Meningkatkan Kemampuan Dalam Menyediakan Bahan Baku Halal

untuk membuat berbagai produk turunan dari berbagai komoditas unggulan Indonesia. Indonesia memiliki peluang besar dalam memberdayakan sumber daya alamnya untuk menciptakan berbagai temuan baru yang dapat diaplikasikan dalam agrindustri halal. Peluang antara lain dapat dilakukan dalam berbagai penelitian menyangkut sumber bahan baku pengganti non-halal. Komoditas yang paling potensial adalah kelapa sawit yang dapat digunakan sebagai subtitusi dari bahan baku yang digunakan selama ini. Sebagai penghasil kelapa sawit terbesar di dunia, Indonesia perlu mendorong riset terhadap kelapa sawit untuk mampu menjadi penyedia bahan baku utama bagi agroindustri halalnya. Riset lain pun dilakukan pada komoditas-komoditas lain seperti perkebunan dan perikanan Yaik, 2011. Dengan strategi yang dilakukan negara-negara produsen produk halal yang dilakukan saat ini, maka perlu dilakukan antispasi terkait penyediaan bahan baku yang berkualitas dan berkelanjutan.

e. Startegi Pengembangan Kemampuan Advokasi dan Jejaring SDM dan

Kerjasama Perdagangan Secara politik, tekanan dunia internasional terhadap isu halal cukup kuat. Saat ini, banyak negara internasional terutama di Eropa yang menentang penyembelihan secara Islam karena dianggap melanggar kesejahteraan hewan. Meskipun masih kontroversi, namun isu tersebut semakin besar dan perlu dijadikan sebagai peluang bagi Indonesia untuk mengambil ceruk pasar yang ditinggalkan tersebut. Intervensi asing di dalam negeri sering kali membuat rantai pasok bahan baku halal terutama daging menjadi terganggu, hal ini perlu dijadikan momentum yang tepat agar Indonesia mampu memberdayakan segenap kemampuan sumber dayanya untuk memeangkan pasar didalam dan peluang pasar internasional yang ada saat ini. Kemampuan advokasi pemerintah saat ini dinilai tidak cukup kuat dapat menghadapi berbagai ancaman pihak luar seperti hal-hal di atas dan juga menyangkut isu-isu hambatan perdagangan berupa ancaman pengaduan pada lembaga-lembaga perdagangan dunia seperti WTO dan lain-lain. Berkenaan dengan potensi yang ada dan potensi agroindustri halal sebagai non-tarief barier, agroindustri halal sangat mungkin dikembangkan karena mampu memberikan keuntungan berupa perlindungan bagi pasar dalam negeri. Oleh karena hal tersebut, pemerintah perlu meningkatkan kemampuan lobi internasionalnya. Indonesia selama ini dinilai inferior jika dihadapkan pada perundingan- perundingan perdagangan internasional, sehingga sikap kesetaraan terhadap bangsa-bangsa lain perlu dikembangkan. Permasalahan yang dimiliki Indonesia jauh lebih kompleks dibandingkan dengan negara lain. Upaya advokasi yang lebih keras dalam mengkampanyekan produk halal dalam negeri dan pemahaman akan standar sertifkasi serta mutu halal adalah sesuatu hal yang perlu dengan segera dilakukan. Dalam pergaulan internasional, beberapa negara ASEAN bersikap lebih lunak dan kompromistis mengenai standar sistem sertifikasi kehalalan produknya, sedangkan Indonesia yang dikenal sebagai negara pelopor sertifikasi halal dengan check list terlengkap, tidak disertai dengan kemapuan advokasi yang baik, sehinga usaha yang dilakukan selama ini dalam jangka panjang akan berakibat pada melemahnya tingkat kompetisi Indonesia secara Internasional. Hal tersebut disebabkan negara lain lebih mengakomodir beberapa hal berkaitan dengan kepentingan pelaku bisis dalam menjalankan standar halalnya dibandingkan dengan Indonesia. Permasalahan lain yang melatarbelakangi pentingnya penguatan kemampuan advokasi adalah karena adanya pandangan masyarakat, pelaku industri dan organisasi-organisasi internasional yang memahami halal sebagai standar yang dapat diperlakukan sama dengan sistem standarisasi lainya seperti ISO, HACCP dan sejenisnya. Pada kenyataannya, halal merupakan hal yang menyangkut keyakinan yang perlu dipenuhi sebagai hak konsumen Muslim dan tidak dapat dikompromikan statusnya. Kepastian status halal langsung berkaitan dengan teologi dan hukum yang tidak dapat dibicarakan tanpa pengetahuan yang menyeluruh dan mendalam dari sudut pandang keagamaan. Sikap masyarakat lokal dan internasional akan hal tersebut di atas, menandakan belum ada pemahaman mendalam akan esensi halal. Advokasi yang cerdas dalam agroindustri halal perlu ditujukan agar pasar halal internasional menerima konsep halal yang sehingga dapat dimasuki tanpa kendala yang berarti. Untuk itu peranan advokasi menjadi penting untuk meyakinkan pasar internasional serta memperluas jejaring kerjasama industri halal secara global. Advokasi Indonesia secara global kemampuannya kalah dengan negara lain terutama Malaysia, Thailand dan Brunei Darussalam. Advokasi yang dilakukan Indonesia selama ini lebih banyak dilakukan oleh LPPOM-MUI, sedangkan pendampingan yang dilakukan lembaga-lembaga yang mewakili pemerintah cenderung tidak memiliki visi yang sama dan tidak terkoordinasi. Reputasi Indonesia sebagai negara demokrasi Islam terbesar menjadi modal utama untuk dapat menjadi pemimpin bisinis halal dunia. Peluang itu dapat dimanfaatkan dengan menciptakan SDM dengan kemampuan advokasi yang tinggi, serta memanfaakan perkembangan teknologi informasi untuk mempromosikan produk halal nasional serta memanfaatkan tren meningkatnya bisnis dan penyelenggaraan halal expo dan forum halal berskala internasional di dalam dan luar negeri. Indonesia juga perlu meningkatkan loby-loby perdagangannya, terutama untuk pasar internasional seperti negara-negara maju terutama di Eropa seperti Perancis, Belanda dan Inggris dapat dijadikan kunci untuk masuk ke dalam pasar Eropa. Advokasi yang dilakukan dapat berisi upaya pengakuan terhadap standar halal Indonesia agar dapat diterima di pasar-pasar Internasional. Indonesia juga perlu aktif menjadi pemrakarsa forum-forum bisnis dan ilmiah tingkat dunia di berbagai negara sekaligus melakukan misi dagang dan industrinya. Standar pelaksanaan sertifikasi produk halal perlu dikembangkan advokasinya agar lebih adaptif dengan kebutuhan konsumen internasional. Dengan upaya pengembangan kemampuan di atas, kemampuan advokasi Indonesia dalam bisnis halal secara bertahap akan mampu diakui secara Internasional. Pada Gambar 67 berikut menerangkan strategi pengembangan kemampuan advokasi dan jejaring SDM dan kerjasama perdagangan.