Peningkatan Promosi, Diplomasi, dan Pertukaran Budaya

190 | Rancangan Awal RPJMN 2015-2019

2.1.31 Pengembangan Sumber Daya Kebudayaan

Sumber daya kebudayaan memiliki peran penting dalam mendukung keberhasilan pembangunan kebudayaan. Sumberdaya kebudayaan berupa sarana dan prasarana kebudayaan, sumber daya manusia SDM, kelembagaan, pendanaan, kemitraan, serta penelitian perlu dikembangkan secara berkelanjutan. Pada periode tahun 2010-2014 telah dilakukan a pengangkatan 150 orang pamong budaya non PNS untuk membantu Unit Pelaksana Teknis UPT dan Dinas yang membidangi kebudayaan di 34 Propinsi dalam pembinaan dan pengembangan Sejarah, Nilai Budaya, kesenian, perfilman, Pelestarian Cagar Budaya, Permuseuman, Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan tradisi, Penelitian Antropologis, Pengkajian Sastra dan Filologi serta Penelitian arkeologi; b pendidikan dan pelatihan bagi SDM kebudayaan terutama di bidang registrasi cagar budaya, pelayanan museum, dan sensor film; c sertifikasi Tim Ahli Cagar Budaya sebagai pelaksanaan amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya; d terlaksananya 150 penelitian bidang arkeologi dan 22 penelitian bidang kebudayaan, diantaranya sebagai bahan usulan kepada UNESCO dalam rangka nominasi warisan budaya dunia dan warisan budaya takbenda; dan d pelayanan data dan statistik kebudayaan melalui pengelolaan website kebudayaan dan pengembangan sistem aplikasi data kebudayaan agar data Kebudayaan dapat diakses secara online. Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan sumber daya kebudayaan, antara lain a terbatasnya sumberdaya manusia kebudayaan yang berkualitas, yang ditunjukkan oleh belum adanya pemetaan profesi dan standar kompetensi profesi, terbatasnya jumlah, kompetensi dan persebaran SDM Kebudayaan serta tidak adanya regenerasi secara berkelanjutan terutama untuk bidang-bidang yang membutuhkan keahlian khusus serta terbatasnya tenaga dalam tatakelola di bidang kebudayaan baik pada tingkat pusat maupun daerah; b belum adanya sertifikasi bagi pelaku seni yang mengakibatkan rendahnya daya saing SDM kebudayaan; c belum optimalnya hasil penelitian dan pengembangan kebudayaan; d terbatasnya sarana dan prasarana kebudayaan termasuk pemanfaatan teknologi; e terbatasnya dukungan peraturan perundangan kebudayaan; f belum tersedianya sistem pendataan kebudayaan yang dapat digunakan sebagai dasar untuk menyusun perencanaan dan pengambilan kebijakan; dan g belum optimalnya koordinasi antarinstansi di tingkat pusat dan daerah serta belum optimalnya kerja sama antarpihak, yaitu pemerintah, swasta dan masyarakat. Tantangan ke depan yang dihadapi adalah meningkatkan kapasitas sumber daya Rancangan Awal RPJMN 2015-2019 | 191 pembangunan kebudayaan yang didukung oleh sumber daya manusia yang kompeten; kualitas dan intensitas hasil penelitian sebagai bahan rumusan kebijakan pembangunan di bidang kebudayaan, sarana dan prasarana yang memadai; tata pemerintahan yang baik good governance; serta koordinasi antartingkat pemerintahan yang efektif.

G. Agama 2.1.32 Peningkatan Kualitas Pemahaman dan Pengamalan Ajaran

Agama Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 29 ayat 2 mengamanatkan: Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu . Sebagai pelaksanaan dari amanat tersebut negara dan pemerintah berkewajiban memberikan jaminan dan perlindungan atas hak setiap warganya untuk memeluk agama dan beribadah menurut agamanya, serta memberikan fasilitasi dan pelayanan pemenuhan hak dasar warga tersebut. Aspek pelindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak beragama sebagai bagian dari hak asasi warga negara menjadi landasan pokok dalam pembangunan bidang agama. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan kualitas pemahaman dan pengamalan ajaran agama antara lain: fasilitasi kegiatan penyuluhanpenerangan agama termasuk fasilitasi majelis taklim untuk seluruh kelompok usia, penyelenggaraan perayaan hari besar keagamaan, kajian dan perlombaan membaca kitab suci MTQ, Pesparawi, Utsawa Darma Gita, Swayemvara Tri Pitaka Gatha, dll. Berbagai upaya peningkatan pemahaman dan pengamalan ajaran agama tersebut di atas telah melahirkan wawasan keagamaan yang seimbang, moderat, inklusif dan menghargai perbedaan di kalangan umat beragama. Namun, peningkatan kualitas pemahaman dan pengamalan ajaran agama tersebut masih dihadapkan pada permasalahan utama yaitu terdapat kesenjangan antara pemahaman terhadap nilai-nilai ajaran agama dengan pengamalan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hal ini tercermin dari berbagai sikap, mental, dan perilaku yang menyimpang dari ajaran nilai agama seperti perilaku koruptif, penyalahgunaan narkoba, pornografi, merebaknya fitnah dan kecurigaan antarwarga. Berdasarkan data Susenas 2012, toleransi masyarakat yang ditunjukkan oleh persepsi senang dengan kegiatan yang dilakukan suku bangsa lain 71,53 persen dan agama lain 61,72 persen, dan partisipasi masyarakat dalam aksi bersama 192 | Rancangan Awal RPJMN 2015-2019 keagamaan 62,97 persen, membantu korban musibah 71,34 persen, dan kepentingan umum 52,39 persen. Selain itu, peningkatan kualitas pemahaman dan pengamalan ajaran agama dihadapkan pada permasalahan masih rendahnya partisipasi masyarakat dan peran lembaga keagamaan dalam upaya internalisasi nilai-nilai ajaran agama kepada masyarakat. Dengan demikian tantangan ke depan adalah meningkatkan kualitas pemahaman dan pengamalan ajaran agama sebagai landasan moral, etika, dan spiritual dapat tercermin dalam mental, sikap, dan perilaku sosial sehari-hari.

2.1.33 Peningkatan Kerukunan Umat Beragama.

Berdasarkan Undang-Undang No. 1PNPS1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan danatau Penodaan Agama, negara berfungsi sebagai fasilitator sekaligus mediator dalam mewujudkan kerukunan intern dan antarumat beragama. Negara dapat memperingatkan, membubarkan organisasi dan memidanakan setiap orang yang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia. Secara umum, kondisi kerukunan umat beragama di Indonesia cukup baik. Hal tersebut ditunjukkan yaitu meningkatnya kohesi sosial masyarakat dalam pelaksanaan aktivitas keagamaan yang melibatkan komponen masyarakat lintas agama. Berbagai upaya dilakukan guna mendukung peningkatan kerukunan umat beragama, antara lain: operasionalisasi Forum Kerukunan Umat Beragama FKUB di tingkat provinsi dan kabupatenkota, pembangunan sekretariat bersama kerukunan umat beragama, pembinaan dan pengembangan kerukunan umat beragama, fasilitasi untuk kegiatan dialog antar dan intern umat beragama, kerjasama lintas agama, penanganan korban paska konflik, dan pengembangan wawasan multikultur kepada guru agama. Upaya peningkatan kerukunan umat beragama belum dapat sepenuhnya terwujud di seluruh wilayah Tanah Air. Permasalahan yang dihadapi, antara lain: 1 Peraturan perundangan yang ada belum secara komprehensif mengakomodasi dinamika perubahan dan perkembangan di masyarakat; 2 Sosialisasi dan penerapan peraturan perundangan belum optimal; 3 Koordinasi pencegahan dan penyelesaian konflik baik ditingkat pusat dan daerah belum optimal; 4 Pengelolaan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat untuk menjaga harmoni sosial belum optimal. Upaya peningkatan kerukunan umat beragama baru menyentuh sebagian masyarakat dan lapisan elit agama, baik tokoh agama maupun majelis agama. Untuk itu pada masa mendatang upaya peningkatan pemahaman dan persepsi