140
|
Rancangan Awal RPJMN 2015-2019
2.1.12 Peningkatan Manajemen, Penelitian dan Pengembangan, dan Sistem Informasi
Beberapa permasalahan yang terkait dengan manajemen kesehatan antara lain: ketersediaan data untuk mendukung evidence-
based planning belum didukung sistem informasi kuat; kapasitas penelitian dan pengembangan yang belum optimal, serta sikroninasi
perencanaan pembangunan yang lemah antara perencanaan nasional, provinsi, dan kabupatenkota; serta masih rendahnya tingkat
pelaksanaan riset dalam mendukung upaya kemandirian dalam pemenuhan kebutuhan obat dan alat kesehatan dalam negeri.
Tantangan yang dihadapi antara lain meningkatkan kemampuan teknis dan manajemen pengelolaan program bai di pusat, provinsi maupun
kabupatekota, menguatkan sistem informasi kesehatan sebagai bagian dari perencanaan, pemantauan, dan evaluasi program
pembangunan kesehatan termasuk pengembangan sistem pendataan angka kematian ibu di daerah yang terstandardisasi; meningkatkan
dukungan penelitian dan pengembangan kesehatan; meningkatkan pelayanan kesehatan dalam rangka penanggulangan bencana; serta
meningkatkan upaya riset dalam negeri terkait pemenuhan bahan baku obat termasuk pemanfaatan keanekaragaman hayati sebagai bahan
baku obat kimia dan tradisional.
2.1.13 Pengembangan dan Peningkatan Efektifitas Pembiayaan Kesehatan
Rendahnya pembiayaan di sektor kesehatan menjadi faktor yang menghambat pembangunan kesehata, khususnya dalam
pelayanan sistem kesehatan. Pada tahun 2012, pembiayaan kesehatan pemerintah public health expenditure baru mencapai USD 43 per
kapita, atau 1,2 dari PDB. Pada tingkat pembiayaan ini, Indonesia termasuk lima negara dengan pembiayaan kesehatan terendah di dunia
bersama Sudan Selatan, Pakistan, Chad dan Myanmar. Pembiayaan sektor masih belum menjadi prioritas dengan alokasi yang kurang dari
5 dari APBN sebagaimana amanat Undang-Undang Kesehatan, jauh di bawah alokasi untuk pendidikan dan subsisi bahan bakar minyak.
Kompleksnya
mekanisme pembiayaan
kesehatan di
daerah menimbulkan kesulitan adalam manajemen dan sering meninbulkan
ketidakefektifan dan ketidakefisienan. Salah satu akibatnya adalah masih tingginya presentase pengeluaran penduduk untuk kesehatan
out of pocket expenditure. Di sisi lain peningkatan jumlah fasilitas pelayanan kesehatan swasta belum diikuti dengan pengawasan dan
koordinasi yang baik oleh pemerintah swasta.
Rancangan Awal RPJMN 2015-2019
| 141
GAMBAR 2.7 PENGELUARAN KESEHATAN PERSEN TERHADAP GDP
NEGARA ASEAN
Sumber: Health Sector Review, 2014 dari National Health Account
Isu lain terkait dengan efisiensi alokasi dan efisiensi teknis allocative and technical efficiency. Pada tahun 2014, misalnya hanya
15 alokasi JKN yang dimanfaatkan untuk kesehatan dasar. Belanja sektor kesehatan sebagian besar digunakan untuk pembiayaan yang
bersifat kuratif dan hanya 8,5 persen untuk pencegahan dan kesehatan masyarakat. Bed Occupancy Ratio BOR rumah sakit di Indonesia
masih rendah yaitu 66 persen dibandingkan dengan negara OECD yang mencapai 78 persen. Pengeluaran untuk obat program asuransi Askes
mencapai 34 persen dari total pengeluaran, sementara di negara- negara maju, pengeluaran obat hanya berkisar 10-20 persen. Sejalan
dengan pelaksanaan JKN, model pembelanjaan kesehatan seperti ini, diperkirakan dapat berimplikasi pada semakin lebarnya kesenjangan
pembiayaaan kesehatan yang akan lebih memihak pada daerah dengan tingkat utilisasi rawat inap yang tinggi di daerah perkotaan dan pulau
Jawa karena kelengkapan sumber daya untuk melayani pasien rawat inap. Oleh karena itu peningkatan pengeluaran kesehatan sebagai
konsekuensi dari pelaksanaan JKN, transisi epidemiologi, dan peningkatan teknologi kesehatan perlu ditangani dengan baik.
Tantangan yang dihadapi adalah meningkatkan pembiayaan kesehatan, terutama pengeluaan pemerintah untuk secara bertahap
memenuhi undang-undang serta mengembangkan sumber-sumber pembiaayan baru antara lain melalui pajak khusus, kerjasama dengan
swasta dan masyarakat termasuk pengembangan corporate social responsibility bidang kesehatan, meningkatkan pembiayaan kesehatan.
Peningkatan efektifitas dan efisiensi pembiayaan kesehatan melalui pemilihan intervensi yang tepat, dan melalui strategic purchasing JKN,
142
|
Rancangan Awal RPJMN 2015-2019 yaitu menggunakan instrumen sistem pembayaran kepada provider
untuk meningkatkan insentif tenaga kesehatan di DTPK dan primary care, mendorong prioritas nasional misalnya kesehatan ibu dan anak,
mengendalikan eskalasi biaya berlebihan, serta meningkatkan upaya promosi kesehatan dan pencegahan.
2.1.14 Pengembangan Jaminan Kesehatan Nasional
Periode 2014-2019 adalah periode krusial dalam pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional, yaitu untuk mencapai universal health
coverage pada tahun 2019. Agenda utamanya adalah menjamin akses pelayanan kesehatan yang berkualitas bagi seluruh masyarakat
terutama masyarakat miskin dan masyarakat di daerah tertinggal. Kartu Indonesia sehat merupakan bentuk dalam upaya untuk
menjamin bahwa seluruh penduduk mempunyai akses terhadap pelayanan kesehatan tanpa hambatan finansial. Kartu Indonesia Sehat
menjadi bentuk pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional SJSN Kesehatan yang menjamin setiap
orang mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan.
Sebagai upaya dalam mencapai tujuan tersebut peningkatan jumlah kepesertaan perlu menjadi prioritas terutama dengan
melakukan integrasi dengan sistem jaminan yang ada termasuk jaminan kesehatan di daerah. Hingga saat ini sampai dengan Agustus
2014 kepesertaan penduduk dalam jaminan pelayanan kesehatan mencapai sekitar 50,2. Kepesertaan dalam jaminan kesehatan
nasional perlu terus diperluas dengan Kartu Indonesia Sehat termasuk yang telah dilakukan bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial
PMKS. Upaya untuk meningkatkan kepesertaan bagi pekerja non- penerima upah perlu mendapat perhatian khusus. Eksplorasi
peningkatan kepesertaan perlu memperhatikan mekanisme besaran dan sistem kontribusi finansial serta paket manfaat yang diterima.
Perluasan diperlukan untuk mengurangi hambatan finansial dan memberikan keadilan bagi seluruh penduduk Indonesia.
Selanjutnya, untuk menjamin setiap orang mendapatkan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan, Kartu Indonesia Sehat perlu
didukung oleh kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan sisi suplai yang memadai yaitu meliputi ketersediaan dan mutu sarana, prasarana alat,
obat, dan tenaga kesehatan. Saat ini ketersediaan dan mutu pelayanan kesehatan masih belum memadai. Hingga akhir tahun 2013, baru 3.132
dari 26.998 klinik, praktek dokterdoter gigi yang bekerja sama sebagai penyedia layanan JKN. Peningkatan fasilitas penyedia layanan
menjadi sangat penting untuk mengurangi antrian pelayanan kesehatan yang terjadi. Tingkat kesiapan pada pelayanan kesehatan