Indeks Keterpaparan Penilaian Kerentanan

jumlah individu baru tukik. Berkurangnya jumlah individu baru berdampak pada ketidakseimbangan alam yang merujuk pada penurunan spesies Penyu Belimbing. Variabel kenaikan muka laut dan kemiringan SLRKP dikedua pantai memiliki proporsi berbeda terhadap indeks keterpaparan. Rata-rata kenaikan muka laut pada kedua pantai adalah 7,6 mmtahun. Kenaikan muka laut berhubungan dengan elevasi dan kemiringan pantai. Hasil penelitian menunjukkan kemiringan di pantai Wermon termasuk dalam kategori landai 13.64 dengan jarak surut terandah dan pasang tertinggi 21,71 m, sementara Jamursba Medi termasuk kategori landai sampai datar 1,037 dengan jarak surut terendah sampai pasang tertinggi mencapai 52,45 m. Perbedaan elevasi dan kemiringan ini mempengaruhi potensi rendaman dimasing-masing pantai peneluran. Berdasarkan kategori kemiringan dan elevasi pantai maka dipastikan pantai Wermon memiliki potensi rendaman tertinggi, cenderung rentan dan berpotensi hilangnya daerah daratan pantai dibandingkan pantai Jamursba Medi yang berpotensi terendam lebih kecil untuk daratan pantai. Dari uraian ini maka rata-rata proporsi yang diberikan terhadap indek keterpaparan adalan 10,91 untuk Pantai Jamursba Medi dan 11,65 untuk pantai Wermon. Variabel lingkungan pembentuk nilai indeks keterpaparan lainnya adalah monsun. Monsun adalah angin musiman yang melintasi Indonesia karena adanya perbedaan musim dibelahan bumi utara BBU dan belahan bumi selatan BBS. Monsun secara tidak langsung melintas diperairan Utara Papua bertepatan dengan musim peneluran penyu belimbing sehingga asumsi yang tersaji adalah monsun berhubungan dengan musim peneluran. Pengaruh monsun belum terukur secara pasti tetapi beberapa peneliti oseanografi mengatakan bahwa keterkaitan antara musim peneluran dan periode monsun teriindikasi dari pola arus yang membantu daya renang penyu mencapai daerah peneluran dan daerah makan. Variabel monsun M yang terjadi pada Pantai Jamursaba Medi dan Wermon memiliki proporsi nilai yang berbeda meskipun hanya berbanding 1. Hal ini disebabkan karena monsun tidak lagi membuat perbedaan musim karena saat ini musim peneluran terjadi sepanjang tahun dikedua pantai ini. Indikasi lain menunjukkan perubahan iklim global berperan terhadap pergeseran monsun yang diasumsikan mempengaruhi pola arus dimana pola arus berkorelasi dengan pola migrasi penyu belimbing. Pola migrasi dengan tujuan melakukan peneluran, mencari makan dan kawin juga mengalami perubahan secara temporal. Laju predasi menjadi variabel selanjutnya yang merupakan pembentuk indeks keterpaparan. Variabel laju predasi menunjukkan nilai proporsi berbeda antar kedua pantai. Jamursba Medi memiliki proporsi terbesar 25,45 dan cenderung terbuka terhadap predasi dibandingkan Wermon yang tidak memiliki nilai proporsi 0. Tingginya predasi di Jamursba Medi disebabkan oleh predator baik predator liar babi hutan, biawak dan predator peliharaan masyarakat anjing. Kondisi yang sama disampaikan Stark 1993 menyatakan bahwa 181 sarang terpredasi 14 dari 1300 sarang oleh babi hutan selama Juli sampai September 1993. Tapilatu et al. 2005 menunjukkan hal serupa dimana predasi sarang oleh babi hutan mencapai 29,3 selama Juni-Juli 2005. Sejauh ini, belum ada penanganan tentang predasi secara efektif menyebabkan laju predasi masih menjadi salah satu problem yang dijumpai dalam pengelolaan Penyu Belimbing. Faktor sosial antropogenik penyusun indeks keterpaparan terpilih dua variabel yaitu konsumsi telur dan tangkapan oleh masyarakat. Variabel pengambilan telur dan tangkapan masyarakat menunjukkan proporsi tertinggi di pantai Wermon dari kampung Wau-weyaf dan Waybeam sebesar 20,39 dan 11,65. Sementara pengambilan telur dan tangkapan oleh masyarakat di kampung Sausapor dan Saubeba di pantai Jamursba Medi tidak memiliki nilai proporsi 0. Gambar 52. Proporsi nilai variabel pada indeks keterpaparan Tangkapan dan konsumsi daging juga berkaitan dengan masyarakat Kei Gambar 53 karena aktivitas perburuan terhadap penyu belimbing yang diketahui adalah populasi dari Jamursba Medi dan Wermon. Gambar 53 menunjukkan bahwa laju pemanfaatan tertinggi terjadi di perairan Kei Maluku Tenggara. Pada periode pengamatan Juni 2008-Maret 2009, tercatat total tangkapan Penyu Belimbing yang dilakukan masyarakat Nufit sebanyak 46 ekor dan yang tidak tertangkap sebanyak 67 ekor. Jika diklasifikasikan berdasarkan jenis kelamin, maka penyu belimbing betina yang tertangkap sebanyak 24 ekor, sedangkan penyu belimbing jantan yang tertangkap sebanyak 22 ekor WWF 2009. Hasil ini juga memperlihatkan perburuan penyu belimbing pada periode 20082009 cenderung tinggi dibandingkan dengan periode 20072008, tetapi hasil ini masih lebih rendah dari periode 20062007. Tingginya jumlah tangkapan pada periode 20082009 dikarenakan lokasi tangkapan yang relatif dekat dan musim ini bersamaan dengan musim teduh. Kedua faktor ini menyebabkan jumlah penyu belimbing yang tertangkap dalam jumlah besar yaitu sekitar 48 ekor. Laju pemanfaatan penyu belimbing baik jantan maupun betina diduga menjadi salah satu faktor penurunan populasi di Jamursba Medi dan Wermon. 23 5 22 59 11 26 56 85 67 20 40 60 80 100 Periode 20062007 Periode 20072008 Periode 20082009 J um la h Tertangkap Jantan Tertangkap Betina Tdk Tertangkap Gambar 53. Jumlah tangkapan penyu belimbing oleh masyarakat Kei

5.4.4.2 Indeks Kepekaan

Indeks kepekaan atau sensitivity indeks merupakan fungsi dari indeks kerentanan populasi yang diartikan kemampuan sistem dalam merespon gangguan eksternal terhadap sistem tersebut. Variabel penyusun indeks kepekaan menunjukkan perbedaan antara variabel dari faktor lingkungan dan faktor sosial antropogenik. Variabel penyusun indek kepekaan dengan nilai proporsi tertinggi adalah suhu pasir sebesar 51,48 untuk pantai Jamursba Medi dan 26,33 untuk pantai Wermon Gambar 54. Suhu pasir di Jamursba Medi memiliki proporsi tertinggi dengan fluktuasi suhu pasir selama musim peneluran adalah 30 C dan 34 C dibandingkan pantai Wermon yang berfluktuasi 27 C sampai 31 C, seperti yang dijelaskan pada Gambar 39. Ditambahkan oleh Tapilatu et al. 2005 bahwa suhu pasir di Jamursba Medi sangat berfluktuasi antara 28.86 C dan 34.98 C pada high zone dekat vegetasi dan lower zone dekat laut. Perbandingan rata- rata suhu pasir SP antara Jamursba Medi dan Wermon menunjukkan bahwa suhu pasir di Jamursba Medi lebih berfluktuasi dibandingkan suhu pasir di Wermon. Variabel tekstur pasir TP memiliki proporsi nilai lebih sensitif yaitu 21,30 pada pantai Jamursba Medi dibandingkan 0,58 di pantai Wermon. Hasil yang sama juga dikemukakan Tapilatu et al. 2005 dimana tekstur pasir di pantai Jamursba Medi relatif sensitif yang terindikasi dari rendahnya keberhasilan penetasan. Dari tiga pantai di Jamusrba Medi pantai Wembrak memiliki nilai Gambar 54. Proporsi nilai indeks kepekaan Sensitivity index persentase paling rendah 9,2, disebabkan ukuran dan tekstur pasir yang memicu peningkatan suhu pasir, berpotensi melebihi suhu termal perkembangan embrio sehingga menyebabkan kematian. Selanjutnya variabel kedalaman sarang KS menunjukkan nilai proporsi tinggi terhadap indeks kepekaan terutama di pantai Wermon sebesar 44,24 dibandingkan Jamursba Medi 21,89. Jamursba Medi dan Wermon memiliki rata-rata kedalaman yang berbeda dimana kedalaman sarang di Jamursba Medi lebih dalam dibandingkan dengan Wermon. Kedalaman sarang berhubungan dengan topografi dan kemiringan pantai. Apabila pantai terklasifikasi datar maka mendukung proses penggalian sarang dan meminimalkan laju abrasi oleh gelombang pasang surut. Kondisi berbeda, jika pantai terklasifikasi landai dan curam maka sarang yang tergali cenderung tidak pada posisi ideal sehingga berpotensi terabrasi oleh gelombang. Faktor sosial antropogenik memiliki variabel penyusun indeks kepekaan yaitu variabel konsumsi telur dan konsumsi daging oleh masyarakat. Variabel konsumsi telur KT memiliki nilai proporsi 28,84 dan sensitif terhadap populasi di pantai Wermon. Sementara di Jamursba Medi memiliki nilai proporsi 21,89 terhadap populasi telur. Perbedaan nilai proporsi ini berhubungan dengan jumlah total sarang dikedua pantai. Jamursba Medi memiliki jumlah total sarang yang lebih banyak daripada Wermon dikarenakan panjang pantai yang mencapai 18 km, dibandingkan Wermon yang hanya 6 km. Panjang pantai mempengaruhi jumlah individu yang naik bertelur sehingga pantai Wermon dengan populasi sarang yang terbatas memberikan kontribusi terhadap nilai proposi pengambilan dan konsumsi telur yang bersifat negatif terhadap populasi sarang di Wermon. Konsumsi daging KD terhadap populasi di Jamursba Medi dan Wermon tidak memiliki nilai 0.0 terhadap populasi. Konsumsi daging oleh masyarakat pesisir Abun tergolong rendah dengan frekuensi 1 - 3 kg dikarenakan hanya untuk konsumsi keluarga. Kondisi ini memungkinkan karena masyarakat hanya mengkonsumsi ketika musim peneluran selebihnya masyarakat bergantung terhadap hasil meramu di hutan. Variabel tangkapan sampingan menjadi variabel penyusun indeks kepekaan yang tidak memiliki nilai proporsi 0. Tangkapan sampingan merupakan bagian dari aktivitas perikanan yang menghasilkan spesies bukan