Indonesia Analisis Kekeuatan Faktor- Faktor Ekstrinsik Kelembagaan Di Setiap Negara

2010, di mana biaya logistik domestik di Indonesia berada di urutan 92. Penguasaan pada faktor-faktor yang memiliki skor kuat seperti potensi pasar dan bahan baku dinilai tidak memberikan nilai tambah berarti pada pengembangan agroindustri halal dibandingkan dengan faktor-faktor yang lain.

8.5.6. Filipina

Sebagai negara yang mayoritas non-muslim dengan mayoritas penduduknya bergaya hidup modern yang mengacu pada dunia barat, perkembangan bisnis halalnya belum begitu dirasakan penting bagi Filipina. Namun demikian, beberapa perusahaan Filipina sudah mulai melihat bisnis halal sebagai potensi dan kekuatan ekonomi yang besar. Kedekatan geografis dengan beberapa negara berpenduduk muslim utama dunia seperti Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam, ditambah dengan kekuatan sumber daya alam dan kedekatan politik dengan negara-negara barat, Filipina mulai memasuki bisnis halal dengan tujuan pemberdayaan potensi sumber daya alamnya untuk memenuhi kebutuhan produk dan bahan baku agroindustri halal di negara lain. Gambar 59 berikut menjelaskan mengenai peta kekuatan faktor-faktor agroindustri halal di Filipina. Gambar 59. Tingkat Kematangan Faktor Ekstrinsik Kelembagaan Agroindustri Halal di Filipina Ketersediaan bahan baku di Filipina menjadi faktor ekstrinsik kelembagaan terkuat dengan skor 4,17 dan faktor-faktor lain dinilai masih cukup rendah jika dilihat dari sudut pandang perhatian agroindutri halal. Faktor-faktor ekstrinsik kelembagaan tersbut adalah kabijakan dan komitmen pemerintah 1,33, tingkat kesadaran masyarakat dan industri 1,83, advokasi internasional dan lokal 1,83, tingkat inovasi dan daya saing produk 2,17, kemampuan lembaga sertifikasi 1,33, riset dan penguasaan teknologi 2,00, potensi pasar produk halal 1,67, jejaring kelembagaan 2,50, infrastruktur logistik 1,17, sistem sertifikasi halal 1,17 dan kekuatan serta jumlah agroidustri halal 1,33 Pola jejaring yang dibentuk faktor-faktor ekstrinsik kelembagaan agroindustri halal Filipina masih sangat kecil dengan pola yang tidak beraturan dan hanya unggul pada faktor ketersediaan bahan baku alam. Pola yang dimiliki Filipina menunjukkan bahwa Filipina berada pada tahap awal pengembangan agroindustri halal, dimana keterkaitan antar faktor belum tampak secara jelas dan tidak memperlihatkan sinergitas diantaranya.

8.6. Dampak Kekuatan Intrsinsik ASEAN Terhadap Kekuatan Ekstrinsik Kelembagaan Indonesia

Dari ke-enam negara ASEAN yang mengembangkan agroindustri halal yang diperbandingkan faktor-faktor ekstrinsik kelembagaannya, didapatkan berbagai keunggulan dan kelemahan sekaligus potensi yang dapat didayagunakan serta ancaman-ancaman yang datang dari negara-negara tersebut terhadap negara lainnya. Hasil perbandingan hasil analisis kekuatan, kelemahan, potesi dan ancaman secara keseluruhan menunjukkan bahwa, Malaysia dan Thailand menjadi negara yang memiliki kelengkapan faktor ekstrinsik kelembagaan yang jauh lebih maju dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Malaysia mampu mengembangkan keunggulan kompetitifnya untuk menutupi kekurangan dalam keunggulan komparatifnya. Begitu juga dengan Thailand, meskipun kemampuannya tidak merata namun Thailand sangat mampu menciptakan berbagai kebijakan yang mendorong agroindustri halalnya berjalan berkesinambungan dengan kebijakan industri lainnya serta sejalan dengan kebijakan politiknya. Kemampuan mensinergikan kebijakan yang mengacu pada faktor ekstrinsik kelembagaan tersebut menjadikan peta daya saing dalam jejaring Thailand tampak berkembang dengan cukup merata. Dilain pihak, Brunei Darussalam dengan keterbatasan sumber daya alamnya berhasil mentransformasikan kebijakan pengembangan halalnya menjadi agroindustri halal dengan tujuan yang spesifik yakni menjadi pusat pengembangan produk halal premium berskala global. Hal tersebut merupakan strategi Brunei Darussalam dalam mengatasi kelemahan faktor sumber daya alamnya dengan mengembangkan strategi lain berupa jaringan kerjasama dan advokasi luas di tingkat internasional. Singapura adalah negara yang pemerintahannya tidak berkomitmen penuh terhadap pengembangan agroindustri halal namun memiliki komitmen penuh dalam pemenuhan kebutuhan konsumen global, yang salah satunya adalah dengan memenuhi akan ketentuan halal sehingga tidak merugikan bisnisnya. Faktor-faktor lain dibangun bukan dengan platform halal melainkan diupayakan agar sesuai dengan konsep halal Halal Compatible sehingga berdampak positif bagi bisnis dan industri yang dilakukan secara menyeluruh. Indonesia tampil sebagai pasar produk halal yang memiliki sumber bahan baku yang sangat baik. Namun dari segi pengembangan bisnis halal-nya, Indonesia terhambat dari berbagai faktor yang lemah penguasaanya, seperti pada faktor jejaring kelembagaan dan komitmen pemerintah. Komitmen pemerintah yang ada saat ini bukan berasal dari kebijakan pemerintah sendiri, melainkan dari lembaga audit halal dalam negeri yang merupakan lembaga non-pemerintah. Pemerintah tidak memiliki kebijakan khusus untuk mengembangkan agroindustri halal dan tidak memiliki visi untuk ekspansi produk-produk halalnya ke pasar internasional. Dalam kebijakan pemerintah Indonesia hanya mencantumkan tujuannya untuk melindungi konsumen muslim dalam negeri saja. Hal tersebut menjadi kendala dalam pengembangan jangka panjang terlebih dalam memenangkan persaingan global. Pada posisi yang paling rendah adalah Filipina yang berada pada posisi ke-