Rancangan Awal RPJMN 2015-2019
| 137
Permasalahan mendasar lain dalam ketenagaan adalah kurang meratanya persebaran tenaga kesehatan, sehingga banyak daerah-
daerah terutama perdesaan dan DTPK yang tidak memiliki tenaga kesehatan yang memadai. Secara nasional, 4,2 persen pelayanan
kesehatan dasar di puskesmas tidak dilakukan oleh tenaga dokter. Kekurangan dokter terutama pada provinsi di Indonesia Bagian Timur
seperti Papua 32 persen, Papua Barat 16,3 persen dan Maluku Utara 14,9 persen.
Beberapa jenis tenaga kesehatan belum dapat dihasilkan secara reguler seperti tenaga promosi kesehatan dan dokter layanan primer.
Selain itu mutu tenaga kesehatan, terutama lulusan baru masih belum memiliki kompetensi sesuai standar. Persentase lulusan tenaga
kesehatan yang lolos uji kompetensi adalah perawat 63,0 persen, D3 keperawatan 67,5 persen, D3 kebidanan 53,5 persen, dokter 71,3
persen, dan dokter gigi 76,0 persen. Pada tahun 2012, hanya 52 persen institusi pendidikan tenaga kesehatan yang terakreditasi secara valid,
sementara selebihnya tidak terakreditasi atau akreditasinya telah kadaluarsa.
TABEL 2.5 STATUS AKREDITASI INSTITUSI PENDIDIKAN TENAGA
KESEHATAN, 2011
Tipe Sekolah Akreditasi valid
Akreditasi kadaluarsa
Tidak terakreditasi
Total Terakreditasi
valid Persen Kebidanan
454 15
259 728
62 Keperawatan
457 44
252 753
60 Kesehatan masyarakat
101 15
60 176
57 Farmasi
79 7
67 153
51 Gizi
12 4
28 44
27
Total 1181
118 954
2253 52
Sumber data: HPEQ Project 2012
Dalam hal rekruitmen, khususnya untuk tenaga kesehatan publik di daerah, keterbatasan formasi dan sistem rekrutmen yang
tidak standar antar daerah menyebabkan distribusi yang tidak merata serta perekrutan PTT belum didukung sepenuhnya dengan regulasi.
138
|
Rancangan Awal RPJMN 2015-2019 Penempatan tenaga di daerah perdesaan dan DTPK belum sepenuhnya
berjalan karena belum didukung dengan regulasi yang kuat dan sistem insentif finansial dan non-finansial yang memadai. Dalam hal kualitas
tenaga kesehatan, pertumbuhan insititusi pendidikan tenaga kesehatan yang sangat cepat menimbulkan tantangan serius dalam standarisasi
melalui akreditasi istitusi pendidikan dan untuk menjaga kualitas dan kompetensi lulusan.
Tantangan utama dalam pemenuhan tenaga kesehatan adalah menjamin kecukupan dengan meningkatan keselarasan dalam
produksi, penyebaran dan penempatan tenaga kesehatan serta kualitas dan kinerja tenaga kesehatan. Dari sisi produksi tantangannya adalah
meningkatkan jumlah tenaga kesehatan untuk dapat memenuhi kebutuhan pada fasilitas pelayanan kesehatan dan pada populasi
umum yang terus meningkat karena meningkatnya jumlah penduduk, perubahan pola penyakit serta pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Nasional. Tantangan berikutnya adalah meningkatkan perekrutan; persebaran dan retensi tenaga kesehatan termasuk melalui
pengembangan sistem karir dan perjenjangan serta insentif finansial dan non-finansial terutama untuk pemenuhan tenaga kesehatan di
daerah DPTK.
2.1.11 Peningkatan Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
Promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat memegang peranan penting dalam menangani permasalahan kesehatan. Dari hasil
Riskesdas 2013 diketahui bahwa hasil upaya peningkatan promosi kesehatan dan masyarakat belum optimal, sehingga diperlukan
peningkatan terutama dengan mengintensifkan komunikasi, informasi dan edukasi, khususnya dalam rangka pencapaian perilaku hidup
bersih dan sehat PHBS. Secara umum capaian PHBS perlu ditingkatkan, oleh karena masih tingginya proporsi penduduk yang
merokok dalam rumah, rendahnya aktifitas fisik dan konsumsi buah dan sayur. Selanjutnya peningkatan pemberdayaan masyarakat,
dilakukan melalui peningkatan UKBM Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat seperti Posyandu, Polindes, Poskesdes, Pos Obat Desa, dan
lain-lain. Hingga saat ini peran UKBM dalam pembangunan kesehatan masih belum belum dapat dimanfaatkan secara optimal. Di dalam
sistem kesehatan nasional, selain peranan pemerintah juga diamantkan peranan swasta dan komponen masyarakat lainnya. Oleh karena itu
kerja sama Pemerintah dan swasta dalam promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat semakin perlu ditingkatkan.
Rancangan Awal RPJMN 2015-2019
| 139
GAMBAR 2.6 CAPAIAN INDIKATOR PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT PHBS
Sumber: Riskesdas, 2013
Permasalahan yang dihadapi adalah kurangnya pemahaman dan keterampilan individu dalam pelaksanaan pola hidup bersih dan
sehat. Hal ini juga diperberat dengan lingkungan yang kurang mendukung bagi perilaku hidup bersih dan sehat seperti polusi udara
diperkotaan, terbatasnya akses terhadap fasilitas untuk aktifitas fisik, intensitas iklan yang kurang mendukung pola hidup sehat, dan lain-
lain. Dari sisi program, pelayanan kesehatan belum sepenuhnya mendorong upaya promosi kesehatan, termasuk minimnya tenaga
promosi kesehatan. Selain itu, regulasi yang mendukung kebijakan berwawasan kesehatan masih terbatas dan penegakan hukum masih
lemah.
Tantangan utama
dalam promosi
kesehatan adalah
pembangunan kesehatan belum menjadi arus utama pembangunan sektor-sektor lain sehingga peran serta sektor dalam promosi
kesehatan dan pemberdayaan masyarakat perlu ditingkatkan. Tantangan lainnya adalah: 1 jumlah dan mutu kegiatan komunikasi,
informasi, dan edukasi masih perlu ditingkatkan; 2 fasilitasi kesehatan untuk menjamin efektivitas berlangsungnya promosi dan
konseling kesehatan secara baik perlu ditingkatkan; 3 berbagai gerakan sosial, advokasi, serta kemitraan perlu diefektifkan; 4
kebijakan publik untuk menciptakan lingkungan sehat perlu ditumbuhkembangkan; dan 5 partisipasi UKBM, dan kerjasama
dengan swasta perlu ditingkatkan.
140
|
Rancangan Awal RPJMN 2015-2019
2.1.12 Peningkatan Manajemen, Penelitian dan Pengembangan, dan Sistem Informasi
Beberapa permasalahan yang terkait dengan manajemen kesehatan antara lain: ketersediaan data untuk mendukung evidence-
based planning belum didukung sistem informasi kuat; kapasitas penelitian dan pengembangan yang belum optimal, serta sikroninasi
perencanaan pembangunan yang lemah antara perencanaan nasional, provinsi, dan kabupatenkota; serta masih rendahnya tingkat
pelaksanaan riset dalam mendukung upaya kemandirian dalam pemenuhan kebutuhan obat dan alat kesehatan dalam negeri.
Tantangan yang dihadapi antara lain meningkatkan kemampuan teknis dan manajemen pengelolaan program bai di pusat, provinsi maupun
kabupatekota, menguatkan sistem informasi kesehatan sebagai bagian dari perencanaan, pemantauan, dan evaluasi program
pembangunan kesehatan termasuk pengembangan sistem pendataan angka kematian ibu di daerah yang terstandardisasi; meningkatkan
dukungan penelitian dan pengembangan kesehatan; meningkatkan pelayanan kesehatan dalam rangka penanggulangan bencana; serta
meningkatkan upaya riset dalam negeri terkait pemenuhan bahan baku obat termasuk pemanfaatan keanekaragaman hayati sebagai bahan
baku obat kimia dan tradisional.
2.1.13 Pengembangan dan Peningkatan Efektifitas Pembiayaan Kesehatan
Rendahnya pembiayaan di sektor kesehatan menjadi faktor yang menghambat pembangunan kesehata, khususnya dalam
pelayanan sistem kesehatan. Pada tahun 2012, pembiayaan kesehatan pemerintah public health expenditure baru mencapai USD 43 per
kapita, atau 1,2 dari PDB. Pada tingkat pembiayaan ini, Indonesia termasuk lima negara dengan pembiayaan kesehatan terendah di dunia
bersama Sudan Selatan, Pakistan, Chad dan Myanmar. Pembiayaan sektor masih belum menjadi prioritas dengan alokasi yang kurang dari
5 dari APBN sebagaimana amanat Undang-Undang Kesehatan, jauh di bawah alokasi untuk pendidikan dan subsisi bahan bakar minyak.
Kompleksnya
mekanisme pembiayaan
kesehatan di
daerah menimbulkan kesulitan adalam manajemen dan sering meninbulkan
ketidakefektifan dan ketidakefisienan. Salah satu akibatnya adalah masih tingginya presentase pengeluaran penduduk untuk kesehatan
out of pocket expenditure. Di sisi lain peningkatan jumlah fasilitas pelayanan kesehatan swasta belum diikuti dengan pengawasan dan
koordinasi yang baik oleh pemerintah swasta.