Wilayah negara Perairan Indonesia

109 pengelolaan, pengendalian, dan pengawasan, dengan memperhatikan norma- norma yang diatur dalam peraturan perUndang-Undangan lainnya.

5.8.5 Wilayah negara

Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan yang berciri nusantara mempunyai kedaulatan atas wilayah serta memiliki hak-hak berdaulat di luar wilayah kedaulatannya untuk dikelola dan dimanfaatkan sebesar- besarnya bagi kemakmuran rakyat Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 25A mengamanatkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan Undang-Undang. Bahwa wilayah negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menganut sistem: 1 pengaturan suatu Pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; 2 pemanfaatan bumi, air, dan udara serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; 3 desentralisasi pemerintahan kepada daerah-daerah besar dan kecil yang bersifat otonom dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan 4 kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Mengingat sisi terluar dari wilayah negara atau yang dikenal dengan Kawasan Perbatasan merupakan kawasan strategis dalam menjaga integritas Wilayah Negara, maka diperlukan juga pengaturan secara khusus. Pengaturan batas-batas Wilayah Negara dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum mengenai ruang lingkup wilayah negara, kewenangan pengelolaan Wilayah Negara, dan hak –hak berdaulat. Negara berkepentingan untuk ikut mengatur pengelolaan dan pemanfaatan di laut bebas dan dasar laut internasional sesuai dengan hukum internasional. Pemanfaatan di laut bebas dan di dasar laut meliputi pengelolaan kekayaan alam, 110 perlindungan lingkungan laut dan keselamatan navigasi. Pengelolaan Wilayah Negara dilakukan dengan pendekatan kesejahteraan, keamanan dan kelestarian lingkungan secara bersama-sama. Pendekatan kesejahteraan dalam arti upaya- upaya pengelolaan Wilayah Negara hendaknya memberikan manfaat sebesar- besarnya bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di Kawasan Perbatasan. Pendekatan keamanan dalam arti pengelolaan Wilayah Negara untuk menjamin keutuhan wilayah dan kedaulatan negara serta perlindungan segenap bangsa, sedangkan pendekatan kelestarian lingkungan dalam arti pembangunan Kawasan Perbatasan yang memperhatikan aspek kelestarian lingkungan yang merupakan wujud dari pembangunan yang berkelanjutan. Peran Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjadi sangat penting terkait dengan pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintahan sesuai dengan prinsip otonomi daerah dalam mengelola pembangunan Kawasan Perbatasan. 5.8.6 Persetujuan pelaksanaan ketentuan-ketentuan konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang hukum laut yang berkaitan dengan konservasi dan pengelolaan sediaan ikan yang beruaya terbatas dan sediaan ikan yang beruaya jauh. Dalam kurun waktu dua dekade terakhir ini terjadi penurunan yang tajam sediaan sumber daya ikan sehingga perikanan berada dalam kondisi kritis. Pada tahun 1994 penurunan sediaan jenis ikan yang memiliki nilai komersial tinggi, khususnya sediaan jenis ikan yang beruaya terbatas straddling fish stocks dan jenis ikan yang beruaya jauh highly migratory fish stocks, telah menimbulkan keprihatian dunia. Jenis ikan yang beruaya terbatas merupakan jenis ikan yang beruaya antara Zona Ekonomi Eksklusif ZEE suatu negara dan ZEE negara lain sehingga pengelolaannya melintasi batas yurisdiksi beberapa negara. Jenis ikan yang beruaya jauh merupakan jenis ikan yang beruaya dari ZEE ke Laut Lepas dan sebaliknya yang jangkauannya dapat melintasi perairan beberapa samudera sehingga memiliki kemungkinan timbulnya konflik kepentingan antara negara pantai dan negara penangkap ikan jarak jauh khususnya dalam pemanfaatan dan konservasi ikan baik di ZEE maupun di Laut Lepas yang 111 berbatasan dengan ZEE. Oleh karena itu, kerja sama internasional dianggap sebagai solusi untuk mengatasi masalah yang timbul. Negara-negara yang melakukan penangkapan sediaan ikan yang beruaya terbatas dan sediaan ikan yang beruaya jauh dalam satu wilayah Laut Lepas yang seluruhnya dikelilingi oleh suatu wilayah di bawah yurisdiksi nasional dari satu Negara dan Negara tersebut harus bekerjasama untuk merumuskan tindakan- tindakan konservasi dan pengelolaan yang berkaitan dengan sediaan tersebut di wilayah Laut Lepas. Dengan memperhatikan karakteristik alamiah dari wilayah tersebut, Negara-negara harus memperhatikan secara khusus untuk menetapkan tindakan-tindakan konservasi dan pengelolaan yang cocok untuk sediaan tersebut berdasarkan Pasal 7. Langkah-langkah yang diambil dalam hal Laut Lepas harus mempertimbangkan hak-hak, kewajiban-kewajiban dan kepentingan-kepentingan dari negara pantai sesuai dengan Konvensi, harus didasarkan pada bukti ilmiah terbaik yang tersedia dan juga harus memperhatikan tindakan-tindakan konservasi dan pengelolaan yang diambil dan dilaksanakan dalam kaitannya dengan sediaan yang sama sesuai dengan Pasal 61 dari konvensi oleh negara pantai di dalam wilayah di bawah yurisdiksi nasional. Negara-negara harus juga menyetujui tindakan-tindakan pemantauan, pengawasan, pengamatan dan penegakan hukum untuk menjamin kesesuaian dengan tindakan-tindakan konservasi dan pengelolaan dalam kaitannya dengan Laut Lepas. Berdasarkan Pasal 8, negara-negara harus bertindak dengan iktikad baik dan membuat setiap usaha menyetujui tanpa penundaan tindakan konservasi dan pengelolaan untuk diterapkan dalam operasi penangkapan ikan dalam wilayah sebagaimana dimaksud dalam ayat 1. Apabila, dalam jangka waktu yang layak, negara-negara penangkap ikan terkait dan negara pantai tidak dapat menyetujui tindakan tersebut, mereka harus, dengan memperhatikan ayat 1, menerapkan Pasal 7 ayat 4, ayat 5, dan ayat 6, berkaitan dengan pengaturan-pengaturan atau tindakan-tindakan sementara. Sementara menunggu penetapan pengaturan- pengaturan atau tindakan-tindakan sementara, Negara-negara terkait harus mengambil tindakan-tindakan berkaitan dengan kapal-kapal yang mengibarkan 112 bendera mereka sehingga mereka tidak melakukan penangkapan ikan yang dapat merusak sediaan terkait. Negara-negara harus bekerjasama, baik secara langsung atau melalui organisasi-organisasi atau pengaturan pengelolaan perikanan sub regional atau regional, untuk menjamin penaatan dan penegakan hukum bagi tindakan-tindakan konservasi dan pengelolaan sub regional dan regional untuk sediaan ikan yang beruaya terbatas dan sediaan ikan yang beruaya jauh. Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut United Nations Convention on the Law of the SeaUNCLOS 1982 mengatur secara garis besar mengenai beberapa spesies ikan yang mempunyai sifat khusus, termasuk jenis ikan yang beruaya terbatas straddling fish, serta jenis ikan yang beruaya jauh highly migratory fish. Pada tahun 1995 Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menyusun suatu persetujuan baru untuk mengimplementasikan ketentuan tersebut dalam bentuk Agreement for the Implementation of the Provisions of the UNCLOS of 10 December 1982 relating to the Conservation and Management of Straddling Fish Stocks and Highly Migratory Fish Stocks United Nations Implementing Agreement UNIA 1995. UNIA 1995 merupakan persetujuan multilateral yang mengikat para pihak dalam masalah konservasi dan pengelolaan jenis ikan yang beruaya terbatas dan jenis ikan yang beruaya jauh, sebagai pelaksanaan Pasal 63 dan Pasal 64 UNCLOS 1982. Mengingat UNIA 1995 mulai berlaku tanggal 11 Desember 2001 dan tujuan pembentukan Persetujuan ini untuk menciptakan standar konservasi dan pengelolaan jenis ikan yang persediaannya sudah menurun, maka pengesahan UNIA 1995 merupakan hal yang mendesak bagi Indonesia. Konservasi dan pengelolaan perikanan di Laut Lepas telah menjadi bahan perdebatan panjang masyarakat internasional sejak Konferensi Hukum Laut I hingga Konferensi Hukum Laut III, namun hingga disahkan Konvensi Hukum Laut 1982. Konferensi belum berhasil merumuskan pengaturan yang komprehensif mengenai masalah konservasi dan pengelolaan perikanan di Laut Lepas. Konferensi telah menyerahkan pengaturan tersebut pada negara yang berkepentingan dengan perikanan di Laut Lepas di wilayahnya masing-masing. 113 Dalam perkembangannya, sediaan sumber daya ikan di Laut Lepas, khususnya jenis ikan yang beruaya terbatas dan jenis ikan yang beruaya jauh, terus mengalami penurunan secara drastis. Hal ini telah mendorong masyarakat internasional untuk mencari solusi guna mengatasi persoalan tersebut. Pada Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Lingkungan Hidup dan Pembangunan yang diselenggarakan di Rio de Janeiro pada tanggal 3-14 Juni 1992, telah dihasilkan sebuah agenda Agenda 21 yang mengharuskan negara- negara mengambil langkah yang efektif melalui kerja sama bilateral dan multilateral, baik pada tingkat regional maupun global, dan menjamin bahwa perikanan di laut lepas dapat dikelola sesuai dengan ketentuan Hukum Laut 1982. 5.8.7 Daftar koordinat geografis titik-titik garis pangkal kepulauan Indonesia Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia yang ditetapkan untuk menindaklanjuti ratifikasi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut, dalam Pasal 6 menentukan bahwa Garis-garis Pangkal Kepulauan Indonesia harus dicantumkan dalam peta dengan skala yang memadai untuk menegaskan posisinya, atau dapat pula dibuat Daftar Koordinat Geografis Titik-titik Garis Pangkal untuk menarik Garis Pangkal Kepulauan disertai referensi Datum Geodetis yang diperlukan. Pembuatan peta laut perairan Indonesia yang memadai untuk menggambarkan garis-garis pangkal kepulauan memerlukan waktu pembuatan yang lama, di samping memerlukan dana dan sumber daya manusia yang besar. Di samping itu perubahan pantai dan dasar laut di sekitarnya oleh kekuatan alam menyebabkan bahwa kegiatan pembuatan Peta Navigasi memerlukan kegiatan yang bertahap, terus-menerus, sistematis dan melembaga. Pembuatan Peta Navigasi yang masih menunggu penyelesaiannya yang dilakukan secara bertahap, perlu dibuat Daftar Koordinat Geografis Titik-titik untuk menarik garis pangkal kepulauan untuk kegiatan pelayanan dan penegakan hukum di Perairan Indonesia. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka ditetapkan Peraturan Pemerintah tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia. 114 Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 50 Konvensi Perserikatan Bangsa- Bangsa tentang Hukum Laut Tahun 1982, dalam perairan kepulauan dapat ditarik garis-garis penutup untuk menetapkan batas Perairan Pedalaman di Teluk, di Muara Sungai atau Terusan, di Kuala dan di daerah Pelabuhan. Ketentuan Pasal 50 tersebut tidak menentukan bahwa garis batas perairan pedalaman di perairan kepulauan dapat ditarik di sepanjang pantai, perairan yang terletak pada sisi dalam Garis Air Rendah sepanjang pantai mempunyai kedudukan sebagai perairan pedalaman. Berhubung dengan itu garis rendah tersebut juga merupakan batas perairan pedalaman dalam perairan kepulauan. Ketentuan mengenai penetapan batas Perairan Pedalaman tersebut di dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia tidak terdapat suatu ketentuan untuk diatur lebih lanjut, namun demi kepastian hukum mengenai penetapan batas Perairan Pedalaman dalam Perairan Kepulauan perlu diatur dalam Peraturan Pemerintah tersendiri. Titik terluar pada Garis Air Rendah pantai yang berbatasan dengan negara tetangga yang berhadapan atau berdampingan yang merupakan titik terluar bersama untuk penarikan garis pangkal ditetapkan berdasarkan perjanjian kedua negara serta memenuhi ketentuan Hukum Internasional. Perjanjian perbatasan dengan negara tetangga tersebut pengesahannya dilakukan dengan Undang- Undang. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, pada Peraturan Pemerintah ini dilampirkan Daftar Koordinat Geografis Titik-titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia. Daftar Koordinat Geografis tersebut merupakan lampiran pada Peraturan Pemerintah ini dan tidak dimasukkan sebagai ketentuan dalam batang tubuh Peraturan Pemerintah ini, dengan tujuan agar perubahan atau pembubaran updating data dalam Daftar Koordinat Geografis tersebut dapat dilakukan dengan tidak perlu mengubah ketentuan dalam batang tubuh Peraturan Pemerintah ini. Namun demikian, lampiran-lampiran tersebut merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. Selain untuk kepentingan pelayanan dan untuk penegakan hukum di perairan Indonesia, Daftar Koordinat tersebut juga dibuat untuk memenuhi 115 ketentuan dalam Pasal 6 ayat 2 dan ayat 3 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia yang menentukan bahwa Daftar Koordinat tersebut harus didepositkan di Sekretariat Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.

5.8.8 Peraturan presiden pengelolaan pulau kecil terluar