Tabel 17. Komposisi penduduk menurut asal pada delapan kampung di KKLD Abun
Sumber : WWF 2007
4.6.3 Nelayan
Usaha penangkapan ikan masih merupakan mata pencaharian sampingan dan dilakukan hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Alat tangkap
yang digunakan masih sangat sederhana yaitu menggunakan kail dan alat pengangkut perahu dayung. Penangkapan ikan dan biota lain kadang dilakukan
dengan menyelam menggunakan alat pemanah ikan. Selain ikan, kadang-kadang masyarakat menangkap lobster, teripang dan moluska, apabila ada permintaan
atau bila membutuhkan uang tunai untuk dijual ke Sorong. Aktivitas menangkap ikan oleh masyarakat dengan frekuensi yang tidak menentu, bergantung
kebutuhan saja. Kondisi ini mendukung penetapan daerah ini sebagai KKLD Abun sehingga dalam perencanaan pengelolaan kawasan difokuskan pada
pembinaan masyarakat melalui usaha pertanian. Usaha perikanan, diarahkan pada perikanan tangkap untuk komoditas tertentu atau usaha budidaya terbatas pada
komoditas bernilai ekonomis tinggi. Perlunya program pendampingan yang intensif dan kontinue guna membantu masyarakat meningkatkan ekonominya.
Upaya lain dalam pembentukan kader konservasi lokal dengan melibatkan masyarakat dalam program kegiatan yang dilakukan oleh pengelola kawasan.
Dengan demikian masyarakat memperoleh manfaat atas konservasi wilayah adatnya.
No Nama Kampung
Asal penduduk Lokal
Pendatang Total
Σ KK Σ Jiwa
Σ KK Σ Jiwa
Σ KK Σ Jiwa Distrik Sausapor
1 Werur
149 454
4 14
153 868
2 Werbes
76 288
3 7
79 295
Sub Total 225
742 7
21 233
1163 Distrik Kwoor
1 Hopmare
61 310
1 5
62 315
2 Kwoor
60 260
1 2
62 260
Sub total 121
570 2
7 124
575 Distrik Abun
1 Saubeba
45 180
- -
45 180
2 Warmandi
20 111
- -
20 111
3 Wau-Weyaf
51 204
4 12
55 216
4 Waybeam
25 104
3 8
28 112
Sub Total 141
599 7
20 148
619 Total KKLD
487 2311
15 46
502 2357
4.6.4 Meramu
Kegiatan meramu masih dilakukan oleh masyarakat adalah menokok sagu di dusun, berburu, serta pengambilan hasil hutan kayu dan bukan kayu untuk
dikonsumsi sendiri ataupun untuk dijual. Kegiatan meramu tidak dilakukan secara intensif dan frekuensinya pun tidak teratur bergantung pada kebutuhan. Prinsip
yang dianut oleh masyarakat di wilayah ini pada umumnya, apabila membutuhkan uang tunai yang besar untuk keperluan tertentu seperti untuk biaya pendidikan
anak atau keperluan membeli bahan kebutuhan pokok yang tidak bisa diperoleh dari hasil kebun, maka akan ada rencana kegiatan berburu atau mencari hasil
hutan bukan kayu untuk dijual. Prinsip demikian merupakan ciri utama masyarakat peramu dan masyarakat dengan corak usahatani subsisten.
4.6.5 Sumber dan tingkat penerimaan tunai rumah tangga
Sumber penerimaan tunai rumah tangga masyarakat yang bermukim didelapan kampung dalam KKLD Abun umumnya sama yaitu usaha tani dan
meramu. Sumber pendapatan lain, pada beberapa kampung yang termasuk pada wilayah peneluran penyu Pantai Jamurba Medi dan Wermon yang menjadi binaan
WWF dan BBKSDA Papua Barat adalah sebagai tenaga pengawas kawasan peneluran atau sebagai pegawai negeri dan swasta dengan sumber dan tingkat
penerimaan tunai rumah tangga yang berbeda beda Tabel 18. Tabel 18 menjelaskan bahwa baik sumber maupun tingkat penerimaan tunai
masing-masing sumber antar kampung bervariasi. Namun, umumnya sumber penerimaan tunai utama berasal dari penjualan hasil pertanian. Hasil pertanian
masyarakat didelapan kampung adalah komoditi kakao, kopra dan pisang. Sumber pendapatan tunai berikutnya adalah hasil meramu terutama hasil penjualan
binatang buruan dan hasil hutan non kayu seperti Gaharu dan kayu Massoi. Khusus untuk Kampung Saubeba dan Warmandi yang berdekatan dengan
kawasan peneluran, pendapatan tunai sebagian rumah tangga bersumber dari upah sebagai tenaga pengawas yang dipekerjakan oleh WWF dan BBKSDH.
Pendapatan yang bersumber dari penjualan hasil laut tidak menentu tergantung pada musim dan ketersediaan pasar. Umumnya hasil laut yang dijual adalah udang
lobster, teripang dan moluska. Hasil tangkapan ikan hanya untuk konsumsi sendiri. Pemasaran hasil hasil pertanian umumnya dilakukan pada pedagang