2011 2009
2007 2005
2003 2001
1999 1997
1995 1985
3500 3000
2500 2000
1500 1000
500
Ju m
la h
P e
n y
u B
e lim
b in
g
Dutton et al 2005 Sarti et al 1996
Pit-tag 2003-2011
2011 2010
2009 2008
2007 2006
2005 2004
2003 700
600 500
400 300
200
Ju m
la h
P e
n y
u B
e lim
b in
g
Dutton et al 2005 Sarti et al 1996
Pit-tag 2003-2011 Variable
Gambar 21. Populasi penyu belimbing di Pantai Jamursba Medi 1984-2011 Hitipeuw et al. 2007 dan Tapilatu et al. in prep.
Gambar 22. Populasi penyu belimbing di Pantai Wermon 2003-2011 Hitipeuw et al. 2007 dan Tapilatu et al. in prep
5.2.5 Status Konservasi
Wibowo 2007 menyatakan status konservasi suatu spesies merupakan indikator penting dalam menentukan kelangsungan hidup spesies pada saat ini
hingga dimasa datang. Tidak mudah untuk mengetahui status konservasi suatu spesies, karena harus melakukan penelitian secara menyeluruh tentang
peningkatan maupun penurunan pertumbuhan populasi disepanjang waktu, tingkat keberhasilan kawin dan berbagai ancaman yang mempengaruhi populasi spesies
tersebut. IUCN 2003 in Wibowo 2007, menginventarisasi status konservasi
seluruh tumbuhan dan hewan melalui pembentukan IUCN Red List of Threatened Spesies tahun 1963 salah satunya adalah penyu belimbing. IUCN Red List
merupakan ukuran yang tepat untuk mengevaluasi resiko kepunahan ribuan spesies dan sub spesies. Status konservasi penyu belimbing adalah status terancam
yang dikeluarkan oleh The World Conservation Union Ballie dan Grommbrigde 1996 in Wibowo 2007. IUCN dalam daftar buku merah memberikan status
kepada penyu belimbing adalah terancam kritis Critical endangered, sementara dalam Convention on International Trade in Endangered Spesies Wild Fauna and
Flora CITES penyu belimbing termasuk dalam Apendix I; Born Convention juga mendaftarkan penyu belimbing kedalam Apendix I, II Hykle 1999 in Wibowo
2007. Secara jelas pengklasifikasian status penyu belimbing terlihat pada Tabel 21.
5.2.6 Ancaman Kepunahan Populasi
Keseluruhan isu tentang perubahan lingkungan saat ini mengarah pada kepunahan spesies Wilson 1980. Pendapat sama menyatakan kehidupan suatu
spesies akan berubah dalam kurun waktu tertentu karena adanya perubahan sehingga adaptasi diperlukan untuk bertahan terhadap perubahan Harding 1998 in
Wibowo 2007. Tetapi ketika perubahan besar dan berlangsung dalam rentang waktu singkat maka spesies tidak mampu beradaptasi terhadap proses reproduksi
dan pada akhirnya mengalami kepunahan. Kepunahan spesies diartikan sebagai hilangnya suatu spesies dari muka bumi untuk selamanya. Kepunahan secara
massal telah terjadi dimana 40 hingga 95 spesies hewan dan tumbuhan telah hilang dari bumi dan setiap tahun diperkirakan 10 hingga 20 spesies telah punah.
Tabel 21. Kriteria keterancaman terhadap penyu belimbing
Konvensi Status
Uraian IUCN
Keterancaman ekologi
Critical Endangred
Spesies yang berpeluang
tinggi untuk punah dalam waktu dekat
CITES
keterancaman
perdagangan
Apendix I jenis yang terancam punah,
peredaran komersil dilarang.
CMS atau
Bonn Convention
Keterancaman berdasarkan sifat migrasi
Apendix I dan II Jenis terancam punah I Jenis belum terancam punah
namun status konservasinya kurang
baik sehingga
membutuhkan perjanjian
internasional bagi konservasi dan pengelolaannya, serta
jenis lain dengan status konservasinya dapat terbantu
secara signifikan apabila dilakukan
kerjasama internasional melalui suatu
perjanjian II
Wilson 1980 menyatakan bahwa peningkatan kepunahan spesies pada abad ini telah diketahui dan sebagian besar penyebabnya karena aktivitas manusia,
kerusakan habitat dan pengenalan spesies baru kedalam suatu kawasan. Ancaman kepunahan penyu belimbing sama seperti yang dialami spesies penyu laut lainnya
dimana manusia adalah ancaman utama yang memberi tekanan sepanjang hidup penyu dari telur hingga penyu dewasa. Ancaman lain terhadap kehidupan populasi
penyu adalah perubahan lingkungan dan iklim yang berlangsung secara global dan berdampak pada penurunan habitat dan ekosistem.
Ancaman terhadap penurunan populasi penyu belimbing baik populasi dewasa maupun juvenil di Jamursba Medi dan Wermon disebabkan oleh beberapa
faktor seperti perubahan suhu pasir, penurunan habitat persarangan, predasi telur, perburuan individu dewasa, pengambilan telur dan perikanan komersil Hitipeuw
et al . 2007. Faktor predasi terhadap telur oleh predator seperti babi hutan, anjing,
biawak dan kepiting menjadi penyebab gagalnya sukses penetasan pada sarang- sarang alami selain faktor suhu pasir yang ekstrim dan pengambilan telur oleh
masyarakat. Stark 1993 menyatakan predasi sarang penyu belimbing di pantai Jamursba Medi yang dilakukan anjing sebanyak 181 sarang dari 1300 sarang atau
sekitar 14 pada bulan Juli sampai september 1993. Selanjutnya Tapilatu et al.