3.4 Metode Penilaian Non Detrimental Finding
Pengembangkan metode non detrimental finding NDF oleh IUCN dan CITES bertujuan mengetahui status populasi dan status pemanfaatan dengan
melihat pola perdagangan hewan yang ditinjau dari aspek ekologi, ekonomi dan sosial Oktoviani et al. 2008. Pada dasarnya NDF adalah penilaian resiko yang
difokuskan pada perdagangan spesies, respon populasi yang diukur atau menganalisis resiko dalam menentukan apakah dampak yang ditimbulkan jika
spesies tersebut hilang atau habis di alam. Untuk itu NDF dibutuhkan untuk menelaah potensi resiko, membuat mitigasi, melakukan monitoring dan
pengawasan secara efektif terhadap spesies tersebut. Berikut adalah variabel penyusun metode non detriment finding adalah
1. Biologi, distribusi, migrasi dan karakteristik 2. Trend populasi di Jamursba Medi dan Wermon
3. Status konservasi Penyu Belimbing 4. Perdagangan dan pemanfaatan
5. Pengawasan dan regulasi Selanjutnya kelima variabel penting pendukung NDF dijabarkan kedalam
beberapa komponen NDF dengan beberapa pertanyaan yang kemudian diberikan skor berdasarkan standarisasi. Komponen NDF terdiri dari 5 jawaban yang sudah
ditetapkan, akan tetapi bisa dimodifikasi berdasarkan spesies dan kebutuhan penelitian. Setiap jawaban dari komponen NDF yang memberikan dampak rendah
sampai tinggi terhadap populasi D.coriacea terklasifikasi dengan skor 1 –5.
3.5 Metode Tahapan Kerentanan Populasi
Adapun tahapan analisis kerentanan populasi D.coriacea digambarkan dalam dua pendekatan yaitu pendekatan sebelum kajian dan pendekatan sesudah
pengumpulan data. Masing-masing pendekatan mengarahkan pada kajian kerentanan populasi penyu belimbing seperti keterpaparan, kepekaan dan
kapasitas adaptif. Selanjutnya penentuan nilai indeks kerentanan dan keberlanjutan Kawasan Konservasi Laut Daerah Abun dimana Penyu Belimbing
berperan sebagai indikator utama yang terinci dalam tahapan penelitian kerentanan populasi yang diadopsi dari Fuentes et al. 2010. Tiap tahapan
berdasarkan framework kerentanan lingkungan atau ekologi perubahan iklim yang
dikeluarkan oleh Internalgoverment Panel of Climate Change IPCC 2000,
Turner et al. 2003; Mettzger et al. 2005; Schroter et al. 2005 in Fuentes et al. 2010 yang dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan penelitian. Berikut ini adalah
penjelasan tiap tahapan dari kerentanan populasi Penyu Belimbing.
Tahap 1 :
Tahap pertama dititikberatkan untuk mengidentifikasi isu, masalah lingkungan dan sosial antropogenik yang berdampak terhadap populasi berdasarkan penelitian
di Jamursba medi dan Warmon.
Tahap 2 :
Pada tahapan kedua, mengidentifikasi penyebab kerentanan berdasarkan faktor lingkungan, faktor sosial antropogenik. Faktor lingkungan mengkaji perubahan
suhu pasir, kenaikan muka laut dan perubahan morfologi pantai, dan laju predasi terhadap telur Fuentes et al. 2010. Faktor sosial antropogenik adalah konsumsi
telur dan daging, kegiatan perikanan bycatch, persepsi stakeholder tentang konservasi penyu.
Tahap 3 :
Tahapan ketiga adalah menghitungi nilai kerentanan indeks vurnerability=VI. Konsep dan pendekatan kerentanan populasi Penyu Belimbing berdasarkan tiga
fungsi kerentanan adalah a.
Keterpaparan menjelaskan suatu kondisi dimana populasi penyu belimbing
terhadap faktor lingkungan dan faktor antropogenik. Faktor lingkungan yang berpeluang terbuka terhadap populasi penyu belimbing adalah predasi,
perubahan morfologi pantai, kenaikan muka air laut yang berimplikasi pada kerusakan sarang penyu menyebabkan kegagalan penetasan dan musim
monsun yang bersamaan antara kegiatan perikanan dan musim peneluran. Faktor sosial antropogenik meliputi pengambilan telur, tangkapan
masyarakat dan kegiatan perikanan yang tidak selektif. b.
Kepekaan menjelaskan tentang populasi penyu belimbing yang sensitif
terhadap faktor lingkungan dan faktor antropogenik. Faktor lingkungan diantaranya perubahan suhu pasir yang memberi dampak terhadap gagal
tetas telur penyu belimbing dan ketidakstabilan seksualitas dari tukik yang dihasilkan. Populasi penyu peka terhadap perubahan pantai akibat kenaikan
muka laut menyebabkan area pantai terendam air dan area peneluran hilang akibat abrasi. Populasi penyu belimbing juga peka terhadap predasi telur
penyu oleh babi hutan disepanjang pantai peneluran. Faktor sosial antropogenik juga memberikan tekanan terhadap populasi seperti konsumsi
telur dan daging oleh masyarakat serta tangkapan sampingan dari kegiatan perikanan.
c. Kapasitas Adaptif
menjelaskan suatu bentuk adaptasi yang dilakukan oleh manusia untuk mempertahankan populasi penyu belimbing. Kapasitas
adaptif tidak hanya berhubungan dengan ekologi tetapi juga sosial. Beberapa variabel dalam kapasitas adaptif adalah persepsi masyarakat
terhadap kegiatan konservasi yang telah dilakukan dalam kurun waktu tertentu, adanya potensi konflik yang berhubungan hak ulayat tetapi juga
konflik ketika adanya pembatasan dalam pemanfaatan terhadap penyu. Selain konflik, peran pemerintah juga menjadi variabel penentu dalam
fungsi kapasitas adaptif. Model kumulatif dari indeks kerentanan populasi penyu belimbing di Jamursba
Medi dan Warmon digambarkan pada Gambar 14 Fuentes et al. 2010 :
Model kerentanan untuk setiap kategori kerentanan akan diidentifikasi untuk menentukan variabel yang menjadi bagian dalam kategori kerentanan
populasi penyu belimbing. Identifikasi pada kategori tersebut dijabarkan pada Tabel 4 berikut ini.
Keseluruhan Kerentanan VI
Populasi penyu belimbing
Keseluruhan faktor lingkungan
dan sosial antropogenik
=
Keterpaparan K misal : perubahan morfologi pantai, tingkat predasi dan
aktivitas perikanan.
Kepekaan S :mis:perubahan suhu pasir yang
memberikan pengaruh
nyata terhadap keberhasilan tetas telur penyu
belimbing.
Kapasity Adaptive
AC :
mis: kemampuan adaptasi penyu belimbing
terhadap perubahan lingkungan.
Gambar 14. Model indeks kerentanan dan kategori kerentanan untuk menilai kerentanan populasi penyu belimbing terhadap
faktor lingkungan dan sosial antropogenik Fuentes et al.
Tabel 4. Identifikasi kategori kerentanan keterpaparan, kepekaan dan kapasitas adaptif dari faktor lingkungan dan sosial antropogenik dalam menilai
kerentanan populasi penyu belimbing.
Dimensi Kerentanan Faktor Lingkungan
Faktor sosial antropogenik
Keterpaparan
Kemiringan pantai Pengambilan telur penyu
Kenaikan muka laut Laju
tangkapan oleh
masyarakat Variasi Suhu pasir
Monsun Laju predasi
Kepekaan
Suhu pasir Konsumsi telur
Tekstur pasir Konsumsi daging
Kedalaman sarang Laju
tangkapan sampingan
bycatch dari
kapal perikanan
Kapasitas adaptif
Pembuatan sarang relokasi Persepsi masyarakat
Perlindungan habitat peneluran Potensi konflik Peran pemerintah
Tahap 4 :
Tahap empat menjelaskan pemberian ranking dan pembobot untuk masing masing variabel. Pendekatan ini adalah pendekatan yang menyatakan nilai nilai sebagai
nilai bobot dari suatu variabel. Bossel 1999 in Fuentes et al. 2010, menyatakan bahwa untuk menghasilkan sebuah indeks tunggal, keragaan data dan indikator
perlu distandarisasi dalam suatu unit yang sama. Konsep ini banyak dilakukan dengan mereduksi seluruh komponen kesuatu nilai skoring pada beberapa
tingkatan. Terdapat banyak penelitian yang menggunakan pendekatan ini untuk menentukan indeks suatu objek. SOPAC 1999 menggunakan 7 tingkatan 1-7,
Doukakis 2005 dan Rao et al. 2008 in Fuentes et al. 2010, menggunakan 5 tingkatan 1-5. Untuk memaknai setiap nilai skor tersebut, baik SOPAC 1999,
Doukakis 2005 maupun Rao et al. 2008 in Fuentes et al. 2010, memberikan definisi dari setiap skor Tabel 5. Skala 1-7 yang dikemukakan SOPAC 1999
memiliki nilai tengah yang disebut dengan rata-rata dan nilai minimum dan maksimum sebagai batas bawah dan batas atas. Adapun Doukakis 2005 dan
Rao et al. 2008 in Fuentes et al. 2010, menggunakan nilai tengah sebagai nilai sedang, nilai terendah dan tertinggi sebagai batas bawah dan batas atas.
Tabel 5. Contoh ranking dan skala Nilai ranking
1 2
3 4
5 6
7
SOPAC 1999
The lowest
Incidenc e
average Significantl
y less than
average Slightly
less than average
Averag e
Slightl y more
than averag
e Significantl
y more than
average The
highest incidenc
e possible
Daukaki s 2005
Very low Low
Moderat e
High Very
hig -
-
Penentuan nilai parameter pada setiap tingkatan skala diatas, menurut SOPAC 1999 in Fuentes et al. 2010, menggunakan 6 model, yaitu linear
effect, diminishing marginal effect, increasing marginal effect, s-shaped effect, discountinous
dan part scale. Model linear effect memberikan nilai-nilai parameter secara sama kedalam 7 tingkatan. Dalam mengembangkan konsep
indeks kerentanan populasi, penentuan skala mengacu kepada pendekatan yang dikemukakan Doukakis 2005 dan Rao et al. 2008 in Fuentes et al. 2010. Hal
ini dilandasi alasan kemudahan dalam mendefiniskan ranking setiap variabel. Selain itu, sebagian besar variabel yang digunakan dalam mengkonstruksi indeks
kerentanan sama dengan yang digunakan Doukakis 2005 dan Rao et al. 2008 in
Fuentes et al. 2010. Dengan mengacu pada pendekatan tersebut dimana pembagian nilai nilai parameter dilakukan merata atau sama yaitu 5 tingkatan
untuk penentuan nilai ranking seperti penentuan nilai skala untuk kenaikan muka laut, sebagaimana terdeskripsikan pada Tabel 5, 6 dan 7.
Teknik penentuan pembobotan untuk tiap variabel dari ketiga kategori kerentanan keterpaparan, kepekaan dan kapasitas adaptif dapat dilakukan
dengan tiga pendekatan yaitu pemberian bobot secara langsung berdasarkan signifikansi setiap variabel terhadap kerentanan populasi penyu belimbing
Daukakis 2005, penentuan bobot dengan matriks perbandingan Villa dan Mcleod 2003; Hossain 2001 in Tahir 2010 dan pendekatan dengan analisis
regresi linear. Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan mengacu pada pendekatan pemberian bobot secara langsung berdasarkan signifikan dari setiap
variabel terhadap kerentanan populasi. Tabel 6. Sistem skala dan ranking kerentanan populasi penyu belimbing terhadap
faktor lingkungan dan sosial antropogenik untuk kategori keterpaparan.
Variabel Nilai Ranking
Sumber 1
2 3
4 5
Keterpaparan
Kenaikan muka
laut mmtahun
≤4.λλ 5-9.99
10-14.99 15-25
25 Tahir.
2010 Variasi suhu pasir C
≤22 24-28
28-33 33-34
34 Modifikasi
Fuentes et al
2010 Kemiringan
0-8 9-15
15.1-25 25.1-40
40 Tahir 2005
Predasi sarang 10
15-25 25-45
45-65 65
Modifikasi Sugiarto et
al ip
Monsun knottjam – 2
3 – 4
5- 6 7
– 8 9
– 10
Modifikasi informasi
lokal Pengambilan
telur sarangKKkampungmusi
m peneluran ≤1
2-5 6-9
10-14 14
Modifikasi Informasi
lokal Tangkapan
masyarakat ekorKKtripmusim
peneluran ≤ 3
4-6 7-9
10-12 13
Modifikasi Informasi
lokal
Variabel dalam kategori kepekaan kerentanan populasi penyu belimbing terdiri dari enam variabel penyusun seperti tertera pada Tabel 7.
Tabel 7. Sistem skala dan ranking kerentanan populasi penyu belimbing terhadap faktor lingkungan dan sosial antropogenik untuk kategori kepekaan
Variabel Nilai Ranking
Sumber 1
2 3
4 5
Kepekaan
Suhu C ≤27
28 29
30 31
Modifikasi Fuentes,
2010 Tekstur pasir
phinm Sangat
halus 0.0625
-0.125 Halus
0.125- 0.25
Sedang 0.25-
0.5 Kasar
0.5-1 Sangat
Kasar 1-2
Udden 1914
dan Wenwoord
1992 Kedalaman
sarang cm 70
70-80 80-90
90-100 100
Modifikasi Leslie et al.
1996 Konsumsi
telur butirsarangKKkampung
musim peneluran ≤40
40-60 60-80
80-100 100
Modifikasi Informasi
lokal Konsumsi
daging kgKKkampungmusim
peneluran ≤ 2
2-4 4-6
6-8 8
Modifikasi Informasi
lokal 2011 Tangkapan
sampingan ekor kapaltrip
≤ 5 5-10
10-15 15-20
20 Zainudin et
al. 2006
Selanjutnya untuk kategori kapasitas adaptif terdiri dari lima variabel penyusun populasi kerentanan yang ditampilkan dalam bentuk skala dan ranking seperti
pada Tabel 8. Tabel 8. Sistem skala dan ranking kerentanan populasi Penyu Belimbing terhadap
faktor lingkungan dan sosial antropogenik untuk kategori kapasitas adaptif
Variabel Nilai Ranking
Sumber 1
2 3
4 5
Kapasitas Adaptasi
Sarang relokasi
sarangpantaimusim peneluran
10 20-30
30-40 40-50
50 Modifikasi
Tutle et al. 2010
Perlindungan habitat proporsi
terhadap habitat peneluran
1-10 11-25
26-40 50
Modifikasi Tahir 2010
Persepsi masyarakat Sangat
baik Baik
Sedang Kurang
baik Buruk
Modifikasi WWF 2010
Potensi konflik Tidak
ada Rendah
Sedang Tinggi
Sangat tinggi
Konsultasi pribadi
dengan pembimbing
Peranan Pemerintah Tidak
ada Rendah
Sedang Tinggi
Sangat tinggi
Konsultasi pribadi
dengan pembimbing
Tahap 5 :
Tahap kelima adalah penetapan nilai keseluruhan dari kategori kerentanan populasi. Nilai kerentanan populasi dari faktor lingkungan dan sosial
antropogenik merupakan fungsi dari indeks keterpaparan, kepekaan dan kapasitas adaptif. Penetapan nilai indeks pada masing masing dimensi dilakukan dengan
menghitung nilai dari masing masing variabel yang termasuk dalam dimensi kerentanan. Nilai dari masing masing kategori tersebut kemudian distandarisasi
dan dikompositkan untuk memperoleh nilai indeks dari masing kategori.
Tahap 6 :
Tahap enam adalah tahapan untuk menghitung nilai dari masing masing kategori kerentanan tiap variabel untuk memperoleh nilai total kerentanan populasi penyu
belimbing. Setelah nilai total kerentanan total diketahui maka akan diklasifikasikan berdasarkan level kerentanan mulai dari kerentanan rendah,
kerentanan sedang, kerentanan tinggi dan kerentanan sangat tinggi.
3.6 Analisis Data 3.6.1 Indeks Keterpaparan