Pariwisata dan Ekonomi Kreatif a Destination Management Organization DMO

ÙÚÛÜ Ú ÛÝ Ú Û ÚÞÚ ß àáâ ã Û ä å æ ç è ä å æ é | 421 bagi semua kementerian terkait dan pemerintah daerah untuk mengoptimalkan implementasipelayanan terpadu satu pintu PTSP; c. Pembenahan regulasi yang mengatur tentang pemberian insentif fiskal dan non fiskal, terutama bagi: i investor yang berpartisipasi dalam pembangunan infrastruktur energi nasional; ii investor yang mengembangkan industri yang dapat menghasilkan bahan baku atau barang modal sederhana; iii investor dalam negeri yang mengembangkan industri pengolahan bahan tambang dalam negeri; serta iv investasi sektor minyak dan gas, dengan mempertimbangkan aspek kesulitan geologi dan mendorong peningkatan produktivitas sumur-sumur tua, eksplorasi daerah baru, dan laut dalam. 2. Dalam rangka pengembangan layanan investasi: a. Penyusunan Peraturan Presiden sebagai dasar hukum pembentukan PTSP Nasional yang mengatur tentang pendirian dan kelembagaan PTSP Nasional, serta pengaturan pelimpahan kewenangan perijinan investasi tingkat pusat ke PTSP-Nasional. b. Penyusunan Rancangan Perpres atau Instruksi Presiden terkait Peta Jalan Harmonisasi Regulasi untuk Percepatan Investasi. Harmonisasi dan sinkronisasi peraturan perijinan di pusat dan daerah untuk memberikan kepastian hukum kepada investor dan mendorong perbaikan iklim investasi yang lebih kondusif. 3. Amandemen UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat khususnya pada pasal-pasal yang mengatur tentang kelembagaan Sekretariat KPPU, pengendalian merger, hal-hal substantif agar sejalan dengan prinsip-prinsip ekonomi, serta harmonisasi kebijakan. Dari sisi kerangka kelembagaan, dalam rangka membangun mekanisme yang mempermudah investor untuk mengatasi permasalahan perijinan investasi perlu didirikan PTSP Nasional yang dilengkapi dengan: êëì í ë î ïðñ ò ó í ë ô õ y õ ï îö dan transparansi informasi tahapan, prosedur, beserta lama harinya. Pendirian PTSP Nasional tersebut diperlukan untuk menjaga independensi dan netralitas. Institusi-institusi utama pelaksana terkait permasalahan perijinan investasi tersebut antara lain adalah: Kementerian Hukum dan HAM, Mahkamah Agung, BPN, Setwapres, Kemenko Perekonomian, Kemenpan dan RB, Bappenas, BKPM, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, 422 | ÷ø ùú ø ù û ø ù ü ý ø þ ÷ÿ Kementerian Kesehatan, Kementerian Perdagangan, Kementerian ESDM, Kementerian Pertanian, PT. Telkom Indonesia, PLN, dan Kementerian Kehutanan. Sementara itu, saat ini status kelembagaan Sekretariat KPPU masih belum mengikuti ketentuan struktur aparatur negara yang antara lain disebabkan oleh perbedaan persepsi dalam memahami ketentuan mengenai Sekretariat KPPU dalam pasal 34 Undang-Undang No. 51999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Oleh karena itu, sejak tahun 2014 telah diupayakan amandemen UU No. 51999 tersebut yang salah satu materinya terkait dengan penegasan status kelembagaan. Perubahan status kelembagaan ini dinilai mempunyai arti penting karena akan memperkuat legitimasi Sekretariat KPPU dalam menunjang pelaksanaan tugas dan wewenang KPPU yang diamanatkan sebagai pengawas pelaksanaan UU No. 51999. Institusi-institusi utama pelaksana terkait proses amandemen UU No. 51999 adalah Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Perencanaan Pembangunan NasionalBappenas.

3.5.8 Perdagangan

Undang-undang No 7 tahun2014 tentang Perdagangan mengamanatkan tersusunnya 44 aturan pelaksana yang terdiri dari 9 Peraturan Pemerintah, 15 Peraturan Presiden dan 20 Peraturan Menteri yang harus diselesaikan paling lama 2 dua tahun sejak diundangkan Maret 2014. Selain itu, diperlukan penelaahan terhadap Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan selanjutnya jika dilakukan amandemen atas Undang-undang No 8 tahun 1999, maka fokus perubahannya dapat dititikberatkan pada reformasi kelembagaan pelindungan konsumen agar lebih efektif dan efisien dengan dukungan yang lebih besar dari pemerintah daerah, serta perlindungan konsumen atas perdagangan dengan Sistem Elektronik. Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 2 tahun 1981 tentang Metrologi Legal juga perlu dikaji ulang untuk disesuaikan dengan