7.2.4. Mutu
Faktor intrsinsik mutu menjadi kriteria dengan bobot kepentingan 0,11 dibawah faktor penampilan produk, harga, rasa dan cara penyajian. Faktor mutu
dinilai berdasarkan kriteria pemenuhan atas adanya produk yang diunggulkan, ada tidaknya jaminan mutu produk dan kriteria fungsional produk. Mutu produk-
produk Thailand mendapatkan tertinggi nilai dengan skor 4,59 bersama dengan Singapura 4,53 dan Brunei Darussalam 4,29 dalam kelompok negara yang
memiliki mutu produk yang paling baik. Sedangakan Malaysia dengan skor 4,00 menjadi negara dengan produk yang mutunya baik, dan Indonesia memiliki mutu
dengan kategori cukup baik dengan perolehan skor 3,00 yang berada dibawah rata-rata negara ASEAN.
Konsumen belum begitu menyakini bahwa produk Indonesia memiliki mutu yang sebanding dengan yang diproduksi di Thailand, Malaysia, terlebih lagi
dengan Singapura yang senantiasa dijadikan tolok ukur mutu produk yang paling tinggi bagi konsumen. Terdapat beberapa kebijakan pemerintah Malaysia dalam
meningkatkan mutu produknya dengan menyiapkan perusahaan-perusahaan menengah sebagai pelaku utama dimasa yang akan datang untuk juga dapat
bermain sebagai pemain utama dalam perdagangan global HDC, 2010. Produk-produk perusahaan menengah di Malaysia dan Thailand sulit
dibedakan mutunya dengan produksi perusahaan besar karena memiliki standar yang sama yang harus dipenuhi. Satu-satunya yang membedakan antara produk
perusahan besar dengan menengah hanya pada skala produksi dan pemasarannya. Di Indonesia, mutu produk halalnya rata-rata belum mencapai standar
Internasional. Produk-produk Indonesia yang berhasil menembus pasar Internasional hanya produk-produk dari perusahaan-perusahan berskala besar
dengan cakupan pasar Internasional.
7.2.5. Variasi Produk
Variasi produk memiliki bobot 0,08 dan menempati urutan ke-lima dalam tingkat kepentingan faktor intrinsik produk. Faktor variasi produk memiliki
kriteria yang terdiri dari jumlah variasai produk, tingkat konsistensi inovasi dan kelengkapan variasi. Jumlah Variasi Produk Thailand mendapatkan skor tertinggi
dengan nilai 4,41 diikuti oleh Malaysia 4.00, Brunei Darussalam, Indonesia 3,39, Singapura 3,12, Brunei Darussalam 3,12 dan Filipina 2,88.
Keunggulan Thailand dalam variasi produk yang sangat tinggi dibuktikan dengan fakta pencapaian industri halal Thailand yang maju pesat. Hingga tahun
2010 Thailand telah memiliki 20.000 unit pabrik makanan, 8.000 unit pabrik diantaranya telah berstandar Internasional, sedangkan yang potensial
dikembangkan untuk industri halal mencapai 18,000 unit, dengan jumlah pabrik yang tersertifikasi halal mencapai 1,937 unit. Pada masa yang akan datang, akan
dikembangkan pabrik dengan setndar intenasional sebanyak 7,500 unit dan 1,100 unit pabrik diantaranya bersertifikasi halal Saifah, 20010.
Pola pengembangan agroindustri halal yang dikembangkan secara terarah terutama oleh Thailand, Malaysia dan Brunei Darussalam membuat jumlah variasi
produknya semakin meningkat dengan perkembangan yang bertahap sesuai dengan kebijakan pengembangan agroindustri halal yang dijalankan. Di
Indonesia, perkembangan variasi produk halal teridentifikasi dari kenaikan jumlah unit produk yang tersertifikasi oleh lembaga independen non pemerintah, Arah
pengembangan industri dikembangkan Kementrian Perdagangan, sedangkan agroindustri halal belum mengarah pada sektor industri, hanya baru tingkat
penanaman kesadaran atas produk-produk halal dan hal tersebut dilakukan oleh Kementrian Agama dan lembaga non pemerintah.
7.2.6. Cara Penyajian
Faktor cara penyajian mempertimbangkan beberapa kriteria, yaitu kemudahan, kepraktisan dan keamanan. Dari faktor cara penyajian tersebut,
Thailand menempati posisi paling tinggi dengan skor 4,24, Malaysia 4,06, Singapura 3,94 Brunei Darussalam 3,88, Filipina 2,88 dan Indonesia 2,82.
Cara penyajian menjadi penting sebagai pertimbangan faktor intrinsik produk dimana konsumen akan mempertimbangkan untuk membeli kembali atau produk
yang sebelumnya telah dikonsumsi atas pengalamannya dalam mendapatkan penyajian yang baik atas produk halal yang dibelinya.