebagai dasar keberlanjutan populasi penyu belimbing. Keberlanjutan KKLD Abun didasarkan beberapa skenario pengelolaan yang ditawarkan melalui analisis trade-off. Empat skenario ditawarkan dalam menganalisis keberlanjutan Kawasan Konservasi Laut Abun yaitu skenario tanpa pengelolaan, skenario sub model lingkungan, skenario sub model sosial antropogenik dan skenario keterpaduan sub model lingkungan dan sosial antropogenik. Dari keempat skenario tersebut ada dua skenario yang terpilih berdasarkan analisis tradeoff dan dinilai menjadi skenario terbaik yaitu skenario keterpaduan sub model lingkungan dan sosial antropogenik dengan skor terbesar 66,03 dan sub model sosial antropogenik dengan skor 61,92. Skenario keterpaduan memiliki nilai tertinggi dan merupakan skenario terpilih untuk diterapkan dalam keberlanjutan pengelolaan Kawasan Konservasi Laut Daerah Abun Kabupaten Tambrauw Papua Barat.

6.2 Saran

Dengan mengacu pada hasil, pembahasan dan kesimpulan, maka disarankan beberapa hal sebagai berikut :  Mengotimalisasikan monitoring dan pemantauan populasi penyu belimbing dengan meningkatkan populasi rekruitmen. Optimalisasi monitoring dan pemantauan dilakukan secara aktif dengan melibatkan masyarakat lokal sebagai pemiliki sumberdaya sehingga menimbulkan simpati untuk mempertahankan populasi penyu belimbing,  Pengawasan dan pembinaan terhadap pelaku pemanfaatan sumberdaya penyu belimbing perlu ditingkatkan. Pembinaan harus dilakukan untuk perbaikan ekonomi melalui matapencaharian alternatif sehingga ada pengalihan konsentrasi untuk tidak memanfaatkan sumberdaya penyu belimbing.  Perlu dilakukan kajian lanjut tentang simulasi kerentanan populasi penyu belimbing beberapa tahun kedepan. Hasil dari simulasi ini diharapkan menjadi acuan dalam skenario pengelolaan dan bentuk adaptasi dalam mempertahankan populasi ini.  Perlu ada masterplan dan rencana pengelolaan sehingga prioritas pengelolaan akan berlangsung sistematis dan komprehensif untuk mendukung keberlanjutan KKLD Abun.  Penetapan aturan secara lokal, regional dan global dalam kaitannya terhadap perlindungan disepanjang jalur migrasi penyu belimbing. DAFTAR PUSTAKA Adger WN. 2006. Vulnerability. Global Environmental Change 16 3: 268-281 Ackerman RA. 1997. The Nest Environment and The Embryonic Development Of Sea Turtles. In: Lutz, P.L., and Musick, J.A. Eds.. The Biology of Sea Turtles . Boca Raton: CRC Press, pp. 83-106 Adrianto L and Matsuda Y. 2002. Developing Economic Vulnerability Índices of Environmental Disasters in Small Island Región. Environmental Impact Assessment Review . Vol. 22: 394-414. Adrianto L and Matsuda Y. 2004. Study in Assesing Economic Vulnerability of Small Island Regions. Environmental Development and Sustainability. 6: 317-336. Adrianto L. 2004. Pembangunan dan Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil yang Berkelanjutan Sustainable Small Islands Development and Management. In Working Paper Kebijakan Pengelolaan Perikanan dan Wilayah Pesisir Tahun 2004 Eds : Adrianto L. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, IPB. Bogor. Part-5. Adrianto L. Small Islands Sustainable Management and Development in Bahasa Indonesia. September 1 2004. Paper Presented in the Training of Coastal Zone Management. Ministry of Marine Affairs and Fisheries, Republic of Indonesia. Bogor. Allen Consultation Group. 2005. Climate Change Risk and Vurnerability. Department of the Environment and Heritage , Australian Greenhouse Office. Canberra Antonio DM, Kallimanis AS,Tzanopoulus J, Sgardelis SP, Pantis JD. 2009. Sea Temperature Variation in Core Foranging Ground Drive Nesting Trend and Phenology of Loggerhead Turtle in Meditteranian Sea. Experimental Marine Biology and Ecology . 3792009: 23-27. Baker JD, Littnam CL, Johnstom DW. 2006. Potential Effect of Sea Level Rise on the Teresterial Habitats of Endangared and Endemic megafauna in Northwestern Hawai Island. Endagared SP Research ESR 4:1-10. Balmford, A., G.M. Mace, and N. Leader-Williams. 1996. Designing the ark: Setting Priorities for Captive breeding. Conservation Biology 10: 719-727 Benson SR, Dutton PH, Hitipeuw C, Samber B, Bakarbessy J, Parker D 2007a Post-nesting Migrations of Leatherback Turtles D.coriacea from Jamursba- Medi, Bird‟s Head Peninsula, Indonesia. Chelonian Conservasi Biology 6:150 –154.