Pengembangan dan Peningkatan Efektifitas Pembiayaan Kesehatan

142 | Rancangan Awal RPJMN 2015-2019 yaitu menggunakan instrumen sistem pembayaran kepada provider untuk meningkatkan insentif tenaga kesehatan di DTPK dan primary care, mendorong prioritas nasional misalnya kesehatan ibu dan anak, mengendalikan eskalasi biaya berlebihan, serta meningkatkan upaya promosi kesehatan dan pencegahan.

2.1.14 Pengembangan Jaminan Kesehatan Nasional

Periode 2014-2019 adalah periode krusial dalam pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional, yaitu untuk mencapai universal health coverage pada tahun 2019. Agenda utamanya adalah menjamin akses pelayanan kesehatan yang berkualitas bagi seluruh masyarakat terutama masyarakat miskin dan masyarakat di daerah tertinggal. Kartu Indonesia sehat merupakan bentuk dalam upaya untuk menjamin bahwa seluruh penduduk mempunyai akses terhadap pelayanan kesehatan tanpa hambatan finansial. Kartu Indonesia Sehat menjadi bentuk pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional SJSN Kesehatan yang menjamin setiap orang mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan. Sebagai upaya dalam mencapai tujuan tersebut peningkatan jumlah kepesertaan perlu menjadi prioritas terutama dengan melakukan integrasi dengan sistem jaminan yang ada termasuk jaminan kesehatan di daerah. Hingga saat ini sampai dengan Agustus 2014 kepesertaan penduduk dalam jaminan pelayanan kesehatan mencapai sekitar 50,2. Kepesertaan dalam jaminan kesehatan nasional perlu terus diperluas dengan Kartu Indonesia Sehat termasuk yang telah dilakukan bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial PMKS. Upaya untuk meningkatkan kepesertaan bagi pekerja non- penerima upah perlu mendapat perhatian khusus. Eksplorasi peningkatan kepesertaan perlu memperhatikan mekanisme besaran dan sistem kontribusi finansial serta paket manfaat yang diterima. Perluasan diperlukan untuk mengurangi hambatan finansial dan memberikan keadilan bagi seluruh penduduk Indonesia. Selanjutnya, untuk menjamin setiap orang mendapatkan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan, Kartu Indonesia Sehat perlu didukung oleh kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan sisi suplai yang memadai yaitu meliputi ketersediaan dan mutu sarana, prasarana alat, obat, dan tenaga kesehatan. Saat ini ketersediaan dan mutu pelayanan kesehatan masih belum memadai. Hingga akhir tahun 2013, baru 3.132 dari 26.998 klinik, praktek dokterdoter gigi yang bekerja sama sebagai penyedia layanan JKN. Peningkatan fasilitas penyedia layanan menjadi sangat penting untuk mengurangi antrian pelayanan kesehatan yang terjadi. Tingkat kesiapan pada pelayanan kesehatan Rancangan Awal RPJMN 2015-2019 | 143 dasar antara lain jumlah Puskesmas yang mempunyai lebih dari 80 persen obat umum baru mencapai 13,2 dan yang mampu memberikan pelayanan kerfarmasian sesuai standar baru mencapai 25, sementara masih terdapat 9,8 Puskesmas yang tidak memiliki dokter. Pada fasilitas rujukan, jumlah tempat tidur rawat inap baru mencapai 12,6 per 10.000 penduduk, masih di bawah rekomendasi WHO sebesar 25 per 10.000 penduduk. Kemampuan rumah sakit dalam hal tranfusi darah secara umum masih rendah, dengan skor kesiapan rata-rata 55 persen pada rumah sakit pemerintah. Selain itu hanya 8 persen RS pemerintah dan 33 persen RS swasta yang memenuhi seluruh kesiapan bedah komprehensif. Ketersediaan tenaga dokter spesialistik dasar pada rumah sakit tipe C berkisar antara 80- 90 dan pada rumah sakit tipe C bahkan baru mencapai sekitar 50. Kesiapan pelayanan di daerah DTPK dan perdesaan antara lain hambatan geografis serta kualitas pelayanan yang sering terhambat karena keterbatasan ketersediaan tenaga kesehatan. Dari sisi pelayanan kesehatan rujukan, sistem rujukan antar fasilitas kesehatan belum terintegrasi, demikian juga dengan informasi data klinis medical record, yang belum tersistematis, serta sistem monitoring dan evaluasi yang belum terbentuk secara terpadu. Sementara itu dalam rangka kendali mutu dan biaya, perlu upaya untuk terus meningkatkan kualitas pelayanan dan pada saat yang sama menjaga agar tidak terjadi ekskalasi palayanan dan biaya yang tidak perlu sehingga diperlukan sistem penapisan dan penilaian teknologi kesehatan. Pelayanan kesehatan melalui JKN masih sering dipandang sebagai upaya kuratif dan rehabilitatif, sementara itu pemanfaatannya untuk optimalisasi pencapaian prioritas pembangunan kesehatan dan peningkatan pelayanan kesehatan primer, promotif dan preventif belum dilakukan. Pengembangan dan penyempurnaan perlu terus dilakukan dalam pengelolaan pembayaran kepada penyedia layanan, penetapan paket manfaat, penetapan besaran iuran, standar tarif kepesertaan, kontrol biaya serta berbagai moral hazard penerapan asuransi. Dengan demikian, JKN menjadi salah satu jalan untuk mendorong berbagai prioritas nasional dan menjadi salah satu media untuk meningkatkan pemerataan pembangunan kesehatan. Tantangan utama dalam pengembangan JKN adalah mengembangkan manfaat jaminan, proses seleksi dan kontrak penyedia layanan sistem pembayaran penyedia layanan, kemitraan publik dan swasta, meningkatkan kepesertaan sektor informal, memastikan kualitas pelayanan dan pengembangan kapasitas fiskal untuk pembayaran PBI penerima bantuan iuran, penyediaan fasilitas dan ketenagaan. Sebagai bagian dari sistem kesehatan nasional, selain ditujukan untuk meningkatkan perlindungan finansial, JKN pada 144 | Rancangan Awal RPJMN 2015-2019 dasarnya diarahkan untuk meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan. Oleh karenanya kebijakan perlu diarahkan pada upaya untuk menjamin ketersediaan, menyiapkan standar, dan menjamin compliance standar sarana, tenaga, dan manajemen pelayanan kesehatan; menguatkan mekanisme kontrol terhadap eskalasi biaya JKN klaim; menguatkan JKN sebagai bagian dari SKN untuk mendorong pencapaian tujuan pembangunan kesehatan nasional misalnya penurunan AKI dan AKB, serta pengendalian penyakit menular dan tidak menular, dan distribusi tenaga kesehatan; penguatan kembali kebijakan kesehatan publik terutama upaya promotif dan preventif; serta meningkatkan kerjasama dengan penyedia layanan swasta dan pengembangan sistem pembayaraninsentif bagi penyedia layanan dan tenaga kesehatan.

C. Pendidikan 2.1.5

Pelaksanaan Wajib Belajar 12 Tahun yang Berkualitas Wajib Belajar Wajar 12 Tahun menjadi salah satu agenda utama pembangunan pendidikan yang akan dilaksanakan dalam periode 2015-2019. Peningkatan taraf pendidikan penduduk ini diharapkan dapat mendukung pengembangan karakter termasuk nilai- nilai dan perilaku yang dibutuhkan untuk membangun tradisi masyarakat yang bertanggung jawab dan toleran dalam kehidupan yang multikultur. Pelaksanaan Wajar 12 Tahun juga ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dan pengentasan kemiskinan. Upaya Indonesia untuk keluar dari middle income trap hanya akan terealisasi jika tersedia tenaga kerja terampil secara memadai terutama untuk bersaing dalam skala global, termasuk ketika menghadapi perdagangan bebas ASEAN. Pelaksanaan Wajar 12 Tahun harus mencakup keseluruhan proses pendidikan sampai siswa menyelesaikan jenjang pendidikan menengah. Karena itu, berbagai permasalahan dalam pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun yang belum terselesaikan harus dapat diatasi, agar seluruh siswa yang telah menyelesaikan pendidikan pada jenjang SMPMTs dan paket Paket B dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan menengah. Pemenuhan Hak terhadap Pelayanan Pendidikan Dasar yang Berkualitas Sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, seluruh anak usia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Namun, dalam kenyataan pada tahun 2012 sebagian dari mereka yaitu sekitar 2,12 persen anak usia 7-