Mutu Variasi Produk Analisis Kondisi Faktor-Faktor Intrinsik Produk Di Setiap Negara

Produk-produk yang dikembangkan Thailand dan Malaysia memiliki pertimbangan estetika penyajian produk yang lebih baik, tidak hanya memperhatikan faktor-faktor kemasannya saja, namun pengembangannya juga dilakukan hingga kemudahan penggunaan dari mulai membuka kemasan sampai dengan suatu produk siap saji dengan aman dan praktis. Keunggulan kolaborasi estetika kemasan dan produk, cara penyajian, kepraktisan dan keamanan yang diraih Thailand dan Malaysia adalah upaya dari pemerintah dalam mengembangkan standar mutu secara lebih luas pada produk-produk yang dikembangkan oleh pelaku agroindustri halal.

7.2.7. Apresiasi Konsumen

Kriteria yang berpengaruh pada apresiasi konsumen terdiri dari merek dagang, kekuatan promosi, track record produk dan negara asal produk halal. Tingkat kepentingan apresiasi konsumen memiliki nilai 0,05. Skor tertinggi faktor apresiasi konsumen didapatkan oleh Malaysia dengan skor 4,49, sedangkan Brunei Darussalam dengan skor 3,65 menjadi negara dengan tingkat apresiasi konsumen kedua terbaik. Untuk produk-produk halal Indonesia memiliki posisi yang hampir sama dengan Thailand dengan skor masing-masing 2,82 dan 2,88 yang masuk kedalam kelompok cukup baik, sedangkan Singapura dan Filipina memiliki skor 2,53 dan 2,47 merupakan negara yang tingkat apresiasi konsumen terhadap produk halalnya cukup rendah. Apresiasi konsumen pada umumnya dilatarbelakangi oleh mayoritas kepercayaan yang dimiliki penduduknya, sedangkan faktor yang mempengaruhi apresiasi adalah dorongan kebijakan pemerintah. Seperti yang dilakukan Thailand yang berhasil mendapatkan apresiasi yang tinggi terhadap produk halalnya walaupun latar belakang penduduk mayoritas Budha. Thailand mengedepankan halal sebagai jaminan kualitas produk dan potensi bisnis dibandingkan menjadikannya sebagai faktor perlindungan konsumen terutama konsumen minoritas.

7.2.8. Level of Trust

Level of Trust dapat juga diselaraskan dengan pandangan kacamata konsumen muslim yang diungkapkan oelh Wilson 2011 sebagai tingkatan resiko dalam mengambil keputusan dalam memilih suatu produk. Keputusan tersebut dapat menajdi sebuah keputusan beresiko rendah ataupun tinggi. Dalam pemilihan produk perlu mengkolaborasikan berbagai pertimbangan rasional dan emosional dengan dasar perintah agama. Konsumen muslim dalam melakukan pengambilan keputusan pemilihan atas produk yang akan dikonsumsinya, memerlukan tingkat keyakinan yang tinggi atas kehalalan produk yang dipilihnya agar memiliki resiko yang rendah. Keyakinan akan kehalalan produk harus selaras dengan paradigma halal yang menuntut suatu produk halal dapat dibuktikan secara kontekstual sehingga menghasilkan pemikiran logis, perasaan aman hingga bukti tertulis yang dapat dipertanggungjawabkan. Gambar 41 berikut mengilustrasikan keputusan dalam pemilihan produk halal akan semakin rendah resikonya jika kegiatan pengambilan keputusan tersebut dapat dibuktikan dalam suatu paradigma halal, dan akan semakin tinggi resikonya jika kehalalan produk tidak dapat dibuktikan secara kontekstual Wilson, 2011. Halal Perintah Allah SWT Rasional Emosional Kepercayaan Bukti Kontekstual Pemikiran Perasaan Bukti Tertulis Paradigma Halal Peleburan antara emosi dan pemikiran Kebiasaan Berpikir-Perasaan- Tindakan Perasaan-Berpikir- Tindakan Keputusan Beresiko Tinggi Keputusan Beresiko Rendah Haram Kacamata Budaya Konsumen Muslim Gambar 41. Proses Pengambilan Keputusan Muslim Wilson, 2011