Singapura Analisis Kekeuatan Faktor- Faktor Ekstrinsik Kelembagaan Di Setiap Negara

8.5.5. Indonesia

Indonesia sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia merupakan negara dengan potensi pasar halal yang paling menjanjikan. Selain itu Indonesia memiliki sumber daya alam yang sangat baik untuk memenuhi kebutuhan bahan baku agroindutri halal. Untuk melihat kekuatan fakor-faktor ekstrinsik kelembagaan agroindustri Indonesia dapat dilihat pada Gambar 58. berikut. Gambar 58. Tingkat Kematangan Faktor Ekstrinsik Kelembagaan Agroindustri Halal di Indonesia Dari Gambar 57 di atas, terlihat bahwa Indonesia memiliki faktor-faktor ekstrinsik kelembagaan yang sangat baik namun juga terdapat beberapa faktor yang lemah. Indonesia unggul dalam kemampuan lembaga sertifikasi halal dan sistem sertifikasi halal dengan skor masing-masing 5,0 dan 4,83. Nilai yang diperoleh kedua faktor tersebut menggambarkan kekuatan Indonesia dalam mengembangkan sistem sertifikasi halal yang terbaik di dunia, dimana sistem yang dianut menjadi acuan bagi negara-negara lain secara Internasional. Selain itu, kekuatan Indonesia berada pada potensi pasar yang sangat baik dengan skor sempurna yakni 5,0, dimana Indonesia menjadi sasaran utama pasar produk- produk halal domestik dan global. Dengan sumber daya alam yang sangat baik juga Indonesia menjadi negara yang memiliki skor sangat baik dalam hal ketersediaan bahan baku agroindustri halal. Faktor-faktor yang dikelompokkan ke dalam faktor-faktor yang baik meliputi Tingkat kesadaran masyarakat dan industri 3,83, tingkat inovasi dan daya saing 3,33, kekuatan dan jumlah pelaku industri halal 3,00. Faktor-faktor yang kurang baik meliputi riset dan penguasaan teknologi 2,83, kebijakan dan komitmen pemerintah terhadap agroindustri halal 2,50 dan faktor yang memiliki skor rendah adalah advokasi internasional dan lokal 2,00, jejaring kelembagaan 2,50, bahkan untuk skor infrastruktur logistik memiliki nilai yang sangat rendah yakni 1,33. Pola jaringan pada Gambar 59 tersebut memperlihatkan variasi yang sangat mencolok dalam tingkat kekuatan yang ada. Variasi tersebut mencerminkan kurang sinergisnya pengembangan yang dilakukan, sehingga yang berkembang hanya faktor-faktor tertentu yang tidak menyebabkan perkembangan yang sitematis terhadap faktor lain. Meskipun Indonesia memiliki lima faktor ekstrinsik kelembagaan yang termasuk dalam kategori baik dan sangat baik, namun bobot kepentingan yang dimiliki faktor-faktor tersebut rendah. Indonesia memiliki skor rata-rata sedang dan kurang baik dalam faktor-faktor dengan bobot kepentingan yang tinggi. Dengan demikian skor total kekuatan agroindustri halal yang dimiliki Indonesia termasuk rendah yakni 2,73 dan beradap pada posisi enam dari ke-enam negara yang ditinjau. Beberapa hal yang menjadikan Indonesia memiliki skor yang rendah berkaitan dengan penyediaan infrastruktur logistik yang jauh tertinggal dari negara lain. Faktor komitmen dan kebijakan pemerintah yang diikuti dengan kemampuan pengembangan jejaring kelembagaan dan advokasi yang rendah menyumbangkan nilai yang sangat siginifikan dalam skor akhir. Infrastruktur yang kurang baik serta sinergisme kebijakan dan arah pengembangan yang tidak sinergis menjadi faktor utama yang menyebabkan faktor-faktor lain tidak berkembang. Untuk sektor infrastruktur, pada saat ini peringkat logistik Indonesia di dunia cukup memprihatinkan, Indonesia berada di peringkat ke- 54 untuk Country Competitiveness Index World Economy Forum, 2010, di mana logistik menjadi elemen yang kritis untuk meningkatkan daya saing nasional, sedangkan untuk Logistics Performance Index tahun 2010 berada pada posisi ke-43 Bank Dunia, 2010, di mana biaya logistik domestik di Indonesia berada di urutan 92. Penguasaan pada faktor-faktor yang memiliki skor kuat seperti potensi pasar dan