Kuesioner kepada pemerintahan daerah Kabupaten Tambrauw
Seberapa besar peran masyarakat dalam keikutsertaan tersebut.
Apakah ada keluhan dari masyarakat terkait dengan implementasi program
konservasi yang dilakukan.
Apa pendapat bapak tentang pengusulan KKLD Abun di Kabupaten Tambraw sebagai upaya dalam perlindungan penyu?
Apakah pemerintah kabupaten mendukung pengusulan KKLD Abun
tersebut. Jika ya, sejauh mana dukungan pemerintah kabupaten dalam pengusulan KKLD Abun tersebut.
Bagaimana kolaborasi program antara pemerintah daerah, lembaga swasta
dan lembaga akademisi dalam implementasi program konservasi.
Implementasi program konservasi seperti apa yang sudah berjalan selama ini, dan apakah masing-masing stakeholder melakukan tupoksinya.
Dalam menjalankan program konservasi penyu belimbing, apa tantangan
yang dihadapi dalam implementasi program-program.
Hambatan utama dalam implementasi program konservasi di Tambraw.
Apa rekomendasi kedepan untuk mewujudkan tujuan otonomi khusus dalam penerapan konservasi yang berkelanjutan.
Isu-isu lingkungan
Bagaimana tanggapan anda terkait dengan pembangunan Jalan Trans Papua
Barat yang nantinya melewati Kawasan Suaka Margasatwa Jamursba Medi dan Warmon yang notabene sebagai habitat peneluran utama Penyu
Belimbing?
Terkait dengan kabupaten konservasi, tetapi tingginya aktivitas manusia di
pesisir tambraw seperti aktivitas HPH, tambang dan perikanan dalam skala besar, apa pendapat bapak?
Konservasi dan industri selalu bertolakbelakang dalam pelaksanaannya,
pendapat bapak, prioritas apa yang harus didahulukan.
Seberapa besar peran pemerintah Tambrauw dalam menata prioritas pembangunan sehingga kondisi sumberdaya alam tetap terjaga terutama
penyu, mengingat ICON kabupaten ini adalah Penyu Belimbing.
Terima kasih atas partisipasi BapakIbuSaudaraSaudari responden Hormat saya,
Ferawati Runtuboi
Lampiran 3. Instrumen preferensi stakehoder dalam pengambilan keputusan untuk pengelolaan penyu belimbing di KKLD Abun
PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUTAN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
Kepada Yth. BapakIbuSaudaraSaudari Responden Untuk keperluan penyusunan tesis, maka saya :
Nama : Ferawati Runtuboi – Perguruan Tinggi : Program Studi Pengelolaan
Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor IPB
Saat ini sedang menyusun tesis dengan topik :
Analisis Kerentanan Populasi Penyu Belimbing D.coricea Vrandelli 1761 di
Pantai Jamursba Medi dan Wermon sebagai Indikator Keberlanjutan KKLD ABUN Tambrauw Papua Barat.
Pengantar Pengambilan Keputusan untuk pengelolaan Penyu Belimbing di KKLD Abun :
Dalam ranah pengelolaan sumberdaya dan ekosistem tidak selalu mengacu pada pendekatan ekologi dan ekonomi tetapi sosial kelembagaan menjadi satu aspek
yang perlu dipertimbangkan. Sosial kelembagaan merupakan suatu pendekatan yang mengedepankan tatanan kelembagaan dengan melihat kontribusi stakeholder
yang berujung pada penetapan kebijakan. Kelembagaan berhubungan dengan peran dan pengaruh stakeholder dalam implementasi pengelolaan. Pengaruh dan
peran stakeholder diperoleh dengan melihat preferensi dari tiap pemangku kepentingan yang merujuk pada satu keputusasn untuk keberlanjutan pengelolaan.
Dalam penelitian ini, dibutuhkan skenario yang menjadi indikator keberlanjutan pengelolaan KKLD Abun sehingga perlu dilakukan preferesi dari tiap stakehoder
yang memiliki peran dan pengaruh dalam pengelolaan Penyu Belimbing. Berdasarkan analisis stakeholders, maka yang terpilih dalam preferensi ini
sebanyak tujuh stakeholders diantaranya BBKSD Papua Barat, WWF Indonesia
Region Sahul Sorong, Yayasan Alam Lestari, Bidang Perikanan dan Kelautan Tambrauw, Badan Lingkungan Hidup Tambrauw, Universitas Negeri Papua,
Masyarakat Lokal Abun. Stakehoder akan melakukan penilaian terhadap dua dimensi yang diyakini berpengaruh dalam pengelolaan Penyu Belimbing di Abun.
Dua dimensi tersebut adalah dimensi lingkungan yang terdiri dari delapan 8 sub kriteria, dan dimensi sosial antropogenik yang terdiri dari empat 4 sub skenario.
Penilaian preferensi dilakukan dengan memberikan nilai ranking terhadap masing- masing sub kriteria dari dimensi lingkungan dan dimensi sosial antropogenik.
Nilai ranking yang ditetapkan terbagi berdasarkan Saaty 1991 yang terbagi dalam empat ranking. Nilai ranking diberikan kepada sub kriteria dengan
pertimbangan apakah kriteria tersebut penting dalam pengelolaan Penyu Belimbing di KKLD Abun. Keterangan dari tiap ranking yaitu 1 : tidak penting, 2:
agak peting, 3 : penting dan 4 : sangat penting. Demikian pengantar dan atas partisipasinya disampaikan terimakasih.
Petunjuk : Berilah nilai ranking 1
– 4 pada sub kriteria yang dianggap penting dalam keberlanjutan pengelolaan Penyu Belimbing di KKLD Abun.
Nama : Instansi
: Project Leader WWF Region Sahul Sorong Tabel. Pengisian preferensi dimensi lingkungan dan social antropogenik dari tiap
stakeholders No
Dimensi Sub criteria
Ranking 1
Lingkungan Variasi dan Suhu pasir
Kenaikan muka laut Kemiringan pantai
Kedalaman sarang Tekstur pasir
Laju predasi Relokasi sarang
Perlindungan habitat 2
Sosial antropogenik Pengambilan telur
Konsumsi telur Tangkapan masyarakat
Konsumsi daging Tangkapan sampingan
Lampiran 4. Hasil kuesioner responden a. Responden pemanfaatan sumberdaya Penyu Belimbing di KKLD Abun
No Nama
Umur tahun
Pendidikan Terakhir
Pekerjaan Asal suku
1.
Ruben Jokson 47
SMA TNI
Abun
2.
PI Bahrus 55
SMP PN
Buton Sulteng
3.
Pieter Mambrasar 30
SMK PN
BiakAbun
4.
Yakonias Wabia 32
D3 PNS
Saukorem
5.
Yance Bonepai 35
D3 PNS
Saukorem
6.
Agustinus Asrow 60
SD PN
Abun
7.
Thomas Korwa 41
SMA PN
Biak
8.
Edwin Mirino 29
D3 PNS
Biak
9.
Yakonias Duith 65
D3 Pensiunan
Sorong
10.
Yakonias Warsa 37
SMP Swasta
Minahasa Sulut
11.
Isak Werimon 50
SMA PN
Serui
12.
Christopher Werimon
35 SD
PN Serui
13.
Piter L Rumbarar 30
SMA PNS
Biak
14.
Jefry Loupaty 28
D3 PNS
Ambon
15.
Anto Sundoi 28
SMP PN
Abun
17.
Sem Yeblo 70
SD PN
Abun
18.
Marinus Yeblo 45
SD PN
Abun
19.
Yosep Sundoi 27
SD Swasta
Abun
20.
Silas Yeblo 25
SD Swasta
Abun
21.
Martinus Mambrasar
40 SMA
PN Biak
22.
Yakomina Yesnat 45
SD Petani
Abun
23.
La-Ode 35
SMA Pedagang
Buton Sulteng
24.
Lukas Padwa 56
SMA PT
Biak
25.
Melkias Yewen 30
SMA PN
Kebar
26.
Michael Mambrasar
30 SMA
PN Biak
27.
Robert 30
SMP PN
Biak
28.
Dominggus Yessa 38
SD PN
Abun
29.
Kahar 35
SMP Pedagang
Makasar
30.
S. Aronggear 47
SPG PNS
Serui
31.
Benyamitus Yessa 45
SD PN
Abun
32.
David Titit 35
SMA Swasta
Abun
33.
Ayub Yeblo 35
SD PN
Abun
34.
Piter Yeblo 30
SD Swasta
Abun
35.
Yohanis 36
SMP PN
Abun
36.
Bernadus 38
SMA PN
Abun
37.
Sugeng 39
SD Swasta
Jawa
39.
Yulius Mosyoi 25
SMA NP
MeyakhKebar
40.
Ester Mekambak 26
Paket A P
MeyakhKebar
41.
Yan Kasi 28
SMA NP
MeyakhKebar
42.
Isak Kasi 46
SMA NP
MeyakhKebar
43.
Septinus Kasi 70
SMA NP
MeyakhKebar 44.
Robeka Kasi 46
SD P
MeyakhKebar 45.
Antomina Moktis 30
SMP P
MeyakhKebar 46.
Ester Katebu 60
SD P
MeyakhKebar 47.
Marinus Katobu 55
SD PN
MeyakhKebar 48
Yakobus Isai 46
SD PN
Serui 49.
Alfonsius Merani 57
SD PN
Serui 50.
Demianus Rumbruren
47 SD
PN Biak
51. Paulus Yasan
44 SD
PN MeyakhKebar
52. Debora Mandacan
45 SD
P Mandacan
53. Yesaya Mandacan
25 SMP
PN Mandacan
54. W. Mandacan
55 SMP
PN Mandacan
55. Yesaya Paririe
30 SMA
PN Serui
56. Jogel Paririe
30 SD
PN Serui
57. Heros Heipon
48 SMA
PN Serui
58. Yudas Heipon
30 D3
PNS Serui
b. Responden tangkapan sampingan dari kapal perikanan di pelabuhan Sorong
No Nama
Umur tahun
Pendidikan Terakhir
Pekerjaan Asal suku
1. Lolong
30 SMA
ABK Buton
2. Julian Santo
34 SPUM
Mualim Jawa
3. Saiful
31 SMA
ABK Buton
4. Tahir
39 SMA
ABK Buton
5. Amiruddin
39 SMA
ABK Buton
6. Gunawan
31 SMA
ABK Jawa
c. Responden pengambil kebijakan pemeritah Kabupaten Tambrauw
No Nama
Umur tahun
Pendidikan Terakhir
Jabatan Asal suku
1. Pieter
Mambrasar 45
Praja Ka. Distrik Sausapor
Biak 2.
Abraham Mayor S.Hut
45 S.Hut
Ka. Badan Lingkungan Hidup
Tambrauw Biak
3. P.Usior
47 Magister
Perikanan Ka.Bid Perikanan dan
Kelautan Tambrauw Biak
4. Max Binur
37 SH
Lembaga Swadaya Lokal
Biak 5.
Ronny Tethool
38 S.P
Leader Project WWF Indonesia Region
Sahul Sorong Kei
Lampiran 5. Komponen penilaian non detrimental finding penyu belimbing
PROGRAM STUDI PENGELOLAAN PESISIR DAN LAUTAN
SEKOLAH PASCASARJANA – INSTITUT PERTANIAN
BOGOR
Biologi dan karakteristik spesies Siklus hidup :
Bagaimana siklus hidup dari penyu belimbing
Tingkat reproduksi tinggi, kematian tinggi dan masa hidup panjang
Tingkat reproduksi tinggi, kematian rendah dan masa hidup pendek
Tingkat reproduksi rendah, kematian tinggi dan masa hidup panjang
Tingkat reproduksi rendah, kematian rendah dan masa hidup pendek
Tidak menentu Distribusi :
Bagaimana distribusi penyu belimbing di dunia
Terdistribusi di perairan samudra Hindia, Atlantik dan Pasifik
Terdistribusi di perairan samudra Pasifik Terdistribusi pada daerah tertentu
Tidak menentu Migrasi :
Bagaimana pola migrasi dari penyu belimbing
Keutara amerika : Monterebay California Ke timur asia : jepang
Ke barat : vanuatu PNG Di perairan indonesia
Tidak diketahui Adaptasi ekologi :
Bagaimana adaptasi terhadap habitat dan toleransi lingkungan
adaptasi tinggi adaptasi sedang
adaptasi rendah Tidak dapat beradaptasi
Tidak menentu Interaksi dengan manusia :
Apakah penyu belimbing memiliki toleransi terhadap aktivitas yang
bersumber dari manusia Tidak berinteraksi
Toleransi Sensitif
Tidak toleransi Tidak menentu
Efisiensi penyebaran : Bagaimana mekanisme efisiesnsi
penyebaran penyu belimbing ketika melakukan spawning, feeding dan
breeding. Sangat baik
Baik Medium
Buruk Tidak menentu
Resiko kematian dari penyu belimbing :
Sangat tinggi Sedang
Rendah Tidak
Tidak menentu Status biologi pada level nasional
Distribusi : Bagaimana
distribusi penyu
belimbing dalam level nasional yaitu di Indonesia
Tersebar luas, pada semua daerah Tersebar luas, di beberapa daerah
Menyebar terbatas pada daerah tertentu Tersebar terbatas pada satu daerah
Tidak diketahui Kelimpahan :
Bagaimana kelimpahan spesies penyu belimbing di indonesia
Sangat melimpah Umum
Tidak umum Langka
Tidak menentu Trenkecendurungan
populasi penyu belimbing :
Meningkat Stabil
Menurun tetapi stabil Menurun drastis
Tidak diketahui Kualitas informasidan data :
Apa jenis informasi yang tersedia untuk menggambarkan jumlah dan
trend dalam
populasi penyu
belimbing dalam skala nasional? Data kuantitatif terakhir
Pengetahuan lokal Data kuantitatif lama
Data visualisasi Tidak menentu
Ancaman populasi penyu belimbing :
Tidak ada Terbatastidak terbatas
Besar Berat dan tidak berat
Tidak menentu Pengawasan dan pengelolaa penangkapan
Penangkapan dan perdagangan ilegal :
Bagaimana signifikan perburuan dan penangkapan penyu belimbing
pada level nasional Tidak
Kecil Sedang
Besar Tidak menentu
Rencana pengelolaan : Apakah perlu rencana pengeloaan
kaitannya dengan penangkapan atau pengambilan penyu belimbing
Disetujui dengan mengkoordinasikan rencana pengelolaan lokal dan nasional
Disetujui mengkoordinasikan rencana pengelolaan pada level provinsi, nasional
dan negara terkait Disetujui rencana pengelolaan lokal
Tidak ada rencana yang di setujui, dimana managemen informal tidak di rencanakan
Tidak menentu Daerah
perlindungan terhadap
spesies : Berapa persentase penangkapan
spesies pada negara-negara yang melindungi penyu belimbing
Tinggi Sedang
Rendah Tidak ada
Tidak menentu Tujuan pengelolaan penangkapan:
Apa tujuan
dari rencana
pengelolaan penangkapan Manfaat bagi konservasi
Pengawasan populasi Memaksimalkan nilai ekonomi
Oportunis dan penangkapan tidak selektif Tidak menentu
Proporsi populasi yang masih tersedia:
berapa kisaran alami spesies populasi yang masihada dengan
pengecualian penangkapan 15
5 – 15
5 Tidak
Tidak menentu Metode pemantauan penangkapan :
Apa metode utama yang digunakan untuk memantau dampak dari
kegiatan penangkapan Estimasi populasi secara langsung
Data kuantitatif Data kualitatif
Data penjualan ekspor Tidak ada monitorningtidak menentu
Tujuan dari keberlanjutan populasi dalam perencanaan pengelolaan:
Untuk meningkatkan
populasi penyu
belimbing, pendekatan
pengelolaan apa yang harus di lakukan.
Konservasi spesies dan habitat Konservasi spesies
Konservasi habitat Pelarangan konsumsi daging dan telur
penyu belimbing Tidak diketahui
Perlindungan spesies
penyu belimbing :
Berapa besar pelarangan terhadap pengambilan telur dan penyu
belimbing di kawasan konservasi Tinggi
Sedang Rendah
Tidak ada Tidak diketahui
Sistem kepemilikan
dalam memanfaatkan sumberdaya :
Apakah daerah konservasi dimana hak kepemilikan lahan signifikan
terhadap pengelolaan konservasi penyu
Ada dan berpengaruh besar Ada dan berpengaruh sedang
Ada dan berpengaruh kurang Tidak ada
Tidak diketahui Insentif dan manfaat dari penangkapan
Efek penangkapan terhadap populasi :
Apakah efek dari penangkapan menjadi ancaman besar yang
teridentifikasi terhadap populasi Bermanfaat
Netral Berbahaya
Sangat negatif Tidak menentu
Insentif perlindungan spesies dari aktivitas penangkapan :
Dalam level nasional berapa insentif dari kegiatan penangkapan
bagi konservasi spesies penyu belimbing
Tinggi Sedang
Rendah Tidak ada
Tidak menentu Insentif perlindungan habitat :
Dalam level nasional berapa insentif dari kegiatan penangkapan
bagi konservasi habitat penyu belimbing
Tinggi Sedang
Rendah Tidak ada
Tidak menentu Manfaat terhadap konservasi lokal
Tinggi Sedang
Rendah Tidak ada
Tidak menentu Proporsi perlindungan spesies
terhadap penangkapanperdagangan :
75 50-75
25-50 25
Tidak menentu Lembaga pengelola;
Lembaga apa yang bekerja pada kawasan konservasi
Lembaga nasional dan internasinal Lembaga nasional
Lembaga lokal Tidak ada lembaga
Tidak diketahui Program pengelolaan konservasi;
Apakah ada kesamaan program yang di lakukan oleh lembaga
konservasi baik lokal, nasional dan internasional.
Program sama Program berbeda
Program kolaboratif Program mandiri
Tidak diketahui Kolaborasi program :
Ada kolaborasi
Apakah ada kolaborasi program konservasi yang di lakukan oleh
lembaga di kawasan konservasi Tidak ada kolaborasi
Ada kolaborasi tetapi tidak optimal Tidak diketahui
Apakah masyarakat
dilibatkan dalam program dan kegiatan
konservasi penyu di kawasan konservasi
Ada Ada, tetapi sebagian masyarakat
Tidak ada Tidak diketahui
Lampiran 6. Rekapitulasi nilai non detrimental finding penyu belimbing
Unsur Penilaian Non Detrimental Finding NDF Ranking 1-
5 Unsur Penilaian
Nilai 1-5 Biologi
Siklus Hidup penyu belimbing 5
Distribusi penyu belimbing di dunia 4
Migrasi penyu belimbing 4
Adaptasi Ekologi 3
Interaksi dengan manusia 5
Resiko Kematian penyu belimbing 5
Status Distribusi penyu belimbing di Indonesia
3 Trend populasi penyu belimbing
4 Ancaman penyu belimbing
5 Pemanfaatan
Penangkapan dan perdagangan ilegal 3
Perburuan skala lokal 3
Konsumsi telur oleh masyarakat 3
Konsumsi daging oleh masyarakat 3
By Catch 4
Selektivitas alat tangkap 4
Pengelolaan Rencana pengelolaan
3 Tujuan Pengelolaan
3 Proporsi populasi yang tersedia
4 Metode pemantauan penangkapan
1 Tujuan keberlanjutan populasi
3 Perlindungan spesies penyu belimbing
2 Potensi Konflik
3 Efek penangkapan terhadap populasi Penyu
Belimbing 3
Manfaat konservasi terhadap masyarakat lokal 4
Lembaga pengelola Lembaga pengelola
1 Kolaborasi program
1 Keterlibatan masyarakat dalam program
2
lampiran 7. Faktor Lingkungan a. Suhu Pasir
Analisis deskriptif Suhu C pasir per pantai peneluran 2009-2010
Pantai Rata
Stdv N
Min Max
Q1 Q3
Baturumah 29.943 1.844 752
26.075 32.888 27.799 31.418 Warmamedi 28.424 1.701 941
26.061 32.997 27.010 29.926 Wembrak
29.776 2.085 1125 26.051 33.752 28.112 31.938 Wermon
29.561 0.845 151 27.604 31.472 29.053 30.025
Analisis Varians
Sumber DF
SS MS
F P
Faktor 3
1279.17 6.39
3.15 .000
Error 2965
10265.53 3.46
Total 2968
11544.70
S = 1.861 R-Sq = 11.08 R-Sqadj = 10.99 Analisis deskriptis suhu
C per bulan pada tiap pantai peneluran Pantai Baturumah
Pantai Rata
Stdv N
Min Max
Q1 Q3
April 27.617 1.537 51 25.238 31.596 26.434 31.596
Mei 31.405 0.667 93 29.882 32.594 31.039 32.594
Juni 31.048 0.518 90 29.896 32.063 30.591 32.063
Juli 30.748 0.573 93 30.708 31.825 30.312 31.825
Agustus 31.993 0.666 93 30.708 33.337 31.454 33.337
September 31.869 0.714 90 30.526 33.240 31.309 33.240
Oktober 29.666 2.586 67 24.470 33.562 27.316 33.562
Pantai Warmamedi
Pantai Rata
Stdv N
Min Max
Q1 Q3
April 27.551 1.480 68
25.194 30.536 26.425 29.200 Mei
29.803 2.133 124 26.622 33.371 27.620 31.449 Juni
29.668 2.005 120 26.668 32.975 27.454 31.384 Juli
29.212 1.928 124 26.414 32.224 27.096 30.831 Agustus
30.289 2.313 124 26.814 33.821 27.677 32.400 September 29.620 2.161 120 26.680 33.361 27.338 31.415
Oktober 28.513
116 24.427 33.455 27.243 29.681
Pantai Wembrak
Pantai Rata
Stdv N
Min Max
Q1 Q3
April 27.574 1.486 68
25.134 30.597 26.432 29.131 Mei
30.938 2.057 124 27.900 33.832 28.993 29.131 Juni
31.069 1.772 120 28.322 33.584 29.256 32.835 Juli
30.606 1.674 124 28.315 32.929 28.989 32.266 Agustus
31.519 2.161 124 28.785 34.575 29.367 33.675 September 30.951 2.331 120 27.919 34.186 28.808 33.317
Oktober 29.068 2.458 116 24.539 34.244 27.294 29.535
Pantai Wermon
Pantai Rata
Stdv N
Min Max
Q1 Q3
November 27.605 0.610 120 26.358 29.480 27.207 27.905
Desember 29.290 1.971 124
27.010 32.648 27.560 31.708 Januari
30.744 1.592 124 27.887 33.339 29.328 31.916
Februari 30.450 1.608 112
27.727 32.657 28.662 31.816 Maret
30.830 1.671 124 27.879 33.270 29.193 32.315
b. Kenaikan muka laut dan kemiringan pantai
Pantai Lebar
Pan jang
m Luas
m Slope
SLR m
Area renda
man m
D1 Ket
Wembrak 48.5
7500 363750 1.28
0.0076 1.089 0.0059 Datar
Brumah 51.8
4000 207200 1.08
1.840 0.0070 Datar
Warmamedi 60.5
5400 326700 0.926
1.365 0.0082 Datar
Wermon 21.71
6000 130260 13.64
6.494 0.0006 Landai
Skenario rendaman pantai peneluran Jamursba Medi dan Wermon berdasarkan IPCC 2000
Skenario 0.18 m
0.35 m 0.59 m
0.79 m Wembrak
0.004 0.008
0.013 0.018
Brumah 0.006
0.012 0.021
0.028 Warmamedi
0.003 0.008
0.013 0.018
Wermon 0.054
0.105 0.176
0.236
c. Tekstur Pasir Persentasi ukuran pasir berdasarkan Tsieve di pantai Jamursba Medi dan Wermon
Ukuran pasir
4 mm
3.35 mm
2 mm
1 mm
500 nm
500 nm
Total Wembrak
0.26 0.163
2.21 16.703 42.065 38.568
100 9.46
Baturumah 0.354
0.26 2.27
17.885 39.397 39.835 100
10.08 Warmamedi 0.775 0.874 5.062 18.079 41.059 34.152
100 11.57
Wermon 0.167
0.16 0.925 11.758
13 73.989
100 6.34
Proporsi tekstur pasir di pantai Jamursba Medi dan Wermon
Tekstur pasir Kasar
Sedang Halus
Wembrak 0.80
21.20 78.00
Baturumah 1.65
23.14 75.21
Warmamedi 1.77
20.10 78.13
Wermon 0.33
12.68 86.99
d. Monsun Populasi Jamursba terhadap Monsun Asia, Australia
The regression equation is JM = 9.7 - 31.2 Asia - 67.7 Australia Analysis of Variance
Predictor DF
SS MS
F P
Regresi 2
90129 95065
30.32 0.001
Residual error 6
18815 3136
Australi 8
208944
S = 55.9985 R-Sq = 91.0 R-Sqadj = 88.0
Predictor Coef
SE Coef T
P Constant
9.70 26.97
0.36 0.731
Asia -31.236
7.264 -4.30
0.005 Australia
-67.72 10.51
-6.44 0.001
Populasi Wermon terhadap Monsun Asia dan Australia The regression equation is Wermon = 82.3 - 12.9 Asia - 9.62 Australia
Analysis of Variance
Source DF
SS MS
F P
Regresi 2
21249 10625
10.03 0.012
Residual error 6
6325 1060
Australia 8
27608
S = 32.5549 R-Sq = 77.0 R-Sqadj = 69.3
Predictor Coef
SE Coef T
P Constant
82.34 15.68
5.25 0.002
Asia -12.872
4.223 -3.05
0.023 Australia
-9.620 6.111
-1.57 0.166
Lampiran 8. Faktor Sosial Antropogenik a. Pengambil telur
The regression equation is Pengambil telur = 1.81 + 0.415 Pendidikan - 0.300 Usia
Analysis of Variance
Source DF
SS MS
F P
Regresi 2
11.0597 5.5299
6.40 0.004
Residual error 38
32.8305 0.8640
Total 40
43.8902
S = 0.929495 R-Sq = 25.2 R-Sqadj = 21.3
Predictor Coef
SE Coef T
P Constant
1.8111 0.4370
4.14 0.000
Pendidikan 0.4155
0.1352 -3.05
0.004 Usia
0.920495 0.1460
-2.05 0.047
b. Konsumsi telur
The regression equation is Konsumsi telur = 53.6 + 3.37 Pendidikan + 2.86 Usia
Analysis of Variance
Source DF
SS MS
F P
Regresi 2
946 473
0.14 0.869
Residual error 50
168159 3363
Total 52
168159
S = 57.9929 R-Sq = 0.6 R-Sqadj = 0.0 Plot Uji Normalitas
Plot Standarisasi residual dengan pendugaan Y
3 2
1 -1
-2
99 95
90 80
70 60
50 40
30 20
10 5
1
Skor Normal
Pe rs
en
3.0 2.5
2.0 1.5
1.0 2.5
2.0 1.5
1.0 0.5
0.0 -0.5
-1.0
Fitted Value
R es
id ua
l
Predictor Coef
SE Coef T
P Constant
53.59 24.78
2.16 0.035
Pendidikan 3.374
7.813 0.727
0.668 Usia
2.857 8.139
0.35 0.727
c. Tangkapan penyu
The regression equation is Plot Uji Normalitas
Plot Standarisasi residual dengan pendugaan Y
150 100
50 -50
-100
99 95
90 80
70 60
50 40
30 20
10 5
1
Score Normal
Pe rs
en K
on su
m si
T el
ur
76 74
72 70
68 66
64 62
60 150
100 50
-50
Fifted Value
R e
s id
u a
l
Laju Tangkapan = 3.19 - 0.219 Pendidikan - 0.010 Usia Analysis of Variance
Source DF
SS MS
F P
Regresi 2
1.599 0.800
0.35 0.710
Residual error 35
80.769 2.308
Total 37
82.368
S = 1.51911 R-Sq = 1.9 R-Sqadj = 0.0
Predictor Coef
SE Coef T
P Constant
3.1923 0.6615
4.83 0.000
Pendidikan -0.2191
0.2782 -0.79
0.436 Usia
-0.0105 0.2652
-0.04 0.969
d. Konsumsi daging
Plot Uji Normalitas
Plot Standarisasi residual dengan pendugaan Y
6 4
2 -2
-4
99 95
90 80
70 60
50 40
30 20
10 5
1
Score Normal
Pe rs
en
3.0 2.9
2.8 2.7
2.6 2.5
2.4 2.3
2.2 6
5 4
3 2
1 -1
-2
Fifted Value
R es
id ua
l
The regression equation is Konsumsi daging = 3.99 - 0.614 Pendidikan + 0.526 Usia
Analysis Varians
Source DF
SS MS
F P
Regresi 2
20.336 10.168
2.73 0.075
Residual error 50
186.032 3.721
Total 53
206.368
S = 1.92890 R-Sq = 9.9 R-Sqadj = 6.2
Predictor Coef
SE Coef T
P Constant
3.9917 0.6724
5.94 0.000
Pendidikan -0.6138
0.2749 -2.23
0.030 Usia
0.5263 0.3296
1.60 0.117
Plot Uji Normalitas
Plot Standarisasi residual dengan pendugaan Y
5 4
3 2
1 -1
-2 -3
-4
99 95
90 80
70 60
50 40
30 20
10 5
1
Residual
Pe rs
en
5.0 4.5
4.0 3.5
3.0 2.5
2.0 5
4 3
2 1
-1 -2
-3
Fitted Value
R es
id ua
l
Lampiran 9. Sistem pembobotan variabel kerentanan Indeks keterpaparan
VSP SLRxKP
M LP
PT TM
VSP 1.00
2.00 2.00
3.00 4.00
4.00 SLRxKP
0.50 1.00
1.00 1.50
2.00 2.00
M 0.50
1.00 1.00
1.50 2.00
2.00 LP
0.33 0.67
0.67 1.00
1.33 1.33
PT 0.25
0.50 0.50
0.75 1.00
1.00 TM
0.25 0.50
0.50 0.75
1.00 1.00
Jumlah 2.83
5.67 5.67
8.50 11.33
11.33
VSP SLRx
KP M
LP PT
TM Jum
baris Bobot
wi Eigen
lamda VSP
0.35 0.35
0.35 0.35
0.35 0.35
2.12 0.35
1.01 SLRxKP
0.18 0.18
0.18 0.18
0.18 0.18
1.06 0.18
1.00 M
0.18 0.18
0.18 0.18
0.18 0.18
1.06 0.18
1.00 LP
0.12 0.12
0.12 0.12
0.12 0.12
0.71 0.12
1.00 PT
0.09 0.09
0.09 0.09
0.09 0.09
0.53 0.09
1.00 TM
0.09 0.09
0.09 0.09
0.09 0.09
0.53 0.09
1.00 Wj
1.01 0.17
0.17 0.17
0.17 0.17
1.84 1.00
1.01 6.00
n = 36
Lamda Max
0.17 CI
-1.17 RC
1.24 CR
-0.94 Jika CR0.1 maka nilai perbandingan berpasangan pada matriks kriteria yang diberikan
konsisten.
Indeks Kepekaan
SP TP
KS KT
KD Bycatch
SP 1.00
2.00 2.00
3.00 4.00
4.00 TP
0.50 1.00
1.00 1.50
2.00 2.00
KS 0.50
1.00 1.00
1.50 2.00
2.00 KT
0.33 0.67
0.67 1.00
1.33 1.33
KD 0.25
0.50 0.50
0.75 1.00
1.00 By Catch
0.25 0.50
0.50 0.75
1.00 1.00
Jumlah 2.83
5.67 5.67
8.50 11.33
11.33
SP TP
KS KT
KD By
catch Jumlah
baris bobot
wi Nilai
eigen SP
0.35 0.35
0.35 0.35 0.35
0.35 2.12
0.35 1.00
TP 0.18
0.18 0.18 0.18
0.18 0.18
1.06 0.18
1.00 KS
0.18 0.18
0.18 0.18 0.18
0.18 1.06
0.18 1.00
KT 0.12
0.12 0.12 0.12
0.12 0.12
0.71 0.12
1.00 KD
0.09 0.09
0.09 0.09 0.09
0.09 0.53
0.09 1.00
By Catch 0.09
0.09 0.09 0.09
0.09 0.09
0.53 0.09
1.00 Wj
0.17 0.17
0.17 0.17 0.17
0.17 1.00
1.00 6.00
6.0000 n=6
Lamda 1.00
CI -1.00
RC 1.24
CR -0.81
Jika CR0.1 maka nilai perbandingan berpasangan pada matriks kriteria yang diberikan konsisten.
Indeks Kapasitas Adaptif
SR PH
PM PK
PP SR
1.00 2.00
2.00 3.00
4.00 PH
0.50 1.00
1.00 1.50
2.00 PM
0.50 1.00
1.00 1.50
2.00 PK
0.33 0.67
0.67 1.00
1.33 PP
0.25 0.50
0.5 0.75
1.00 2.58
5.17 5.17
7.75 10.33
SR PH
PM PK
PP Jum
baris Bobot
wi Eigen
lamda SR
0.39 0.39
0.39 0.39
0.39 1.94
0.39 1.00
PH 0.19
0.19 0.19
0.19 0.19
0.97 0.19
1.00 PM
0.19 0.19
0.19 0.19
0.19 0.97
0.19 1.00
PK 0.13
0.13 0.13
0.13 0.13
0.65 0.13
1.00 PP
0.10 0.10
0.10 0.10
0.10 0.48
0.10 1.00
Wj 0.20
0.20 0.20
0.20 0.20
1.00 1.00
5.00 N=16
2.00 RC
1.24 Lamda
0.83 CI
-1.04 CR
-0.84 Jika CR0.1 maka nilai perbandingan berpasangan pada matriks kriteria yang
diberikan konsisten.
Lampiran 10. Fungsi indeks kerentanan populasi Jamursba Medi
Indeks Jamursba Medi
Variabel Bobot
Rank Rank
BBT STD
BBT NIK Proporsi
Variasi Suhu
Pasir 0.35
3 1.05
1.00 0.35
0.480 52.73
Sea Level Rise x KP
0.18 2
0.36 0.21
0.18 10.91
Munsoon 0.18
2 0.36
0.21 0.18
10.91 Predasi
0.12 5
0.6 0.48
0.12 25.45
Pengambilan telur
0.09 2
0.18 0.00
0.09 0.00
Tangkapan Masyarakat
0.09 2
0.18 0.00
0.09 0.00
1.90 1.00
100.00 Variabel
Bobot Skor
Rank BBT
STD BBT
NIK Proporsi Suhu Pasir
0.35 3
1.05 1.00
0.35 0.499
51.48 Teksture Pasir
0.18 3
0.54 0.41
0.18 21.30
Kedalaman Sarang
0.18 2
0.36 0.21
0.18 10.65
Konsumsi telur
0.11 5
0.55 0.43
0.11 21.89
Konsumsi daging
0.09 1
0.09 -0.10
0.09 -5.33
By catch 0.09
2 0.18
0.00 0.09
0.00 1
1.94 1
100.00 Variabel
Bobot Skor
RankBBT STD
BBT NKA Proporsi
Sarang Relokasi
0.39 5
1.94 1.00
0.39 0.434
85.25 Perlindungan
Habitat 0.19
2 0.39
0.08 0.19
6.56 Persepsi
Masyarakat 0.19
2 0.39
0.08 0.19
6.56 Potensi
Konflik 0.13
2 0.26
0.00 0.13
0.00 Peran
pemerintah 0.10
3 0.29
0.02 0.10
1.64 1.17
1 100.00
Lampiran 11. Fungsi indeks kerentanan populasi Wermon
Indeks Wermon Variabel
Bobot Rank
Rank BBT
STD BBT
NIK Proporsi
Variasi Suhu
Pasir 0.35
2 0.70
1.00 0.35 0.51
44.66 Sea Level
Rise X KP
0.18 2
0.36 0.26 0.18
11.65 Munsoon
0.18 2
0.36 0.26 0.18
11.65 Predasi
0.12 2
0.24 0.00 0.12
0.00 Pengambilan
telur 0.09
5 0.45
0.46 0.09 20.39
Tangkapan Masyarakat
0.09 4
0.36 0.26 0.09
11.65 2.24 1.00
0.51 100.00
Variabel Bobot
Skor RankBBT
STD BBT
NIK Proporsi
Suhu Pasir 0.35
3 1.05
1.00 0.35 0.77
26.94 Teksture
Pasir 0.18
2 0.36
0.02 0.18 0.62
Kedalaman Sarang
0.18 3
0.54 1.67 0.18
44.90 Konsumsi
telur 0.11
5 0.55
1.02 0.11 27.54
Konsumsi daging
0.09 1
0.09 0.00 0.09
0.00 By catch
0.09 1
0.09 0.00 0.09
0.00 3.71 1.00
0.77 100.00
Variabel Bobot
Skor RankBBT
STD BBT
NKA Proporsi
Sarang Relokasi
0.41 3
1.23 1.00 0.39
0.52 66.45
Perlindungan Habitat
0.21 2
0.42 0.21 0.19
14.19 Persepsi
Masyarakat 0.14
3 0.42
0.21 0.19 14.19
Potensi Konflik
0.14 2
0.28 0.08 0.13
5.16 Peran
pemerintah 0.10
2 0.20
0.00 0.10 0.00
1.50 1.00 100.00
Lampiran 12
. Indeks kerentanan populasi
Index Kerentanan Jamursba
Medi Level
Wermon Level
Indeks keterpaparan 0.48
Medium vurnerable
0.51 Medium
vurnerable Indeks kepekaan
0.51 Medium
vurnerable 0.77
High vurnerable
Indeks kapasitas
adaptif 0.43
Medium vurnerable
0.52 Medium
vurnerable Indeks
Kerentanan Populasi
0.48 Medium
vurnerable 0.62
High vurnerable
Lampiran 13. Peta estimasi tangkapan penyu belimbing pada perairan dunia
Lewison et al. 2006
Lampiran 14. Alat tangkap dan jenis kapal perikanan 4-5 GT di Pelabuhan Perikanan Sorong
Lampiran 15. Kapal perikanan udang di Kabupaten Sorong Kapal penangkap ikan 4-5 GT di pelabuhan Sorong
Salah satu kapal penangkapan udang yang berbasis di Sorong
Lampiran 16. Jenis alat tangkap
Lampiran 17. Pemanfaatan sumberdaya penyu belimbing b Jaring Dasar
a Jaring Benang
Telur penyu byang akan dijual seharga Rp.10.000,-
Pemanfaatan telur dan daging penyu belimbing oleh masyarakat Kei sumber : Jan Manuputty
Lampiran 18. Laju predasi sarang oleh predator dan gelombang pantai
Predasi sarang oleh babi hutan
Beac
Sarang yang terabrasi
ABSTRACT
FERAWATI RUNTUBOI, Vurnerability of Leatherback Population Analysis Dermochelys coriacea Vrandelli 1761 in Jamusrba Medi and Wermon Beach as
Indicator of Sustainability of Abun Marine Protected Area Tambrauw Regency, West Papua. Supervised by M. MUKHLIS KAMAL and LUKY ADRIANTO.
Decline of leatherback population in Jamursba Medi and Wermon beach in the last 10 years, has impact stock leatherback populations in the Western Pacific.
Environmental and social antropogenic factors were be fathomed on population decline, especially the number of individuals and the number of new individual
adults. This study aims to determine the status utilization of leatherback populations, vulnerability index, and recommendations in the implementation of
best management scenarios sustainability Abun marine protected area as protection of the leatherback habitats and these population. Result explicates that
currently these status has categorized in endangered and be beased non determental finding
reveals that utilization of leatherback does not lead to sustainability. Composite performance of these vurnerable index framing in
Jamursba Medi is at the level of medium vurnerable 0.486 and Wermon is at the level of high vurnerable 0.616. Social influences of anthropogenic be one of the
greatest threats to the environment in addition to population decline. The threat is indicated by the high activity of egg collection, hunting the adults of the
community within and outside marine protected area, as the north sea islands, Manokwari and Southeast Maluku. In addition to direct use of bycatch from
commercial fisheries are also factors leatherback population decline. Furthermore, directly use through co-catching from comersial fishery operations was also be a
decreasing factor of leatherback population. Based the results it is recommended several scenarios through tradeoff analysis approach. Both of sub model
environmental integration and social antropogenic scenarios are selected and considered as the best with the quality value of 66.03. It are which in turn
encouraged in sustainable implementation of Abun MPA. Keywords : Leatherback, non detrimental finding, vulnerability of population,
indicator of sustainability, abun mpa.
RINGKASAN
FERAWATI RUNTUBOI, Analisis Kerentanan Populasi Penyu Belimbing D.coriacea Vrandelli 1761 di Pantai Jamusrba Medi dan Wermon sebagai
Indikator Keberlanjutan Kawasan Konservasi Laut Daerah Abun Kabupaten Tambrauw Papua Barat. Dibimbing oleh M. MUKHLIS KAMAL dan LUKY
ADRIANTO.
Pantai Jamursba Medi dan Wermon merupakan pantai peneluran terbesar yang berperan sebagai penyuplai populasi penyu belimbing terbesar di Pasifik
Barat. Dalam 10 tahun terakhir, terjadi penurunan populasi penyu belimbing secara drastis yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti faktor lingkungan dan
sosial antropogenik. Faktor lingkungan berkaitan dengan perubahan iklim global yang mempengaruhi proses ekologi seperti proses peneluran dan penetasan.
Faktor sosial antropogenik berkaitan dengan pemanfaatan langsung sumberdaya penyu seperti pengambilan telur dan daging serta pemanfaatan tidak langsung
seperti tangkapan sampingan dari perikanan skala besar. Solusi dalam meminimalkan dampak tersebut adalah melakukan pengelolaan secara terpadu
salah satunya adalah penetapan kawasan konservasi laut daerah KKLD yang berfungsi melindungi keanekaragaman hayati sumberdaya seperti penyu
belimbing.
Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk 1 mengetahui status pemanfaatan populasi penyu belimbing melalui penilaian non detrimental finding 2
mengestimasi indeks kerentanan populasi penyu belimbing 3 merekomendasikan skenario pengelolaan dalam implementasi keberlanjutan KKLD Abun.
Penelitian ini dilakukan di pesisir Utara Kepala Burung Papua tepatnya di pantai Jamursba Medi dan Wermon dan beberapa kampung yang berada didalam
KKLD Abun. Pendekatan yang digunakan adalah non detrimental finding NDF dan indeks kerentanan. Pengambilan data dilakukan secara eksporasi terbagi dua
bagian yaitu pengambilan data lingkungan dipantai peneluran dan pengambilan data sosial antropogenik di kampung berada dekat dengan pantai peneluran. Dua
kampung lainnya adalah kampung di Utara Manokwari.
Metode non detrimental finding adalah metode penilaian status pemanfaatan populasi berdasarkan perankingan dari 5 variabel penyusun yang kemudian
dijabarkan kedalam 25 unsur. NDF terdiri dari lima variabel utama yaitu 1 biologi, distribusi, migrasi dan karakteristik, 2 Trend populasi dan status
konservasi, 3 ancaman populasi, 4 perdagangan dan pemanfaatan serta 5 pengawasan dan regulasi. Metode indeks kerentanan disusun oleh faktor utama
yaitu faktor lingkungan dan sosial antropogenik. Kedua faktor ini kemudian dikategorikan kedalam tiga indeks kerentanan yaitu indeks keterpaparan, indeks
kepekaan dan indeks kapasitas adaptif. Analisis penentuan tingkat kerentanan populasi penyu belimbing dilakukan dengan menggunakan composite vulnerable
index.
Selanjutnya untuk merekomendasikan skenario keberlajutan KKLD Abun, maka dilakukan dengan pendekatan Tradeoff analisis dimana hasil dari skenario
ini berupa pilihan skenario terbaik berdasarkan nilai pembobotan . Hasil skenario ini akan digunakan sebagai dasar pengelolaan KKLD Abun.
Hasil menunjukkan bahwa status populasi penyu belimbing termasuk dalam endangared
dan berdasarkan penilaian non detrimental finding NDF bahwa pemanfaatan sumberdaya penyu belimbing tidak mengarah pada kelestarian.
Selanjutnya hasil komposit indek kerentanan populasi penyu belimbing di Pantai Jamursba Medi diketahui bahwa populasi berada dilevel medium vurnerable
0.49 dibandingkan pantai Wermon yang berada pada level high vurnerable 0.62. Rentannya populasi dikedua pantai ini dipengaruhi faktor lingkungan dan
sosial antropogenik. Faktor sosial antropogenik terindikasi menjadi salah satu ancaman terbesar yang mengakibatkan penurunan populasi. Ancaman tersebut
terindikasi dengan tingginya aktivitas pengambilan telur, perburuan terhadap penyu dewasa oleh masyarakat didalam KKLD Abun maupun masyarakat diluar
KKLD Abun seperti di perairan Kei Maluku Tenggara. Selain pemanfaatan langsung masyarakat, tangkapan sampingan dari perikanan berskala besar seperti
perikanan tuna dan udang menjadi faktor penurunan populasi penyu belimbing.
Kondisi ini mendasari perlu dilakukan upaya perlindungan terhadap populasi penyu belimbing diKKLD Abun. Pengelolaan yang dihasilkan haruslah
pengelolaan yang berkelanjutan. Berdasarkan tujuan tersebut dengan pendekatan tradeoff
dimunculkan empat skenario pengelolaan yaitu skenario tanpa pengelolaan, pengelolaan sub model lingkungan, pengelolaan sub model sosial
antropogenik, sub model keterpaduan antara lingkungan dan sosial antropogenik. Dari empat skenario yang dianalisis, skenario keterpaduan sub model lingkungan
dan sosial antropogenik merupakan skenario terbaik dengan nilai skenario terbesar yaitu 66.03 yang harus diaplikasikan dalam keberlanjutan KKLD Abun.
Kata kunci: Penyu belimbing, non detrimental finding, kerentanan populasi,
analisis tradeoff, indikator keberlanjutan, KKLD Abun.
1 PENDAHULUAN