Pelaksanaan Strategi Pengembangan PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN

Konsep pengembangan agroindustri halal Indonesia perlu diwujudkan untuk memenuhi kebutuhan produk halal dalam negeri dan mengantisipasi persaingan yang semakin tinggi dalam bisnis halal global. Pada Gambar 62 dikemukakan visi dalam pengembangan agroindustri halal Indonesia, dimana dalam pencapaiannya diperlukan suatu platform agroindustri halal yang dapat mengakomodir berbagai kebutuhan pemangku kepentingan dalam hal manajemen, sertifikasi, produksi dan konsultasi dengan melibatkan berbagai lembaga agar bersepaham dan sepakat dalam pencapaian visi dan misi pengembangan agroindustri halal. b. Perbaikan Komitmen, Peningkatan Koordinasi Antar Pemangku Kepentingan perbaikan dan Rencana Pembangunan Tata kelola Kebijakan Tata kelola kebijakan dan sistem birokrasi pemerintah yang masih lemah selama ini memicu ekonomi biaya tinggi sehingga menyebabkan turunnya daya saing produk lokal. Hal tersebut juga berlaku pada agroindustri halal sehingga Indonesia memiliki posisi daya saing yang relatif rendah terutama dengan negara- negara ASEAN lainnya. Saat ini, pemerintah sedang berupaya merumuskan Rancangan Undang-Undang RUU Jaminan Produk Halal yang mengatur mengenai kepastian hukum bagi jaminan produk halal di dalam negeri. Jika ditelaah lebih dalam, selain ditujukan untuk perlindungan konsumen, RUU ini juga mewajibkan produsen untuk melalui proses audit halal. RUU Jaminan Produk Halal yang dirancang memiliki ukuran keberhasilan berupa peningkatan pendapatan negara melaui proses audit dan potensi labelisasi produk halal, namun sesuatu yang esensial dalam RUU Jaminan Produk Halal tersebut tidak tersentuh, yakni semangat untuk melakukan pembangunan agroindustri halal secara menyeluruh. Pembangunan agroindustri halal jika diarahkan dalam sebuah Undang- Undang, akan menjadi bukti komitmen kuat dukungan pengembangan agroindustri halal. Hal tersebut juga akan dapat memberikan dampak berganda pada peningkatan produktivitas perekonomian nasional dalam jangka panjang, tidak semata-mata dengan tujuan jangka pendek seperti kenaiknan potensi pendapatan negara melalui proses audit dan labelisasi halal. Komitmen melalui rencana pembangungan jangka panjang dan legalitas dasar hukum menjadi penting dilakukan untuk mengatasi berbagai indikasi yang menunjukkan lemahnya komitmen pemerintah terhadap pengembangan agroindustri halal. Kondisi ini masih semakin kurang baik ketika banyaknya lembaga yang ingin terlibat namun tanpa ada arah dan pembagian kewenangan yang jelas sehingga memicu berbagai permasalahan. Beberapa institusi pemerintahan dan swasta merasa memiliki kewenangan dalam mengatur pengembangan agroindustri halal, terlebih dalam hal proses sertifikasi halal. Ditingkat pusat, institusi pemerintah yang saat ini mulai membuka dukungan pada pengembangan praktek dan bisnis halal, diantaranya adalah Kementrian Agama, Kementrian Perdagangan, Kementrian Perindustrian, Badan Standarisasi Nasional, Kementrian Perindustrian, Kementrian Kesehatan, Badan POM dan Pemerintah Daerah. Institusi di luar pemerintahan meliputi para importir, eksportir, perbankan, lembaga swadaya masyarakat, media, lembaga riset, industri manufaktur, lembaga sertifikasi, Majelis Ulama Indonesia MUI, serta para pelaku utama agroindustri halal yang meliputi Industri kecil, menengah dan besar yang bergerak dibidang manufaktur dan jasa pendukung. Keseluruhan lembaga di atas selama ini memahami industri halal dengan pemahamannya masing-masing tanpa adanya kesamaan visi dan pemahaman, sehingga pengembangan berlangsung sporadis dan tidak terarah bahkan cenderung saling melemahkan. Dari hasil temuan di atas, koordinasi pemangku kepentingan terutama dari pihak pemerintah selaku pemegang kewenangan kebijakan, memiliki arah yang tidak sinergis dengan arah pengembangan yang berbeda-beda serta berorientasi jangka pendek menjadi masalah yang perlu diatasi dengan strategi perbaikan komitmen, peningkatan koordinasi antar pemangku kepentingan tata kelola kebijakan. Pihak yang berwenang dalam sertifikasi halal saat ini adalah MUI. sejauh ini standar halal Indonesia yang merupakan rintisan MUI telah diakui dunia sebagai pionir, dengan level of trust yang tinggi, namun bagi pihak pelaku industri dianggap ekslusif, berbiaya tinggi, dan memiliki sikap yang berbeda dengan negara lain serta kurang membuka kesempatan advokasi dalam hal perundingan secara internasional. Perbedaan standar ini menimbulkan berbagai kebingungan di pihak industri. Di Indonesia, MUI menganggap halal adalah wilayah syariah, namun pemerintah selaku regulator juga memiliki keinginan untuk melakukan sertifikasi. Menghadapi hal tersebut, diperlukan Undang-Undang yang membagi cakupan kewenangan lembaga-lembaga yang berkepentingan sesuai dengan kewenangannya masing-masing. Dari permasalahan di atas, maka diperlukan komitmen dalam bentuk perencanaan jangka panjang dan kemudian diimplementasikan dengan baik agar agroindustri halal Indonesia dapat mengejar ketertinggalannya dari negara-negara ASEAN yang cenderung memanfaatkan kelemahan kebijakan pengembangan agroindustri halal di Indonesia. Pengembangan komitmen perlu diawali dengan pemahaman atas posisi kelompok institusi dengan cakupan kewenangannya oleh pemerintah dan pemangku kepentingan agroindustri halal Indonesia lainnya. Tata pemangku kepentingan agroindustri halal Indonesia secara ideal dapat dijelaskan pada Gambar 64 berikut. PONDASI KEBIJAKAN PIRAMIDA PEMANGKU KEPENTINGAN DALAM LEVEL PELAKSANAAN CAKUPAN KEWENANGAN ARAH KEBIJAKAN PENDUKUNG INVESTASI PELAKU UTAMA HALAL AUDITOR FATWA KELOMPOK INSTITUSI AGAMA PERINDUSTRIAN PERDAGANGAN PERTANIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN KESEHATAN INDUSTRI KECIL INDUSTRI MENENGAH INDUSTRI BESAR PEMANGKU KEPENTINGAN AGROINDUSTRI HALAL INDONESIA KOMINFO LEMBAGA SERTIFIKASI NASIONAL LEMBAGA SERTIFIKASI INTERNASIONAL MEDIA LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT PERBANKAN DAN ASURANSI PENYEDIA JASA LOGISTIK LEMBAGA RISET IMPORTIR EKSPORTR MAJELIS ULAMA INDONESIA PEMERITAH KEMENTRIAN LEMBAGA PENYOKONG INDUSTRI JASA DAN MANUFAKTUR LEMBAGA AUDITING KELOMOK ULAMA PERHUBUNGAN PENJAMIN KEBERLANJUTAN KEBIJAKAN ARAH PEMNBANGUNAN NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT BADAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL | BAPPENAS AGROINDUSTRI HALAL INDONESIA ASOSIASI SISTEM INFORMASI AGROINDUSTRI HALAL NASONAL DATABASE AGROINDUSTRI HALAL INDONESIA Gambar 64. Pemangku Kepentingan Agroindustri Halal Indonesia Pada Gambar 63 di atas, dijelaskan bahwa pemangku kepentingan agroindustri halal Indonesia perlu diletakkan dengan pondasi kebijakan yang kuat melalui perencanaan strategis sebagai bukti komitmen pemerintah terhadap pengembangan agroindustri halal. Lembaga-lembaga pemerintah dan non pemerintah perlu memahami cakupan kewenangan berdasarkan kelompok institusi untuk melakukan tugasnya masing-masing dan berkoordinasi secara aktif satu sama lain untuk mewujudkan tujuan bersama disertai dengan pembangunan sistem informasi dan database agroindustri halal nasional yang mampu mencakup seluruh pemangku kepentingan yang terlibat. Pemangku kepentingan agroindustri halal Indonesia antara lain yang berasal dari produsen adalah Dewan Perwakilan Rakyat berupa dukungan politik dalam pembuatan landasan, Badan Perencana Pembangunan Nasional BAPPENAS sebagai perencana arah kebijakan nasional, Kementrian terkait, pelaku agroindustri halal yang mencakup pemegang saham pada industri-industri besar pemain utama agroindustri halal nasional, pihak manajemen dan karyawan dari perusahaan-perusahan produsen produk halal, baik produk hewani, makanan olahan, obat-obatan, kosmetik dan lainnya, pemerintah, lembaga swadaya masyarakat LSM, masyarakat konsumen dan pemerhati halal serta, pembeli, pemasok supplier, pesaing baik dari dalam dan luar negeri, asosiasi perusahaan, perusahaan ekspor impor, Majelis Ulama Indonesia MUI, lembaga riset serta lembaga sertifikasi nasional dan internasional. Menyikapi hal-hal di atas, dalam upaya memperkuat jejaring kelembagaan, pemerintah Indonesia harus sigap dalam mengembangkan agroindustri halal dan pemanfaatan potensi bisnisnya. Seperti yang telah dilakukan oleh Thailand dan Malaysia, pemerintahannya mendirikan lembaga yang bertanggungjawab atas pengembangan industri halal. Lembaga ini berwenang memimpin koordinasi antar lembaga yang berwenang serta melakukan advokasi di tingkat lokal dan internasional. Lembaga ini juga mengawal berbagai kebijakan pemerintah dalam pengembangan agroindustri halal negaranya seperti insentif pajak, insentif bea masuk dan bea impor, bantuan modal pemerintah bagi industri yang memiliki komitmen terhadap produk halal dan memberikan dukungan pengembangan keilmuan yang mendukung agroindustri halal. Kebijakan negara-negara lain tersebut perlu juga dilakukan oleh Indonesia. Negara-negara tersebut tengah memperkuat jejaring kelembagaannya di dalam negerinya dan juga melakukanya secara internasional.

c. Pembangunan Infrastruktur Logistik yang Sesuai Dengan Konsep Halal

Pembangunan infrastruktur logistik menjadi faktor strategi terpenting dalam pengembangan agroindustri halal Indonesia, mengingat kondisi infrastruktur industri Indonesia merupakan yang terburuk dibandingkan dengan negara lain mengakibatkan rendahnya daya saing industri dan produk-produk Indonesia. Dalam konteks pengembangan agroindustri halal, strategi pembangunan infrastruktur logistik perlu diselaraskan dengan konsep halal dimana kehalalan harus terjamin sepanjang rantai pasoknya. Beberapa keuntungan mengintegrasikan konsep logistik modern dengan logistik halal digambarkan pada Gambar 65 berikut. Kesempurnaan penyelesaian Ketepatan waktu Keamanan Keamanan lingkungan Biaya Ketelusuran Sertifikasi Ketersediaan produk Kemamputelusuran Analisa dan Pelaporan Jaminan Mutu Kecepatan Kemudahan Penghematan Biaya Efektif CSR Keberlanjutan Usaha Pencitraan merek Keunggulan Perpaduan Kunci Pelaksanaan Logistik Modern LOGISTIK HALAL Pemenuhan Aspek Halal Gambar 65. Keuntungan Integrasi Logistik Modern dan Logistik Halal Pemahaman perpaduan logistik modern dan logistik halal dapat dijadikan landasan sebelum mengimplementasikan strategi pembangunan infrastruktur logistik pada pengembangan agroindustri halal. Kunci dari pelaksanaan logistik modern adalah kesempurnaan penyelesaian, ketepatan waktu, keamanan, keamanan lingkungan dan efisiensi biaya. Konsep logistik halal mencakup jaminan dapat menjamin ketelusuran, sertifikasi, ketersediaan produk, kemamputelusuran serta analisa dan pelaporan sepanjang rantai pasoknya. Di lain pihak, keunggulan pelaksanaan halal logistik modern adalah adanya jaminan mutu, kecepatan, terciptanya kemudahan, penghematan biaya, tingkat efektifitas yang tinggi, jaminan keberlanjutan usaha dan hal-hal tersebut mampu mendukung pencitraan merek halal dan jaminan mutunya secara global. Pembangunan infrastruktur logistik yang memadukan konsep logistik modern dan logistik halal dapat membantu dalam peningkatan produktifiktas dan efisiensi melalui pengembangan sistem transportasi yang baik. Pembangunan tersebut perlu disertai dengan pendampingan pelaku agroindustri halal dalam penyediaan sarana logistik, rantai pasok, cold chain, pergudangan, material dan lainnya dengan insentif-insentif agar dapat memacu perkembanganyang lebih pesat. Pengembangan infrastruktur agroindustri halal yang disertai pemberian berbagai insentif bagi berbagai pelaku agroindustri halal terutama bagi investor dan produsen dapat berupa bantuan keuangan dan berbagai kelonggaran pajak. Dengan implementasi strategi tersebut, diharapkan mampu memperbaiki kondisi infrastruktur agroindustri halal Indonesia secara bertahap sehingga mampu meningkatkan daya saing produk halal Indonesia di dalam negeri dan tingkat global.

d. Meningkatkan Kemampuan Dalam Menyediakan Bahan Baku Halal

Yang Berkelanjutan Kekuatan penyediaan bahan baku di Indonesia berkaitan dengan keanekaragaman dan potensi sumber daya alam yang sangat besar namun belum didayagunakan dengan baik, sehingga ketersediaannya sering kali tidak dapat dijamin keberlanjutan pasokannya. Keragaman bahan baku yang dimilki Indonesia berpeluang menciptakan aneka produk halal inovatif yang mampu meningkatkan tingkat daya saing. Bahan baku dari hasil alam Indonesia relatif murah dan sangat bervariasi dengan jumlah yang besar. Untuk itu, diperlukan dukungan dan komitmen pemerintah saat ini untuk membantu para penghasil bahan baku dalam rangka peningkatan kapasitas produksi agroindustri. Jika pengelolaan pasokan bahan baku dalam negeri dapat dilakukan dengan baik, diharapkan pemanfaatan bahan baku halal lokal dengan harga murah mampu mengganti bahan baku impor. Ketergantungan pada bahan baku impor lebih banyak disebabkan karena pengelolaan bahan baku di dalam negeri yang kurang baik, sehingga mutu, tingkat keterjaminan harga dan keberlanjutan pasokan bahan baku menajadi rendah. Ketergantungan pada bahan baku impor juga menyebabkan harga bahan baku yang tidak stabil dan tergantung pada kondisi ekonomi dunia. Impelentasi strategi pemenuhan bahan baku agroindustri halal Indonesia digambarkan dalam Gambar 66 berikut ini. JANGKA WAKTU LINGKUP KERJASAMA MITRA KERJASAMA Australia, Selandia Baru, China, India, Brazil, Indonesia dan Negara-negara lain ASEAN, Bilateral, IMT-GT dll. Kerjasama Perdagangan Bilateral Internasional Kerjasama Organisasi dan Industri Penelitian dan Pengembangan Jangka Pendek Pengembangan produk turunan dari kelapa sawit, perkebunan dan perikanan TUJUAN AKHIR Ketersediaan Bahan Baku Bemutu, Ekonomis dan Berkelanjutan STRATEGI PENYEDIAAN BAHAN BAKU Strategi Pemenuhan Bahan Baku Halal Nasional Jangka Panjang Jangka Menengah Gambar 66. Implementasi Strategi Penyediaan Bahan Baku Dalam upaya meningkatkan kemampuan penyediaan bahan baku halal yang berkelanjutan, implementasi strategi dalam mengatasi tidak terjaminnya bahan baku yang diperlukan, yang pertama adalah, mengadakan kerjasama dengan negara-negara penghasil bahan baku utama sebagai strategi jangka pendek. Strategi kedua adalah strategi jangka menengah dengan mengadakan kerjasama atau pengembangan kemitraan perdagangan pemasok bahan baku halal internasional dalam lingkup organisasi internasional atau secara bilateral dengan negara-negara penghasil bahan baku, dan strategi ketiga adalah strategi jangka panjang untuk pemenuhan kebutuhan bahan baku berupa riset yang dilakukan