Batas Maritim Negara Indonesia dan Filipina belum disepakati

79 tetapi juga dapat merusak ekosistem laut, termasuk terumbu karang. Luas trumbu karang Indonesia yang telah mengalami kerusakan mencapai 61 persen dan 15 persen dikategorikan sudah kritis. Untuk itu perlu adanya political will dari pemerintah dalam penangganan dan mengelola kekayaan laut secara bijaksana yang tetap berpihak kepada lingkungan dan masyarakat Indonesia secara luas.

5.2 Batas Maritim Negara Indonesia dan Filipina belum disepakati

Batas maritim Indonesia – Filipina sampai saat ini belum ditetapkan, pertemuan-pertemuan bilateral yang melibatkan kedua negara dalam rangka batas maritim masih terus dilakukan, dengan agenda-agenda yang resmi untuk mecapai kesepakatan bersama. Kedudukan geografis negara Indonesia dan Filipina masih bermasalah, sehingga perjanjian perbatasan yang harus di buat adalah Zona Tambahan, Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen. Hal ini disebabkan jarak pulau terluar kedua negara lebih dari 24 mil laut. Pada umumnya batas maritim antara Indonesia dan Filipina hampir seluruhnya terletak di Laut Sulawesi dan hanya sebagian terletak di Laut Mindanao dan Laut Maluku Utara. Panjang garis batas landas kontinen maupun garis batas Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia - Filipina di Laut Sulawesi lebih kurang 510 mil laut, dan luas Zona Ekonomi Eksklusifnya sekitar 81.980 mil laut persegi. Jarak terlebar antara pantai yang berhadapan sekitar 315 mil laut dan jarak terpendek 39 mil laut antara Pulau Marore di Indonesia dan Pulau Sarangani di Filipina. Gambar 14 Pulau Marore 80 Pulau Marore merupakan salah satu pulau kecil di Kabupaten Kepulauan Sangihe Provinsi Sulawesi Utara, dengan luas 3.12 Km² dimasukkan dalam anggota gugusan pulau-pulau perbatasan yang langsung dengan negara Filipina. Pulau Marore merupakan pulau terluar yang tercatat dalam nomor urut 61 pada Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2002 Tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-Titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia, sedangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar, tercatat pada nomor urut 26. Pulau Miangas merupakan salah satu pulau kecil di Kabupaten Kepulauan Talaud Provinsi Sulawesi Utara. Pulau seluas 3.20 Km² ini dimasukkan dalam anggota gugusan Kepulauan Nanusa, yang merupakan daerah perbatasan langsung dengan negara Filipina. Pulau Miangas merupakan pulau terluar yang tercatat dalam nomor urut 63 pada Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2002 Tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-Titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia, sedangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar tercatat pada nomor urut 28. Gambar 15 Pulau Miangas Pemerintah Indonesia terus menunjukkan juridiksi teritorial di kawasan perbatasan Pulau Miangas di Kabupaten Kepulauan Talaud, dan Pulau Marore di Kepulauan Kabupaten Sangihe, Sulawesi Utara, terutama dilakukan melalui pembangunan ekonomi prosperity aproach. Perhatian yang serius dicurahkan 81 oleh Pemerintah Pusat sehinga tidak menjadi persoalan krusial di kemudian hari. Selain itu, di wilayah Kabupaten Kepulauan Sangihe juga terdapat beberapa pulau kecil terluar yang memerlukan perhatian khusus karena berbatasan langsung dengan negara lain antara lain Pulau Miangas 05°3402U 126°3454T TD.056 TR.056 antara TD.056-TD.056A Garis Pangkal Biasa dan TD.056A TR.056 Jarak TD.056A- TD.057A = 57.91 nm Garis Pangkal Lurus Kepulauan, Pulau Marore 04°4414U 125°2842T TD.055 TR.055 antara TD.O55-TD.O55A Garis Pangkal Biasa dan TD.055A TR.055 Jarak TD.055A-TD.055B=0.5 nm Garis Pangkal Lurus Kepulauan, Pulau Batubawaikang 04°4446U 125o2924T TD.055B TR.055 Jarak TD.055B-TD.056=81.75 nm Garis Pangkal Lurus Kepulauan, Pulau Kawio, Pulau Lipang, Pulau Kawaluso, Pulau Matutuang dan Makalehi. K onvensi PBB tentang hukum laut yang dikenal dengan United Nations Convention on the Law of the Sea 1982 UNCLOS pada tahun 2010 telah berumur 28 tahun. Orang menyebutnya Constitution of the Oceans karena dipandang sebagai bentuk kodifikasi hukum laut yang paling komprehensif sepanjang sejarah peradaban manusia. Konferensi untuk mewujukan konvensi tersebut berlangsung tidak kurang dari sembilan tahun sebelum akhirnya disetujui dan diratifikasi oleh sebagian besar negara pantai coastal states di dunia. Kini ada 155 negara yang meratifikasinya termasuk Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985. Salah satu hal penting yang diatur dalam UNCLOS 1982 dan terkait erat dengan Indonesia adalah yurisdiksi dan Batas Maritim Internasional. UNCLOS mengatur kewenangan sebuah negara pantai terhadap wilayah laut laut teritorial, zona tambahan, zona ekonomi ekskluif, dan landas kontinen. Selain itu diatur juga tatacara penarikan garis batas maritim jika terjadi tumpang tindih klaim antara dua atau lebih negara bertetangga, baik yang bersebelahan adjacent maupun berseberangan opposite. Dalam merancangbangun hukum di pulau-pulau terluar perlu menganalisis dengan peraturan perUndang-Undangan dan kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah Indonesia berdasrkan permasalahan yang terjadi di wilayah tersebut. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan UNCLOS 1982 dan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara, merupakan landasan hukum untuk melakukan rancangbangun hukum di perbatasan negara. 82 Gambar 16 Peta Garis pangkal di perbatasan Indonesia dan Filipina Penetapan batas terluar wilayah Negara Indonesia yang berbatasan langsung di darat yaitu Malaysia, Papua New Guinea PNG dan Timor Leste, sedangkan wilayah maritim yang berbatasan langsung yaitu 1 India, 2 Malaysia, 3 Singapura, 4 Thailand, 5 Vietnam, 6 Filipina, 7 Republik Palau, 8 Australia, 9 Timor Leste, dan 10 Papua New Guinea PNG. Adapun permasalah yang terjadi di wilayah perbatasan Indonesia dan 10 negara antara lain : 1 Perbatasan Indonesia-India. Perbatasan kedua negara terletak antara pulau Rondo di Aceh dan pulau Nicobar di India. Batas maritim dengan landas kontinen yang terletak pada titik- titik koordinat tertentu di kawasan perairan Samudera Hindia dan Laut Andaman, sudah disepakati oleh kedua negara. Permasalahan di antara kedua negara masih timbul karena sering terjadi pelanggaran wilayah oleh kedua belah pihak, terutama yang dilakukan para nelayan. 83 2 Perbatasan Indonesia-Malaysia. Penentuan batas maritim Indonesia-Malaysia di beberapa bagian wilayah perairan Selat Malaka masih belum disepakati kedua negara. Ketidakjelasan batas maritim tersebut sering menimbulkan friksi di lapangan antara petugas lapangan dan nelayan Indonesia dengan pihak Malaysia. Demikian pula dengan perbatasan darat di Kalimantan, beberapa titik batas belum tuntas disepakati oleh kedua belah pihak. Permasalahan lain antar kedua negara adalah masalah pelintas batas, penebangan kayu ilegal, dan penyelundupan. Forum General Border Committee GBC dan Joint Indonesia Malaysia Boundary Committee JIMBC, merupakan badan formal bilateral dalam menyelesaikan masalah perbatasan kedua negara yang dapat dioptimalkan. 3 Perbatasan Indonesia-Singapura. Penambangan pasir laut di perairan sekitar Kepulauan Riau yakni wilayah yang berbatasan langsung dengan Singapura, telah berlangsung sejak tahun 1970. Kegiatan tersebut telah mengeruk jutaan ton pasir setiap hari dan mengakibatkan kerusakan ekosistem pesisir pantai yang cukup parah. Selain itu mata pencaharian nelayan yang semula menyandarkan hidupnya di laut, terganggu oleh akibat penambangan pasir laut. Kerusakan ekosistem yang diakibatkan oleh penambangan pasir laut telah menghilangkan sejumlah mata pencaharian para nelayan. Penambangan pasir laut juga mengancam keberadaan sejumlah pulau kecil karena dapat menenggelamkannya, misalnya kasus Pulau Nipah. Tenggelamnya pulau-pulau kecil tersebut menimbulkan kerugian besar bagi Indonesia, karena dengan perubahan pada kondisi geografis pantai akan berdampak pada penentuan batas maritim dengan Singapura di kemudian hari. 2 Perbatasan Indonesia-Thailand. Ditinjau dari segi geografis, kemungkinan timbulnya masalah perbatasan antara RI dengan Thailand tidak begitu kompleks, karena jarak antara ujung pulau Sumatera dengan Thailand cukup jauh, RI-Thailand sudah memiliki perjanjian Landas Kontinen yang terletak di dua titik koordinat tertentu di kawasan perairan Selat Malaka bagian utara dan Laut Andaman. Penangkapan ikan oleh nelayan 84 Thailand yang mencapai wilayah perairan Indonesia, merupakan masalah keamanan di laut. Di samping itu, penangkapan ikan oleh nelayan asing merupakan masalah sosio-ekonomi karena keberadaan masyarakat pantai Indonesia. 3 Perbatasan Indonesia-Vietnam. Wilayah perbatasan antara Pulau Sekatung di Kepulauan Natuna dan Pulau Condore di Vietnam yang berjarak tidak lebih dari 245 mil, memiliki kontur landas kontinen tanpa batas benua, masih menimbulkan perbedaan pemahaman di antara ke dua negara. Pada saat ini kedua belah pihak sedang melanjutkan perundingan guna menentukan batas landas kontinen di kawasan tersebut. 4 Perbatasan Indonesia-Filipina. Belum adanya kesepakatan tentang batas maritim antara Indonesia dengan Filipina di perairan utara dan selatan Pulau Miangas, menjadi salah satu isu yang harus dicermati. Forum RI-Filipina yakni Joint Border Committee JBC dan Joint Commission for Bilateral Cooperation JCBC yang memiliki agenda sidang secara berkala, dapat dioptimalkan menjembatani permasalahan perbatasan kedua negara secara bilateral. 5 Perbatasan Indonesia-Republik Palau. Sejauh ini kedua negara belum sepakat mengenal batas perairan ZEE Palau dengan ZEE Indonesia yang terletak di utara Papua. Akibat hal ini, sering timbul perbedaan pendapat tentang pelanggaran wilayah yang dilakukan oleh para nelayan kedua pihak. 6 Perbatasan Indonesia-Australia. Perjanjian perbatasan RI-Australia yang meliputi perjanjian batas landas kontinen dan batas Zona Ekonomi Ekslusif ZEE mengacu pada Perjanjian RI- Australia yang ditandatangani pada tanggal 14 Maret 1997. Penentuan batas yang baru RI-Australia, di sekitar wilayah Celah Timor perlu dibicarakan secara trilateral bersama Timor Leste 85 7 Perbatasan Indonesia-Timor Leste. Saat ini sejumlah masyarakat Timor Leste yang berada di perbatasan masih menggunakan mata uang rupiah, bahasa Indonesia, serta berinteraksi secara sosial dan budaya dengan masyarakat Indonesia. Persamaan budaya dan ikatan kekeluargaan antarwarga desa yang terdapat di kedua sisi perbatasan, dapat menyebabkan klaim terhadap hak-hak tradisional, dapat berkembang menjadi masalah yang lebih kompleks. Disamping itu, keberadaan pengungsi Timor Leste yang masih berada di wilayah Indonesia dalam jumlah yang cukup besar potensial menjadi permasalahan perbatasan di kemudian hari. 8 Perbatasan Indonesia-Papua Nugini. Indonesia dan PNG telah menyepakati batas-batas wilayah darat dan maritim. Meskipun demikian, ada beberapa kendala kultur yang dapat menyebabkan timbulnya salah pengertian. Persamaan budaya dan ikatan kekeluargaan antar penduduk yang terdapat di kedua sisi perbatasan, menyebabkan klaim terhadap hak-hak tradisional dapat berkembang menjadi masalah kompleks di kemudian hari.

5.3 Hak Berdaulat Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen Indonesia