Biologi, Distribusi, Migrasi dan Karakteristik

belimbing adalah 300 - 600 kg bahkan ada yang bisa mencapai 1 ton, dengan panjang karapas berkisar antara 160 - 180 cm.

5.2.2 Ekologi dan Reproduksi

Penyu tergolong kedalam kelompok reptil, dan secara fisiologis memiliki ketergantungan terhadap faktor lingkungan. Ketergantungan terhadap lingkungan mempengaruhi semua fase hidup dari penyu mulai dari fase perkawinan, peneluran, sukses penetasan telur sampai fase pertumbuhan Ackerman 1997. Faktor lingkungan yang memiliki keterkaitan nyata adalah suhu sebagai penentu seksualitas dari tukik Mrosovsky 1996 in Ackerman 1997. Penyu belimbing memiliki masa hidup panjang dan melalui beberapa fase atau siklus hidup yang sulit. Penyu yang berumur muda sekitar 20 - 50 tahun akan mengawali dengan proses pemijahan kemudian melakukan fase migrasi untuk prose perkawinan dengan penyu jantan. Setelah kawin, penyu akan kembali ke daerah peneluran dan kawin dengan waktu yang dibutuhkan adalah 2 tahun. Penyu belimbing memiliki laju reproduksi tinggi ditunjukan dengan jumlah telur yang dihasilkan oleh satu induk penyu betina selama musim peneluran Tabel 19. Estimasi dalam satu musim peneluran induk bisa memiliki periode bertelur 3 - 4 kali, maka rata rata telur yang dihasilkan oleh satu induk dalam 1 musim peneluran rata-rata berkisar antara 231 – 360 butir. Kondisi ini berbanding terbalik dengan persentasi penetasan dan jumlah tukik yang berhasil hidup hingga mencapai dewasa. Sebagaimana diketahui bahwa penyu belimbing memiliki laju rekruitmen yang rendah meskipun laju reproduksinya tinggi. Hal ini tentunya berdampak terhadap jumlah populasi muda yang dihasilkan. Secara ekologis penyu memiliki karakteristik habitat sebagaimana ditampilkan pada Tabel 19. Tabel 19. Karakteristik habitat peneluran penyu belimbing Rata-rata Stdv kisaran Produksi Telur Ekologi Habitat Peneluran Tipe Habitat Suhu Pasir C Potensial Air Kpad Tekstur pasir m Rata-rata Kedalaman sarang cm 77.04±16.79 41-116 Pasir 25-34 - Partikel halus 500 m- 500 m 85.17 cm Sukses penetasan telur penyu belimbing pada sarang insitu di Jamursba Medi dan Wermon mengalami penurunan setiap musimnya. Penurunan populasi tukik terindikasikan dengan rendah persentasi sukses penetasan pada plot pengamatan dikedua pantai Tabel 20. Penurunan sukses penetasan pada musim 200506 dan 200607 menyebabkan dilakukannya relokasi terhadap sarang yang berada dibawah batas pasang terendah. Pemilihan sarang disebabkan adanya abrasi sarang yang terjadi pada sarang yang letaknya dibawah batas pasang terendah karena mengalami abrasi akibat ombak pasang surut sehingga gagal menetas. Relokasi tersebut berhasil karena persentasi sukses penetasan mencapai 50 Tapilatu et al. 2007 Tabel 20. Persentasi sukses penetasan telur penyu belimbing pada pantai Jamursba Medi dan Wermon. Tahun Sarang insitu Plot Sarang insitu luar plot Sarang doom Jamursba Medi Wermon Jamursba Medi Wermon Jamursba Medi Wer mon Rata sd Kisaran n Rata sd Kisaran n Rata sd Kisaran n Rata sd Kisaran n Rata sd Kisaran n Rata sd Kisar an n 2005-2006 25.5±32 –85 48 47.1±23.6 3.8 –100 52 - - - - 2006-2007 - - - - - - 2007-2008 40.7± 6.6 –98.8 112 - - - - - 2008-2009 - - - - - - 2009-2010 44.47± 9.35 –98.9 52 11.95±22.68 –57.44 8 46.08±15.03 0-96.88 70 43.24±16.74 0-87.21 15 42.94±18.7 1 0-93.41 6 - 2010-2011 - 57.55±8.98 51.22-63.89 2 67.65±33 35 –96.43 10 73.23±25.07 20.21-97.33 24 78.51±18.1 44.2-3.5 5 69.39 ±17.8 44.2- 93.1 6 2011-2012 - - - - - -

5.2.3 Migrasi

Penyu belimbing ditemukan diseluruh perairan di dunia karena memiliki pergerakan luas mencakup perairan nasional sampai perairan regional antara negara dan samudra. Pergerakan ini menyebabkan sulitnya perlindungan dan pendeteksian populasi genetik terhadap spesies tersebut Dutton and Squires