Produk-Produk yang Ditampilkan ANALISIS PERKEMBANGAN BISNIS HALAL MIHAS

104 Moskow, Dubai, Abu Dhabi, Qinghai, Istambul dan Jakarta membuat MIHAS bukan satu-satunya fokus perhatian produsen halal global dalam melaksanakan promosi usahanya. Namun sejauh ini MIHAS masih menjadi barometer pameran dagang halal Internasional yang paling berpengaruh pada perkembangan bisnis halal. 6. Variasi produk yang ditampilkan semakin tinggi. Peningkatan jumlah proporsi komoditas non-makanan menandakan kualitas bisnis halal yang semakin baik karena konsep halal sudah tidak hanya dikenakan pada komoditas makanan saja, tetapi sudah meluas pada komoditas lainnya. 7. Perkembangan MIHAS berhasil menunjukkan perkembangan bisnis halal sebagai area bisnis yang paling potensial untuk dikembangkan saat ini. Oleh karena hal-hal tersebut di atas, fenomena yang terjadi pada pameran bisnis halal MIHAS yang berlangsung dari tahun 2007 hingga tahun 2011 adalah indikator yang menujukkan bahwa bisnis halal semakin membesar. MIHAS telah memberikan efek bola salju secara internasional dengan nilai bisnis halal yang semakin membesar. Bukan hanya pada besaran bisnisnya yang semakin berkembang, namun juga berpengaruh pada perilaku konsumen global yang semakin terbuka menerima halal sebagai produk yang memiliki mutu yang tinggi sehingga dapat dipertanggungjawabkan dan diterima sebagai produk global. Perkembangan bisnis halal yang terjadi sesuai dengan analisis di atas dapat disimpulkan bahwa perkembangannya secara kualitas dapat dikatakan meningkat pesat. Dengan indikator-indikator seperti volume perdagangan produk halal, jumlah negara yang terlibat dalam bisnis halal, tingkat kesadaran konsumen internasional, keterlibatan perusahaan-perusahaan multinasional dan lokal di setiap negara dalam memproduksi produk halal serta kenaikan presentase bisnis halal dalam bisnis internasional secara umum menunjukkan bahwa, bisnis halal telah menjadi bagian penting dari bisnis global, terutama dalam hal produk- produk makanan dan Fast Moving Consumer Goods yang sudah mulai diterima masyarakat global sebagai produk yang memiliki mutu yang baik. 105

VI. ANALISIS POSISI DAYA SAING AGROINDUSTRI HALAL

INDONESIA 6.1. Posisi Daya Saing Agroindustri Halal Indonesia Posisi daya saing ditentukan dengan metode analisis SWOT-Kuantitatif dengan membandingkan enam negara ASEAN yang mengembangkan agroindustri halal. Analisis SWOT Kuantitatif juga digunakan untuk menentukan kriteria dan altenatif strategi pengembangan agroindustri halal Indonesia dalam mengantispasi bisnis halal global dengan mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal. Faktor internal terdiri dari sumber daya alam sebagai sumber bahan baku, kemampuan lembaga sertifikasi, sistem sertifikasi halal, tingkat keyakinan kehalalan produk-produk halal level of trust, jumlah pelaku industri halal, advokasi internasional dan lokal, sarana dan prasarana riset dan teknologi, infrastruktur logistik dan jejaring kelembagaan. Untuk faktor eksternal terdiri dari peluang kebijakan dan komitmen pemerintah, tingkat kesadaran masyarakat dan industri, tingkat inovasi dan daya saing produk, nilai tambah dan dampak ekonomi, besarnya potensi pasar produk-produk halal, pengaruh pasar bebas, tingkat penerimaan lembaga internasional atas standar yang dikembangkan, dinamika global dan makroekonomi dunia serta sistem sertifikasi halal asing. Secara lebih jelas faktor-faktor internal dan eksternal diilustrasikan dalam matriks SWOT agroindustri halal seperti telihat pada Gambar 34 berikut. 106 Gambar 34. Matriks SWOT Agroindustri Halal Perbandingan Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman SWOT di ke enam negara ASEAN ditunjukkan pada Gambar 35 berikut. Gambar 35. Tingkat Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman SWOT Agroindustri Halal Di Enam Negara ASEAN 107 Gambar 35 menunjukkan bahwa secara umum masing-masing agroindustri halal di ke enam negara ASEAN memiliki tingkat kekuatan yang tinggi, bahkan Thailand, Indonesia dan Malaysia merupakan negara yang memiliki tingkat kekuatan yang sangat tinggi dengan skor diatas 4,00, sedangkan Brunei Darussalam, Singapura dan Filipina memiliki tingkatan agroindustri yang cukup baik dengan skor antara 2,00 hingga 3,00. Peluang yang dimiliki ke enam negara tersebut juga memiliki tingkatan yang sangat baik dengan skor antara 3,00 hingga 4,13, kecuali untuk Filipina yang memiliki peluang yang sangat kecil dengan skor 1,90. Rendahnya kekuatan dan peluang Filipina dikarenakan bagi Filipina, agrondustri halal merupakan hal yang baru berkembang dan merupakan negara dengan populasi penduduk muslim yang presentasenya paling rendah diantara kelima negara lainnya. Di sisi lain, tingkat kelemahan di enam negara ASEAN tersebut menunjukkan nilai yang bervariasi dengan skor antara -0,50 hingga -3,5 , sedangkan nilai ancamannya relatif rendah dengan nilai antara -1,00 hingga -2,25. Kelemahan yang tertinggi diperoleh Filipina dengan skor -3,03 dan Indonesia dengan skor -2,83. Hal yang sama juga terjadi pada faktor ancaman, ancaman terbesar diperoleh Filipina dengan skor -2,46 dan Indonesia dengan skor -2,25, sedangkan Malaysia dan Thailand menjadi negara dengan ancaman terendah dengan skor yang sama yakni -1,13. Dari perolehan skor setiap negara tersebut, diketahui bahwa lima negara ASEAN memiliki posisi daya saing yang strategis dimana terletak di kuadran S-O kekuatan-peluang. Pada kuadran S-O strategi pengembangan agroindustri akan cenderung atau lebih mengutamakan pemanfaatan potensi internal yang berupa kekuatan untuk meraih peluang-peluang eksternal yang luas sehingga strategi akan berfifat agresif. Satu negara yang berada pada kuadran S-W hanya ditempati oleh Filipina yang jauh tertinggal dibandingkan dengan lima negara ASEAN lainnya dalam pengembangan agroindustri halal. Secara lebih jelas Gambar 36 berikut menjelaskan posisi daya saing agroidustri halal di enam negara ASEAN.