Makroprudensial dan Keuangan yang Inklusif

282 | ÎÏ ÐÑ Ï Ð Ò Ï Ð Ó Ô Ï Õ ÎÖ× ØÙ Ú ÛÜÝ Þ ÚÛÜ ß persen, tahun 2012 17,4 persen dan 2011 16,1 persen. Indikator lain seperti rasio kredit bermasalah ÙàÐ Öáâãàâä å ÐÒ æ àÏ Ð Ù Öæ , tercatat menjadi 2,1 persen pada 2014, sedikit meningkat dibanding 2013 1,8 persen, 2012 2,3 persen dan 2011 2,2 persen. Perkembangan ini terkait dengan kebijakan æàÏ Ð ç à Value dan Down Payment perbankan. Dari segi aset, total aset bank-bank umum pada bulan Juni tahun 2014 tercatat sebesar Rp 5.198,0 triliun, meningkat dibanding akhir tahun 2013, yaitu sebesar Rp 4.954,5 triliun. Penyaluran kredit perbankan juga mengalami pertumbuhan. Kinerja penyaluran kredit hingga Juni 2014 mencapai Rp3.468,2 triliun atau meningkat dari Desember 2013 yang mencapai Rp3.292,9 triliun. Meningkatnya BI rate dari 5,75 persen, menjadi 6,0 persen pada awal Juni 2013 dan secara bertahap menjadi 7,50 persen pada awal November 2013 sampai awal Oktober 2014 sebagai kebijakan antisipasi meningkatnya arus modal ke luar juga mempengaruhi suku bunga perbankan. Tingkat suku bunga kredit modal kerja KMK, kredit investasi KI dan kredit konsumsi KK pada bulan Juni 2014 meningkat masing-masing menjadi 12,64 persen, 12,25 persen dan 13,30 persen dari 12,14 persen, 11,83 persen dan 13,13 persen pada akhir 2013. Dibanding tahun 2012 suku bunga KMK dan KI meningkat dari 11,50 persen, dan 11,28 persen, sedangkan suku bunga KK menurun dari 13,58 persen. Perubahan suku bunga kredit tersebut juga terkait dengan kebijakan yang mewajibkan bank mempublikasikan Suku Bunga Dasar Kredit, yang bertujuan untuk mendorong efisiensi perbankan. GAMBAR 3.3 MOBILISASI DANA PERBANKAN Sumber : OJKBI è é è è è ê è è è ë è è è ì è è è í è è è 6000 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Juni Total Aset 2534,1 3008,9 3652,8 4262,6 4954,5 5198,0 Simpanan DPK 1973 2338,8 2784,9 3225,2 3664,0 3834,5 Kredit 1437,9 1765,8 2200,1 2725,7 3292,9 3468,2 î ï ð ñ ñ ð ò ó ô ò õ ð ö ÷ øùúû ù úü ù ú ùýù þ ÿ ú | 283 Kegiatan perekonomian yang agak menurun pada tahun 2014, khususnya di bidang produksi dan perdagangan mendorong penurunan penyaluran kredit, baik kredit modal kerja KMK, kredit investasi KI dan kredit konsumsi KK. Pertumbuhan kredit modal kerja, kredit investasi, dan kredit konsumsi pada tahun 2014 Juni masing-masing mencapai 17,3 persen, 22,5 persen dan 12,7 persen, dari 20,4 persen, 35,0 persen dan 13,7 persen y-o-y pada tahun 2013. Pada tahun 2012, pertumbuhan ketiga jenis kredit masih cukup tinggi, masing-masing 23,2 persen, 27,4 persen, dan 19,9 persen y-o-y, lihat Gambar III.4. Peningkatan pertumbuhan kredit juga terjadi pada kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah kredit UMKM. Pada tahun 2014 Juni, kredit UMKM yang disalurkan tercatat sebesar Rp651,3 miliar meningkat cukup berarti dari akhir tahun 2013 sebesar Rp608,8 triliun. Jumlah kredit UMKM tahun 2013 ini meningkat sebesar 15,7 persen dibanding tahun 2012 yang sebesar Rp516,3 triliun. GAMBAR 3.4 KOMPONEN KREDIT PERBANKAN Di sisi penghimpunan dana, pertumbuhan simpanan masyarakat terus meningkat ditengah tingkat suku bunga deposito yang berfluktuasi. Sampai dengan akhir tahun 2012 simpanan masyarakat mencapai Rp3.225,2 triliun atau meningkat sebesar 15,8 persen y-o-y dan meningkat menjadi Rp3.563,4 triliun pada akhir 2013 13,6 persen, dan meningkat lagi menjadi Rp3.834,5 miliar pada tahun 2014 Juni. Pertumbuhan komponen penghimpunan dana dapat dilihat pada Gambar III.5. Dengan perkembangan tersebut, dimana pertumbuhan kredit sedikit lebih tinggi dari pertumbuhan simpanan, maka rasio antara kredit yang disalurkan dengan simpanan pada tahun 2014 Juni mencapai 90,3 284 | persen sedikit meningkat dibanding akhir 2013 sebesar 89,9 persen, dan 84,0 persen pada tahun 2012. GAMBAR 3.5 KOMPONEN PENGHIMPUNAN DANA PERBANKAN + , - . 0 123 Setelah diuraikan perkembangan makro sektor keuangan di Indonesia, berikut ini akan disajikan perkembangan sektor keuangan secara lebih mikro. Dalam rangka peningkatan akses keuanganperbankan 45 5 5 675 8 terutama untuk memperluas akses layanan sistem pembayaran dan keuangan terbatas kepada masyarakat yang belum terlayani 6 9 :; = telah dilakukan beberapa kegiatan oleh Bank Indonesia maupun bersama pihak lainnya seperti pelayanan perbankan dengan menggunakan telepon seluler 895 ; y ; ? ; A B 5 ; MPS. Pelayanan ini dilakukan tidak melalui kantor fisik bank, namun menggunakan sarana teknologi danatau jasa pihak ketiga. Sampai dengan akhir 2013, telah disusun pedoman implementasi C 5 8? C A 8D ; ? 89 5 ; y ; ? ; A B 5 ; dan dilaksanakan uji coba MPS yaitu kemudahan penggunaan ponsel untuk beberapa transaksi keuangan seperti kiriman uang, pembayaran tagihan dan sebagainya E Uji coba ini melibatkan 5 lima bank peserta yakni Bank Mandiri, BRI, Bank CIMB Niaga, BTPN dan Bank Sinar Harapan Bali BSHB dan beberapa perusahaan telekomunikasi telco, seperti Indosat, Telkomsel dan XL Axiata. Wilayah uji coba meliputi 5 lima provinsi yaitu Provinsi Jawa Barat Bandung, Bogor, Cirebon, Indramayu, dan Sumedang, Sumatera Selatan Ogan Hilir Banyuasin, Jawa Tengah Purworejo, Kebumen, Jawa Timur Banyuwangi, Bali Karangasem, Gianyar, Jembarana Tabanan. FGHI G HJ G H GKG L MNO P H Q R S T U Q R S V | 285 Berdasarkan hasil monitoring terhadap proyek tersebut, masyarakat sangat antusias dengan kehadiran Unit Pelaksana Layanan Keuangan di daerahnya karena memberikan kemudahan bertransaksi, murah dan dapat dilakukan kapan saja. Ke depan, masih akan dilaksanakan monitoring terhadap uji coba MPS, pemberian edukasi kepada masyarakat terkait layanan MPS dan penjajakan pemanfaatan MPS untuk penyaluran bantuan pemerintah. Sementara itu, kegiatan edukasi keuangan ditujukan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai pengelolaan keuangan, produk dan jasa perbankan. Otoritas Keuangan BI dan OJK melakukan berbagai kegiatan edukasi keuangan. Sasaran edukasi keuangan tersebut cukup beragam, meliputi pelajar, Tenaga Kerja Indonesia dan kelompok masyarakat tertentu lainnya pelaku usaha skala mikro, kecil dan menengah termasuk petani dan nelayan; Pegawai Negeri. Upaya lain yang dilakukan adalah dengan memasukkan materi edukasi keuangan ke dalam kurikulum nasional SMA serta kurikulum dasar pelatihan TKI. Selain itu juga dilakukan pelatihan WXY Z [ Z [ \ ]X W XY Z [ _X` kepada para pendidik antara lain kalangan madrasah di wilayah Jawa Barat. Selain melalui edukasi keuangan, kegiatan keuangan inklusif diupayakan melalui program TabunganKu, yaitu tabungan dengan pelayanan dasar a Y` Z b seperti besarnya saldo minimal tabungan dan rendahnya biaya penarikan dana tabungan. Sampai dengan Maret 2014, jumlah rekening TabunganKu sebesar 11,75 juta rekening, meningkat 1,13 juta rekening dibandingkan akhir tahun 2013 yaitu sebesar 10,62 juta rekening. Dalam tahun 2013 jumlah rekening meningkat sangat signifikan dibanding jumlah rekening pada akhir 2012 yaitu sebesar 3,64 juta rekening. Kondisi stabilitas dan kinerja sektor keuangan dalam beberapa tahun terakhir, 2009 - 2013 relatif baik. Namun demikian, masih terdapat beberapa tantanganpermasalahan yang perlu diatasi agar lebih dapat mengoptimalkan peran sektor keuangan bagi pembiayaan pembangunan dengan tetap berpegang pada prinsip-prinsip kehati-hatian Pertama, ketidakseimbangan likuditas internasional, serta fragmentasi likuiditas di sistem keuangan domestik memberikan pengaruh berarti pada harga dan insentif pada sistem keuangan domestik, yang pada akhirnya mempengaruhi tingkat investasi dan perkembangan ekonomi di dalam negeri. Kebijakan ekspansikontraksi moneter Amerika Serikat AS akan mendorong peningkatanpengurangan uang beredar di AS dan dolar AS di negara- negara lain. Sejak akhir Mei 2013, Bank Sentral AS menyampaikan rencana pengetatan uang beredar, yang berakibat terjadi b Y c Z W Y d e W ] d w dari hampir semua lain ke AS. Hal ini akan mendorong kenaikan suku 286 | fg hi g h j g h k l g m fno pq r stu v rst w bunga internasional Kedua, tantangan besar dari sistem keuangan kita adalah pasar keuangan yang belum mendalam xy hg hi y g m z {{ | { h y h j , dan likuid. Hal ini dipengaruhi oleh akses pelayanan keuangan masyarakat yang relatif rendah. Di pasar rupiah hal ini tercermin dari perputaran uang } ~  h € { transaksi dan masih belum sempurnanya pembentukan harga di pasar surat berharga {| ~  i ‚ g ƒ { gj {{ „ { h } repo, pasar sekunder. Sedangkan di pasar valuta asing ditandai dengan volume transaksi yang masih rendah dan transaksi lindung nilai yang belum begitu aktifbesar. Tingkat pemahaman terhadap produk dan layanan keuangan serta sistim perlindungan keuangan konsumen, berpengaruh pada terbatasnya perkembangan pasar keuangan domestik. Di samping itu, aliran masuk modal asing ke Indonesia dapat mendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus berisiko ketidakstabilan pasar uang. Hal ini perlu diwaspadai karena adanya potensirisiko aliran modal keluar i g |y } g m € ~ } x m € w dan penarikan dana besar-besaran pada perbankan … g h † ~ƒ ‚ yang akan berpengaruh terhadap stabilitas sektor keuangan, terutama jika terjadi gejolak pada perekonomiankeuangan dunia mengingat kepemilikan asing di pasar modal domestik masih cukup besar. Karena itu tantangannya adalah bagaimana menjaga tingkat kesehatan dan ketahanan perbankan, serta mengarahkan dana masuk ke instrumen jangka panjang yang produktif. Permasalahan yang dihadapi oleh sektor keuangan dalam jangka menengah lainnya adalah persiapan sektor keuangan menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN MEA di sektor keuangan pada tahun 2020. Permasalahan dan tantangan sektor keuangan, khususnya perbankan dalam menghadapi MEA 2020 ini terutama adalah penguatan permodalan dan aset, likuiditas dan strategi keuangan untuk meningkatkan daya saing sektor keuanganperbankan. Dari sektor perbankan, permasalahan lain yang dihadapi adalah masih terkendalanya fungsi intermediasi perbankan yang antara lain disebabkan oleh masih tingginya q {} ‡h } {{ ƒ } pg  j y h NIM. NIM yang tinggi disebabkan oleh faktor-faktor ekonomi biaya tinggi seperti: i infrastruktur yang terbatas belum merata, ii kualitas dan jumlah SDM perbankan yang terbatas, iii ketidakpastian hukum, iv pratik korupsi dan v tingginya tingkat suku bunga kredit di Indonesia, termasuk kredit mikro. Sektor perbankan Indonesia masih belum beroperasi secara efisien jika dibandingkan dengan bank-bank di Asia Tenggara.. Selain itu, keuntungan perbankan yang besar khususnya bank BUMN, belum dapat digunakan secara optimal sebagai tambahan modal yang dapat meningkatkan penyaluran kredit secara signifikan, antara lain karena kebutuhan pendanaan APBN. ˆ‰Š‹ ‰ ŠŒ ‰ Š ‰‰ Ž ‘ ’ Š “ ” • – — “ ” • ˜ | 287 Khusus mengenai sektor pertanian dan perikanan, pertumbuhan PDB sektor ini yang relatif kecil sekitar 3 - 4 setahunnya, antara lain juga disebabkan oleh pembiayaan atau pinjaman perbankan yang relatif kecil di bawah 10 persen adri total pinjaman perbankan. Untuk meningkatkan pembiayaan perbankan secara berarti diperlukan Bank Pertanian yang handal serta skema kredit-kredit pertanian yang tepat sasaran dan berdaya guna yang disalurkan oleh perbankan, baik bank BUMN, bank swasta maupun BPR. Dengan peningkatan pembiayaan perbankan yang signifikan ini diharapkan produksi sub-sektor perikanan dapat meningkat dua kali lipat pada tahun 2019. Selain itu, pembiayaan infrastruktur perbankan yang relatif panjang 1-5 tahun juga dibatasi oleh sumber dana berjangka pendek mismatch. Risiko pinjaman infrastruktur yang lebih besar dibanding pinjaman sektor perdagangan dan jasa lainnya, memerlukan penyempurnaan aturan manajemen dan penjaminan risiko untuk sektor perbankan. Beberapa permasalahan di industri BPR, antara lain: i kondisi permodalan sebagian besar BPR yang relatif kecil dan terbatas; ii kesenjangan ™š› industri BPR yang cukup besar dari sisi aset, modal, serta produk dan pelayanan membutuhkan kebijakan pengawasan dan pengaturan yang lebih spesifik sesuai dengan kondisi masing-masing BPR; iii kemampuan BPR menghimpun dana murah dari masyarakat masih terbatas yang mengakibatkan biaya dana BPR cukup tinggi. Pada sektor pembiayaan mikro, masih terdapat beberapa persoalan seperti: i program-program kredit maupun inisiatif inisiatif kebijakan sistem keuangan inklusif yang dilakukan berbagai kementerian dan pemerintah daerah saling tumpang tindih dan kontradiktif; ii belum ada sistem informasi debitur; iii belum optimalnya diversifikasi skema pembiayaan; iv belum memadainya peran fasilitator UMKM. Di bidang keuangan syariah, meskipun perkembangan keuangan syariah sejauh ini terus menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik, namun masih terdapat banyak isu dan permasalahan yang menghambat tercapainya potensi yang Indonesia miliki sebagai berikut:

a. Secara volume, asset lembaga keuangan syariah di Indonesia masih

relatif kecil dibanding dengan aset lembaga keuangan konvensial dan dibanding dengan aset lembaga keuangan syariah di beberapa negara. Isu mengenai jumlah aset ini perlu diperhatikan mengingat efisiensi, daya saing dan kemanfaatan industri keuangan syariah bagi perekonomian dipengaruhi oleh volume usaha di industri keuangan 288 | œ žŸ  ž  ž ¡ ¢  £ œ¤¥ ¦§ ¨ ©ª« ¬ ¨©ª ­ syariah.

b. Kurangnya dukungan dari pemerintah termasuk parlemen untuk

mempromosikan keuangan syariah termasuk kurangnya sosialisasi dari pemerintah untuk mempromosikan industri keuangan syariah kepada publik. Hal ini ditandai dengan kurangnya pemahaman masyarakat tentang produk dan lembaga keuangan syariah. c. Kurangnya koordinasi diantara berbagai instansi pemerintah dalam kerangka mengembangkan industri keuangan syariah di tanah air.

d. Industri keuangan syariah Indonesia pada saat ini sangat

berorientasi ritel.

e. Pangsa keuangan Islam dari pasar perbankan korporasi sangat kecil

dan tidak ada bank investasi syariah di negeri ini. f. Kurangnya sumber daya manusia di bidang keuangan syariah baik dari segi kuantitas maupun kualitas atau kompetensi. SDM di sektor keuangan syariah relatif sangat tertinggal dibandingkan dengan sektor konvensional.

g. Berbagai produk di lembaga-lembaga keuangan syariah sangat

terbatas dan belum memenuhi kebutuhan atau permintaan konsumen dan pelaku usaha.

h. Sistem Teknologi Informasi yang digunakan oleh lembaga keuangan

syariah relatif tertinggal dibandingkan dengan sektor keuangan konvensional. i. Kurangnya pengalaman dan interaksi internasional dari pelaku industri dan pemangku kepentingan di bidang keuangan syariah. Di sektor jasa keuangan non-bank, peran lembaga keuangan non- bank LKNB seperti asuransi, dana pensiun, dan pasar modal masih relatif kecil dalam perekonomian, sehingga belum dapat secara optimal menjadi sumber pendanaan jangka panjang untuk menunjang kegiatan pembangunan ekonomi nasional. Permasalahan pengembangan industri keuangan non bank ini meliputi akses terhadap jasa keuangan non-bank, yang dipengaruhi oleh tingkat pemahaman produk dan daya beli masyarakat, keragaman produk dan kebutuhan masyarakat, serta kepuasan dan perlindungan konsumennasabah atas penggunakan produk keuangan non-bank tersebut. Secara lebih khusus, permasalahan asuransi pertanian adalah karena premi asuransi masih dianggap sebagai komponen biaya yang membebani petani dan belum dilihat sebagai sarana yang dapat melindungi petani dari kerugian akibat kegagalan panen, yang selama ini ®¯°± ¯ °² ¯ ° ¯³¯ ´ µ¶· ¸ ° ¹ º » ¼ ½ ¹ º » ¾ | 289 sebagian dari kerugian tersebut masih didanai oleh Pemerintah APBN. Selain itu, dengan makin berkembangnya sektor keuangan baik perbankan, non bank dan keuangan mikro serta integrasi produk perbankan dan non perbankan, modus dan ancaman terjadinya tindak pidana pencucian uang juga terus meningkat. Hal tersebut bisa menjadi gangguan terhadap stabilitas sistem keuangan. Selain itu, masih kurangnya respon lembaga penegak hukum atas laporan analisis PPATK, modus kejahatan transaksi keuangan yang semakin luas, serta keterbatasan sarana prasarana dan aturan hukum tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme. Dengan mempertimbangkan perkembangan, tantanganpermasalahan sektor keuangan dalam lima tahun ke depan, isu strategis sektor keuangan adalah meningkatkan ketahanan dan daya saing sektor keuangan dalam melaksanakan fungsi-fungsinya pendorongpengungkit dan pelindung kegiatan sektor riil sektor produksi dan sektor perdagangan, terutama mendukung pembangunan pertumbuhan ekonomi yang inklusif.

3.1.5 Re-Industrialisasi yang Berkelanjutan

Pengembangan industri tahun 2015-2019 menghadapi berbagai tantangan utama yang akan diuraikan pada bagian berikut ini yang akan ditutup dengan rumusan isu strategis.

1. Deindustrialisasi

Pada tahun 2000, sektor industri menyumbangkan 27,75 persen dalam total produk domestik bruto diantarnya 23,84 persen bersumber dari industri non-migas. Pada tahun 2001 sumbangan sektor industri terhadap perekonomian nasional meningkat menjadi 29,05 persen dimana industri non-migas menyumbang 25,21 persen. Angka ini menunjukkan bahwa sektor industri menjadi penghela utama perekonomian. Namun, sejak saat 2002, sumbangan sektor industri menurun secara konsisten, hingga pada tahun 2013 hanya mencapai 23,70 persen dan industri non-migas menyumbang 20,76 persen, lihat Gambar III.6. 290 | ¿À Á À Á à À Á Ä Å À Æ ¿ÇÈ ÉÊ Ë ÌÍÎ Ï ËÌÍ Ð GAMBAR 3.6 PERKEMBANGAN PORSI INDUSTRI DALAM PDB TAHUN 2000 2013 Ñ Ò Ó Ô Õ Ö : BPS - diolah Perkembangan jumlah usaha industri berskala sedang dan besar dapat dibagi dalam dua perioda. Perioda pertama adalah antara tahun 2001 ke 2005 dan yang kedua adalah dari tahun 2006 sampai dengan 2011. Pembagian ini disebabkan terjadi anomali data pada tahun 2005- 2006 dimana terdapat lonjakan jumlah usaha industri besar dan sedang sebanyak hampir 9 ribu unit, yang tidak pernah terjadi. Pada perioda pertama jumlah usaha industri besar dan sedang menurun dari 21.396 usaha pada tahun 2001 menjadi 20.729 industri pada tahun 2005. Pada perioda kedua juga terjadi hal yang sama yaitu menurun dari 29.468 usaha pada tahun 2006 menjadi 23.370 usaha pada tahun 2011. Gejala ini di dalam literatur disebut gejala Á ×à À ØÙ Ú × Á ×Ø Ï× ÁØ Û y, yang sering dihubungkan dengan gejala deindustrialisasi. Dengan demikian tantangan pertama dalam pembangunan industri di masa yang akan datang adalah: Tantangan 1 : Mendorong akselerasi pertumbuhan industri untuk menangkal bahkan membalikkan gejala deindustrialisasi yang secara singkat dapat disebut REINDUSTRIALISASI ÜÝÞß Ý Þà Ý Þ ÝáÝ â ãäå æ Þ ç è é ê ë ç è é ì | 291

2. Populasi dan Struktur Industri Lemah

Data statistik industri sedang dan besar SI serta statistik industri kecil, kerajinan, dan rumah tangga IKKR untuk tahun 2011 menunjukkan postur populasi industri, lihat Table III.3. Jumlah industri berskala menengah sebesar 23,370 termasuk sangat sedikit. Sedangkan industri berskala mikro mencapai 2,5 juta unit atau mencapai 99 persen dari total populasi dan dengan jumlah ini hanya menyumbang sekitar 8 persen dari nilai yang tercipta seluruh sektor industri. Di samping ketimpangan jumlah, industri mikro, kecil dan menengah sangat sedikit yang terkait dengan industri besar. Sebagai illustrasi, industri kendaraan roda-4 dan roda-2 hanya memiliki pemasok hanya sampai lapis 3 tier 1, 2 dan 3 yang umumnya berskala besar. TABEL 3.3 POSTUR POPULASI USAHA TAHUN 2011 SKALA USAHA PERUSAHAAN Mikro Naker5 2,554,787 Kecil 5=Naker20 424,284 Sedang 20=Naker100 16,295 Besar Naker =100 7,075 í îï ð ñ ò ó ô õö ÷ øù ú ûü ý Industri mikro dan kecil diharapkan tumbuh makin besar dan meningkat menjadi industri menengah dan besar. Statistik IKKR menunjukkan bahwa pemilik dari sekitar 2,97 juta perusahaan industri mikro dan kecil, 98 berpendidikan SLTA ke bawah. Artinya yang berpendidikan D1 ke atas hanya sekitar 2. Pada pada usaha skala ini keahlian þ ÿ ÿ dan kepemilikan þÿ ÿ ÿ ada di tangan satu orang. Artinya, dengan tingkat pendididikan pemilik usaha yang demikian, kemampuan menyerap pengetahuan dan teknologi yang dibutuhkan untuk mengembangkan usaha sangat kecil. Karena IKKR dalam lima tahun ke depan, tidak dapat diharapkan sebagai basis penumbuhan populasi industri berskala besar dan sedang maka tantangan pembangunan industri kedua adalah