Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.

Rancangan Awal RPJMN 2015-2019 | 129 TABEL 2.2 STATUS BEBERAPA PENYAKIT MENULAR DAN TIDAK MENULAR No Jenis Penyakit Indikator Status A Penyakit Menular 1 Demam Berdarah Dengue DBD Case Fatality Rate CFR DBD 0,73 1 2 Diare Period Prevalence Diare Semua Kelompok Umur 7 2 3 Malaria Annual Paracite Index API 1,14 per 1.000 penduduk 4 Tuberculosis Prevalensi TB Paru yang Didiagnosis oleh Nakes 0,4 2 5 HIV dan AIDS Jumlah Kasus HIV 20.397 1 B Penyakit Tidak Menular 1 Jantung Koroner Prevalensi Penyakit Jantung Koroner berdasarkan Diagnosis Dokter pada Penduduk 15 tahun 1,5 2 2 Diabetes Mellitus Persentase DM pada Penduduk 15 tahun 6,9 2 3 Stroke Prevalensi Stroke Berdasarkan Diagnosis Tenaga Kesehatan pada Penduduk Umur 15 Tahun 7 per 1.000 penduduk 4 Gangguan Mental Emosional Prevalensi Gangguan Mental Emosional Umur 15 Tahun 6,0 2 C Kecelakaan Prevalensi penduduk yang mengalami cedera dalam 12 bulan terakhir 8,2 2 Persentase Cedera karena Transportasi Darat Seperti Motor dan Darat Lain 47,7 2 D Faktor Resiko 1 Hipertensi Prevalensi hipertensi pada umur 18 tahun 25,8 2 2 Kadar gula darah Persentase Gula Darah Puasa GDP terganggu pada umur 15 tahun 36,6 2 130 | Rancangan Awal RPJMN 2015-2019 No Jenis Penyakit Indikator Status 3 Kadar kolesterol Persentase penduduk 15 tahun dengan kadar kolesterol total di atas normal 35,9 2 4 Merokok Prevalensi merokok pada penduduk 15 tahun 36,3 2 5 Pola Makan Persentase penduduk 10 tahun yang kurang konsumsi sayur dan buah 93,5 2 6 Aktifitas Fisik Persentase penduduk 10 tahun yang melakukan aktivitas fisik kurang aktif 26,1 2 Sumber: 1 Laporan Kemenkes 2013; 2 Riskesdas 2013 Upaya untuk mengurangi beban penyakit terutama dilakukan melalui penurunan berbagai faktor resiko biologi, perubahan perilaku dan perubahan kesehatan lingkungan. Beberapa faktor resiko yang dianggap cukup efektif dalam mengurangi beban penyakit di Indonesia adalah dengan menurunkan hipertensi, meningkatkan aktifitas fisik, konsumsi tembakau terutama merokok, meningkatkan konsumsi buah dan sayur dan mengurangi konsumsi gula, garam dan lemak dan menurunkan tingkat polusi udara. Akses terhadap air minum dan sanitasi dasar mempunyai peran penting dalam meningkatkan status kesehatan masyarakat terutama dalam upaya menurunkan kematian bayi dan pencegahan dan pemberantasan penyakit menular. Pencapaian akses air minum dan sanitasi nasional masih belum mencapai target yang ditetapkan. Disparitas akses terhadap air minum dan sanitasi pada penduduk kota dan desa dan antar kelompok pendapatan masih tinggi Tantangan pengendalian penyakit menular antara lain adalah peningkatan surveilans epidemiologi dan pencegahan termasuk imunisasi, peningkatan penemuan kasus dan tata laksana kasus serta peningkatan upaya eliminasieradikasi penyakit terabaikan neglected tropical diseases. Tantangan pengendalian penyakit tidak menular adalah penurunan faktor risiko biologi, perilaku dan lingkungan. Peningkatan pendendalian penyakit perlu difokuskan pada penyakit- penyakit yang memberikan beban burden of disease yang besar serta penyakit yang dapat memberikan dampak pembiayaan yang besar. Tantangan dalam penyehatan lingkungan adalah meningkatkan akses dan penggunaan air dan sanitasi yang layak serta peningkatan kualitas lingkungan. Rancangan Awal RPJMN 2015-2019 | 131

2.1.8 Peningkatan Akses Pelayanan Kesehatan Dasar dan

Rujukan yang Berkualitas Keterbatasan akses terhadap pelayanan kesehatan primer, sekunder, dan tersier, terutama terjadi pada daerah perdesaan, terpencil, tertinggal, perbatasan, dan kepulauan DTPK. Selain itu, kendala geografis juga menyebabkan keterbatasan akses pelayanan kesehatan di banyak provinsi di Indonesia.Kualitas pelayanan belum optimal karena banyak fasilitas kesehatan dasar yang belum memenuhi standar kesiapan pelayanan dan ketiadaan standar guideline pelayanan kesehatan. TABEL 2.3 KESIAPAN PELAYANAN KESEHATAN Indikator Capaian Kondisi 2019 yang iharapkan Jumlah tempat tidur rawat inap per 10.000 penduduk 12,6 25 Jumlah admission per 100 penduduk 1,9 5.0 Rata-rata bed occupancy rate 65 80 Kesiapan Pelayanan Umum di Puskesmas 71 100 Kesiapan pelayanan PONED di Puskesmas 62 100 Kesiapan Pelayanan Penyakit tidak menular di Puskesmas 77 100 Kesiapan Pelayanan PONEK di RS Pemerintah 86 25 Sumber: World Bank berdasarkan data Rifaskes, 2011 Fasilitas pelayanan kesehatan belum sepenuhnya siap bila ditinjau dari ketersediaan fasilitas, begitu pula kelengkapan sarana, obat, alat kesehatan, tenaga kesehatan serta kualitas pelayanan. Permasalahan ketersediaan fasilitas kesehatan terutama terjadi di DTPK dan daerah pemekaran. Dari fasilitas dasar yang ada, masih banyak yang belum memenuhi standar pelayanan yang ditetapkan. Data Rifaskes, menunjukkan indeks rata-rata indeks kesiapan pelayanan umum gerenal service readiness untuk seluruh kategori Puskemas baru mencapai 71 dari maksimum 100. Dari komponen 132 | Rancangan Awal RPJMN 2015-2019 indeks kesiapan yang terdiri dari kesiapan ameniti, peralatan dasar, kemampuan diagnostik dan obat esensial, indeks kesiapan yang paling tinggi adalah peralatan dasar 84 persen sedangkan yang paling rendah adalah kapasitas diagnosis yang baru mencapai 61 persen. Dengan kemampuan diagnostik yang terbatas, maka kemampuan Puskesmas dalam pelayanan kesehatan menjadi tidak optimal. Di antara kemampuan diagnosis yang rendah antara lain adalah tes kehamilan 47 persen, tes glukosa urin 47 persen, dan tes glukosa darah 54 persen. Variasi antar indeks kesiapan antar propinsi masih cukup lebar, dengan indeks yang rendah terutama di provinsi Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara dan Sulawesi Barat. Pelayanan kesehatan rujukan juga masih mengalami permasalahan terutama dalam hal ketersediaan fasilitas, keterbatasan sarana dan prasarana, serta keterbatasan tenaga kesehatan. Khusus untuk tenaga dokter spesialis, keterbatasan tenaga kesehatan tidak juga masih terjadi dibanyak rumah sakit di daerah maju di perkotaan dan di Pulau Jawa. Kemampuan rumah sakit dalam hal tranfusi darah secara umum masih rendah, dengan skor kesiapan rata-rata 55 persen pada rumah sakit pemerintah, terutama pada komponen ketersediaan darah cukup yang baru dicapai oleh 41 persen RS pemerintah dan 13 persen RS swasta. Selain itu hanya 8 persen RS pemerintah dan 33 persen RS swasta yang memenuhi seluruh kesiapan bedah komprehensif. Permasalahan lain terkait dengan belum tertatanya sistem rujukan baik rujukan vertikal maupun horisontal. Termasuk dalam permasalahan sistem rujukan ini adalah belum terbentuknya sistem informasi yang baik, sistem rekam medis medical record yang belum berjalan dan terintegrasi. Dari sisi kualitas, permasalahan pelayanan kesehatan rujukan adalah akreditasi fasilitas kesehatan rujukan dan sistem pengendalian mutu belum berjalan, sistem rujukan nasional dan regional yang belum berkembang dengan baik. Selain itu kualitas berbagai komponen pelayanan kesehatan rujukan masih belum optimal. Analisis data Risfaskes menunjukan bahwa kesiapan fasilitas pelayanan keluarga berencana dan kesehatan ibu, kesehatan anak dan remaja, penyakit menular dan penyakit tidak menular masih banyak yang belum baik, terutama di klinik swasta. Sedangkan untuk tingkat rujukan, kesiapan penanganan tuberkulosis dan transfusi darah baik di RS pemerintah maupun RS swasta masih kurang baik. Tantangan dalam peningkatan pelayanan kesehatan primer adalah peningkatan kualitas pelayanan kesehatan dasar termasuk pengembangan dan penetapan standar guideline, pemenuhan sarana, obat, alkes, dan tenaga kesehatan, pengembangan dan penerapan sistem akreditasi fasilitas, dan serta penguatan upaya promotif dan Rancangan Awal RPJMN 2015-2019 | 133 preventif. Salah satu tantangan utama khususnya adalah kapasitas fasilitas kesehatan dalam peningkatan upaya kesehatan promotif dan preventif. Tantangan untuk pelayanan kesehatan rujukan terutama adalah pemenuhan fasilitas pelayanan dalam hal sarana, obat alat kesehatan dan tenaga kesehatan sesuai dengan standar, pengembangan dan penerapan akreditasi rumah sakit dan sistem rujukan yang didukung oleh sistem informasi.

2.1.9 Pemenuhan Ketersediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan

Pengawasan Obat dan Makanan Persentase obat yang memenuhi standar mutu, khasiat dan keamanan terus meningkat dan pada tahun 2011 telah mencapai 96,79 persen, sedangkan alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi syarat keamanan, mutu dan manfaat terus meningkat dan pada tahun 2012 mencapai 85,84 persen. Walaupun demikian, hanya 67,8 persen sarana produksi obat tahun 2013 dan hanya 64,7 persen sarana produksi alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga PKRT yang memiliki sertifikasi Good Manufacturing Practices terkini dan memenuhi cara produksi yang baik Good Manufacturing Practices. Ketersediaan, obat dan vaksin telah secara nasional umum telah cukup baik yaitu mencapai 96,93 persen pada tahun 2013. Namun ketersediaan di tingkat fasilitas pelayanan kesehatan dasar masih belum memadai. Misalnya Puskesmas yang mempunyai lebih dari 80 persen jenis obat umum yang cukup baru mencapai 13,2. Selain itu, variasi ketersediaan obat dan vaksin masih tinggi dengan 13 provinsi melebihi 100 persen misalnya Kalimantan Barat, Jawa Timur, Yogyakarta sedangkan di beberapa provinsi lainnya masih di bawah 80 persen Maluku, Gorontalo, Kepulauan Riau. Kelebihan persediaan menimbulkan inefisiensi sedangkan ketersediaan yang rendah menyebabkan pelayanan kesehatan yang kurang optimal. Penggunaan obat generik di sarana kesehatan terus meningkat yaitu mencapai 96,11 persen di Puskesmas dan 74,87 persen di Rumah Sakit. Sementara itu obat rasional dan obat generik di fasilitas kesehatan belum dimanfaatkan secara optimal, ditunjukkan dengan penggunaan obat rasional di sarana pelayanan kesehatan dasar pemerintah mencapai 61,9 persen. Belum optimalnya pemanfaatan obat generik di fasilitas kesehatan, antara lain juga disebabkan oleh masih rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai obat generik. Berdasarkan data Rifaskes 2011, persentase penduduk yang mempunyai pengetahuan tentang obat generik baru mencapai 46,1 persen di perkotaan dan 17,4 persen di pedesaan. Selain itu pada tahun 2013, sebanyak 35 persen rumah tangga melaporkan menyimpan obat