Pemenuhan Ketersediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan

Rancangan Awal RPJMN 2015-2019 | 135 terutama pemanfaatan keanekaragaman hayati dalam negeri. Untuk menunjang upaya pencapaian kemandirian bahan baku obat perlu juga penguatan jejaring antara Pemerintah-Swasta business-Perguruan tinggi dan kelompok masyarakat sipil dalam rangka riset dan penguatan industri obat. Tantangan yang dihadapi adalah peningkatan penggunaan obat generik dan obat rasional melalui peningkatan peresepan, penggunaan dan pengetahuan masyarakat mengenai obat generik dan obat rasional. Untuk menjamin ketersediaan dan mutu, keamanan dan khasiat obat dan alat kesehatan hingga di fasilitas kesehatan dan pasien perlu peningkatan dan pengembangan supply chain dan monitoring termasuk sumber daya manusia, fasilitas, standar keamanan, dan teknologi informasi. Dalam rangka pengendalian mutu, biaya dan proses pengadaan perlu penyempurnaan, penyelarasan dan evaluasi reguler Fomularium Nasional Fornas, Daftar Obat Esensial Nasional DOEN dan Daftar dan Plafon Harga Obat DPHO. Selain itu perlu ekplorasi dalam penetapan dan pengendalian harga obat misalnya melalui berbagai insentif fiskal dan finansial dan pengurangan ketergantungan bahan baku obat dan alat kesehatan luar negeri antara lain negeri. Dari sisi produksi dan distribusi, perlu upaya peningkatan kapasitas produksi sesuai standar cara pembuatan obat yang baik CPOB dan mengikuti cara distribusi obat yang baik untuk menjamin mutu, kemanan dan khasiat serta peningkatan daya saing produk obat, alat kesehatan dan makanan, termasuk penguatan pengawasan regulasi dan penegakan hukum. Dalam hal kemandirian penyediaan bahan baku obat BBO, perlunya penguatan dan pengembangan industri bahan baku obat dalam negeri termasuk bahan baku obat tradisional dengan pemanfaatan keanekaragama hayati dalam negeri serta penguatan jejaring stakeholders terkait. Pelaksanaan JKN berpotensi meningkatkan permintaan akan obat dan alat kesehatan termasuk obat untuk penyakit tidak menular yang relatif cukup mahal. Hal ini memerlukan Mekanisme pemilihan obat dan teknologi dalam paket manfaat JKN antara lain melalui Health Technology Assesment HTA. JKN akan meningkatkan tekanan terhadap sistem kesehatan untuk menjamin akses yang merata terhadap obat dan alat kesehatan di seluruh daerah. Untuk itu perlu antisipasi terhadap ekskalasi biaya untuk obat terutama untuk TB dan HIVAIDS sebagai efek dari pengurangan ketergantungan dari donor.

2.1.10 Pemenuhan Sumber Daya Manusia Kesehatan

Permasalahan di ketenagaan kesehatan terjadi pada sisi produksi dan ketersediaan, persebaran dan penempatan, dan mutu dan 136 | Rancangan Awal RPJMN 2015-2019 kinerja. Dalam hal ketersediaan, ditingkat populasi, WHO merekomendasikan ketersediaan 10 dokter untuk setiap 10.000 penduduk. Pada saat ini jumlah dokter di Indonesia baru mencapai 2 per 10.000 penduduk. Walaupun jumlah tenaga kesehatan di Indonesia terus meningkat, namun baik di tingkat populasi maupun di fasilitas pelayanan kesehatan, jumlah tenaga kesehatan masih belum memadai untuk dapat memberikan pelayanan yang maksimal. Saat ini, secara nasional 13,7 tenaga dokter melayani per 100.000 penduduk, sementara target yang ingin dicapai pada tahun 2019 adalah sekitar 45 per 100.000 penduduk. Kekurangan juga terjadi untuk tenaga kesehatan lain. Status ketersediaan tahun 2013 dan target tahun 2019 dalam rasio per 100.00 penduduk adalah dokter gigi status 4,3 target 13, perawat status 89,9 target 180, dan bidan status 49,9 target 120. Kekurangan tenaga kesehatan juga terjadi di tingkat fasilitas pelayanan kesehatan. Menurut data PPDSMK Kemkes pada bulan Desember 2013, kekurangan tenaga kesehatan di rumah sakit mencapai 29 persen untuk spesialis anak, 27 persen untuk spesialis kandungan, 32 persen untuk spesialis bedah dan 33 persen untuk penyakit dalam. Dalam angka absolut berdasarkan data BPPSDMK, pada tahun 2012 rumah sakit mengalami kekurangan 87.874 perawat, 15.311 bidan, 3.309 dokter, 1.382 tenaga farmasi, dan 1.357 spesialis penyakit dalam. Menurut Rifakses 2011, kekurangan 4 jenis dokter spesialis dasar terutama terjadi pada RS kelas C yang baru mencapai kisaran 81-91 dan kelas D yang baru mencapai kisaran 48-56. Di tingkat Puskesmas 9,8 persen Puskesmas tidak memiliki dokter, dan terdapat kekurangan tenaga kesehatan dasar yang cukup banyak. TABEL 2.4 KEKURANGAN TENAGA KESEHATAN DI PUSKESMAS TAHUN 2012 Jenis Tenaga Kesehatan Kekurangan Jenis Tenaga Kesehatan Kekurangan Perawat 10.146 Sanitarian 2.939 Analis Kesehatan 5.353 Ahli Gizi 2.934 Bidan 4.485 Sarjana Kesehatan Masyarakat 2.813 Asisten Apoteker 4.370 Dokter Umum 2.269 Dokter Gigi 4.349 Apoteker 2.177 Perawat Gigi 3.514 Sumber BPPSDM, Kemenkes Rancangan Awal RPJMN 2015-2019 | 137 Permasalahan mendasar lain dalam ketenagaan adalah kurang meratanya persebaran tenaga kesehatan, sehingga banyak daerah- daerah terutama perdesaan dan DTPK yang tidak memiliki tenaga kesehatan yang memadai. Secara nasional, 4,2 persen pelayanan kesehatan dasar di puskesmas tidak dilakukan oleh tenaga dokter. Kekurangan dokter terutama pada provinsi di Indonesia Bagian Timur seperti Papua 32 persen, Papua Barat 16,3 persen dan Maluku Utara 14,9 persen. Beberapa jenis tenaga kesehatan belum dapat dihasilkan secara reguler seperti tenaga promosi kesehatan dan dokter layanan primer. Selain itu mutu tenaga kesehatan, terutama lulusan baru masih belum memiliki kompetensi sesuai standar. Persentase lulusan tenaga kesehatan yang lolos uji kompetensi adalah perawat 63,0 persen, D3 keperawatan 67,5 persen, D3 kebidanan 53,5 persen, dokter 71,3 persen, dan dokter gigi 76,0 persen. Pada tahun 2012, hanya 52 persen institusi pendidikan tenaga kesehatan yang terakreditasi secara valid, sementara selebihnya tidak terakreditasi atau akreditasinya telah kadaluarsa. TABEL 2.5 STATUS AKREDITASI INSTITUSI PENDIDIKAN TENAGA KESEHATAN, 2011 Tipe Sekolah Akreditasi valid Akreditasi kadaluarsa Tidak terakreditasi Total Terakreditasi valid Persen Kebidanan 454 15 259 728 62 Keperawatan 457 44 252 753 60 Kesehatan masyarakat 101 15 60 176 57 Farmasi 79 7 67 153 51 Gizi 12 4 28 44 27 Total 1181 118 954 2253 52 Sumber data: HPEQ Project 2012 Dalam hal rekruitmen, khususnya untuk tenaga kesehatan publik di daerah, keterbatasan formasi dan sistem rekrutmen yang tidak standar antar daerah menyebabkan distribusi yang tidak merata serta perekrutan PTT belum didukung sepenuhnya dengan regulasi.