Hukum Laut Indonesia Rancangbangun hukum dalam pengelolaan pulau pulau kecil terluar di Provinsi Sulawesi Utara

19 Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil wajib dilakukan dengan cara mengintegrasikan kegiatan: a. antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah; b. antar Pemerintah Daerah; c. antar sektor; d. antara Pemerintah, dunia usaha, dan Masyarakat; e. antara Ekosistem darat dan Ekosistem laut; dan f. antara ilmu pengetahuan dan prinsip-prinsip manajemen.

2.3 Hukum Laut Indonesia

Kedudukan Indonesia sebagai negara kepulauan archipelagic state telah diakui dunia internasional yang penetapannya sejak Indonesia meratifikasi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 31 Desember 1985 melalui Undang-Undang No.17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea 1982. Konvensi ini telah memberi pengakuan terhadap status Indonesia sebagai suatu negara kepulauan dengan dicantumkannya Bab IV pasal 46 sampai pasal 54 tentang Negara Kepulauan. Menurut Konvensi Hukum Laut 1982 Indonesia berhak untuk menetapkan batas-batas terluar dari berbagai zona maritim, dengan batas-batas maksimum yang ditetapkan sebagai berikut: 1 Laut teritorial sebagai bagian dari wilayah negara: 12 mil laut 2 Zona tambahan dimana negara memiliki yuridiksi khusus: 24 mil laut 3 Zona Ekonomi Eksklusif ZEE: 200 mil laut, dan 4 Landas kontinen: antara 200-350 mil laut atau sampai dengan 100 mil laut dari isobath kedalaman 2.500 meter. Zona Ekonomi Eksklusif ZEE dan Landas Kontinen LK Indonesia memiliki hak-hak berdaulat untuk memanfaatkan kekayaan sumberdaya. Sebagai negara kepulauan Indonesia berhak untuk menetapkan perairan kepulauan pada sisi dalam dari garis-garis pangkal kepulauannya dan perairan pedalaman pada perairan kepulauannya, dan pada zona maritim harus diukur dari garis-garis pangkal atau garis dasar. Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia pada tanggal 8 Agustus 1996, maka secara tegas telah menetapkan batas-batas terluar outer limit kedaulatan dan yuridiksi Indonesia di laut, termasuk memberikan dasar dalam menetapkan garis batas boundary 20 dengan negara-negara tetangga yang berbatasan, baik negara-negara yang letaknya berhadapan maupun yang berdampingan dengan Indonesia. Undang- undang tersebut telah dilengkapi dengan pelaksanaannya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2002 Tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-titik Pangkal Garis Pangkal Kepulauan Indonesia. Karena Peraturan Pemerintah tersebut, masih memasukkan Pulau Sipadan dan Ligitan, dimana kedua pulau tersebut terdapat 3 tiga titik pangkal pengukuran dan letaknya sangat strategis dalam mempertegas batas-batas terluar, sehingga Pengumunan Pemerintah tersebut secepatnya dilakukan perubahan sehingga tidak menimbulkan permasalahan yang baru di wilayah tersebut. Indonesia sebagai negara kepulauan, dalam arti laut mempunyai makna sebagai satu kesatuan wilayah, memiliki dua aspek utama yaitu keamanan security dan kesejahteraan prosperity, sehingga penetapan batas-batas terluar wilayah sebagai yuridiksi negara di laut dengan negara-negara yang bertetangga perlu dilaksanakan. Penetapan batas merupakan kepastian hukum yang dapat menunjang berbagai kegiatan pembangunan nasional dibidang pertahanan keamanan, perikanan, pariwisata, pelayaran, pertambangan seperti: eksplorasi dan eksploitasi mineral-gas dasar laut dan tanah di bawahnya, termasuk harta warisan muatan kapal tenggelam, dan lain sebagainya. Penyempurnaan batas-batas wilayah dan yuridiksi negara di laut harus dapat menunjukkan tegaknya wibawa Republik Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, terwujudnya rasa aman, perekonomian dan teknologi yang maju untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pengelolaan wilayah pesisir dan laut terpadu. Posisi geografis Indonesia mempunyai batas dengan sepuluh negara di perairan dan di daratan tiga negara, sehingga pengaturan wilayah perbatasan penting diselesaikan karena sangat strategis. Oleh karena itu Indonesia mengakomodasikan kepentingan internasional di perairan Indonesia, yakni menghormati hak-hak masyarakat internasional di perairan yang kini menjadi perairan nasional, terutama hak lintas damai dan hak lintas alur laut kepulauan, bagi kapal-kapal asing. Dengan meningkatnya kepentingan keamanan nasional, maka kebijakan di wilayah laut yang pada pokoknya hanya mengurus kegiatan- 21 kegiatan di atas permukaan laut, saat ini telah diarahkan pada pengelolaan sumberdaya di zona ekonomi eksklusif, dasar laut dan kekayaan mineral yang terkandung di dalamnya, sehingga terjadi perubahan pengertian hukum laut yang dahulu bersifat unidimensional sekarang telah menjadi pluridimensional, yang sekaligus merubahn filosofi dan konsepsi hukum laut di masa lalu Mauna 2005.

2.4 Pembangunan Wilayah Perbatasan