Dampak Kekuatan Intrinsik ASEAN Terhadap Indonesia

VIII. POSISI DAYA SAING KELEMBAGAAN DAN KEBIJAKAN

AGROINDUSTRI HALAL INDONESIA 8.1. Faktor Ekstrinsik Kelembagaan Agroindustri Halal Faktor-faktor ekstrinsik kelembagaan yang dikembangkan dari kriteria yang dihasilkan pada analisis SWOT-kuantitatif terdahulu terdiri dari 1 Kebijakan dan komitmen pemerintah, 2 Tingkat kesadaran masyarakat dan industri, 3 Advokasi internasional dan lokal, 4 Tingkat inovasi dan daya saing produk, 5 Kemampuan lembaga sertifikasi, 6 Riset dan penguasaan teknologi, 7 Ketersediaan bahan baku, 8 Potensi pasar, 9 Jejaring kelembagaan, 10 Infrastruktur logistik, 11 Sistem sertifikasi halal, dan 12 Kekuatan dan jumlah pelaku industri halal. Dari faktor-faktor tersebut, bobot kepentingan dinilai berdasarkan pemenuhan atas kriteria-kriteria yang ditetapkan untuk membangun sebuah agroindustri halal yang kompetitif. Kekuatan setiap faktor dinilai sesuai dengan pencapaiannya dan kemudian kondisi setiap negara dibandingkan kekuatannya untuk dievaluasi keunggulan daya saingnya. Semakin banyak kriteria yang terpenuhi oleh suatu negara dalam kebijakannya atau yang telah dicapai dalam mengembangkan agroindustri halal-nya, maka penilaian bobot akan semakin baik, sebaliknya jika tidak terpenuhi maka semakin buruk kondisi faktor yang dimaksud. Kritria-kriteria di atas menjadi bahan pertimbangan dalam pembobotan kepentingan atas faktor-faktor ekstrinsik kelembagaan yang digunakan. Pembobotan yang diperoleh kemudian menjadi faktor utama yang menjadi kunci pengembangan agroindustri halal. Hasil penilaian faktor-faktor ekstrinsik kelembagaan kelembagaan digunakan sebagai bahan dasar analisis untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor ekstrinsik kelembagaannya terhadap pengembangan agroindustri halal. Secara lebih jelas, kriteria-kriteria yang menjadi elemen-elemen penilaian bobot kepentingan diterangkan dalam Tabel 21 berikut. Tabel 21. Kriteria Penilaian Faktor Ekstrinsik Kelembagaan Agroindustri Halal Di Enam Negara ASEAN No. Faktor Ekstrinsik kelembagaan Kriteria Penilaian 1 Kebijakan dan Komitmen Pemerintah 1 Adanya visi agroindustri halal 2 Tersedianya undang-undang mengenai agroindustri halal 3 Keterlibatan lembaga pemerintahan 2 Tingkat Kesadaran Masyarakat dan Industri 1 Jumlah industri yang tersertifikasi 2 Preferensi masyarakat akan produk halal 3 Besarnya pasar halal di negara tersebut 3 Advokasi Internasional dan Lokal 1 Kegiatan kelembagaan halal di tingkat internasional 2 Jejaring kerjasama tingkat lokal dan iternasional 3 Kemampuan lobi internasional 4 Tingkat Inovasi dan Daya Saing Produk 1 Produk inovatif yang dihasilkan 2 Variasi produk 3 Kualitas produk 5 Kemampuan Lembaga Sertifikasi 1 Pengaruh internasional 2 Jejaring kerjasama 3 Keilmuan dan riset 6 Riset Dan Pengusaan Teknologi 1 Penelitian dan pengembangan yang dilakukan 2 Jumlah inovasi dan penemuan keilmuan yang berkaitan dengan halal 3 Penggunaan teknologi pada industri 7 Ketersediaan Bahan Baku 1 Variasi bahan baku 2 Keberlanjutan 3 Ketersediaan 8 Potensi Pasar 1 Jumlah penduduk 2 Captive market 3 Daya beli 9 Jejaring Kelembagaan 1 Koordinasi antar lembaga pemerintah 2 Sinergisme pemerintah, pihak industri dan lembaga lain 3 Jejaring kerjasama pemerintah dan lembaga sertifikasi 10 Infrastruktur Logistik 1 Kondisi jalan 2 Pelabuhan yang memenuhi persyaratan halal 3 Insentif pajak 11 Sistem Sertifikasi Halal 1 Tingkat penerimaan standar sertifikasi 2 Pengakuan sertifikasi di tingkat internasional 3 Penerimaan industri dalam dan luar negeri 12 Jumlah Pelaku Industri Halal 1 Jumlah industri besar yang tersertifikasi halal 2 Jumlah industri menengah yang tersertifikasi halal 3 Komitmen pemerintah dalam menciptakan industri halal baru Pelaku-pelaku kepentingan yang memiliki kewenangan terhadap pengembangan faktor-faktor ekstrinsik kelembagaan terdiri dari pemerintah, industri dan lembaga non pemerintah atau pihak-pihak yang memiliki kewenangan dalam membenahi kelemahan, meningkatkan kekuatan, atau pemangku lain yang telah atau belum sehingga harus dilibatkan dalam memajukan faktor-faktor ekstrinsik kelembagaan. Hal tersebut penting dilakukan mengingat faktor-faktor ekstrinsik kelembagaan yang dijelaskan di atas tidak sepenuhnya merupakan kewenangan pemerintah. Pihak yang berkepentingan terhadap agroindustri halal antara lain industri terkait, lembaga swadaya masyarakat, konsumen, lembaga pembiayaan, lembaga internasional serta yang lembaga fatwa halal, yang di Indonesia dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia MUI dalam hal tersebut adalah LPPOM-MUI.

8.2. Tingkat Kepentingan Faktor-Faktor Ekstrisnsik Agroindustri halal

Dalam memetakan kekuatan agroindustri halal faktor-faktor ekstrinsik kelembagaan dinilai dan kemudian dibobotkan kepentingannya. Hasil pembobotan dari penilaian enam responden berwawasan internasional tersebut ditampilkan pada Gambar 50 berikut. Gambar 50. Bobot Kepentingan Faktor Eksintrik Agroindustri Halal