dengan nilai 4,41 diikuti oleh Malaysia 4.00, Brunei Darussalam, Indonesia 3,39, Singapura 3,12, Brunei Darussalam 3,12 dan Filipina 2,88.
Keunggulan Thailand dalam variasi produk yang sangat tinggi dibuktikan dengan fakta pencapaian industri halal Thailand yang maju pesat. Hingga tahun
2010 Thailand telah memiliki 20.000 unit pabrik makanan, 8.000 unit pabrik diantaranya telah berstandar Internasional, sedangkan yang potensial
dikembangkan untuk industri halal mencapai 18,000 unit, dengan jumlah pabrik yang tersertifikasi halal mencapai 1,937 unit. Pada masa yang akan datang, akan
dikembangkan pabrik dengan setndar intenasional sebanyak 7,500 unit dan 1,100 unit pabrik diantaranya bersertifikasi halal Saifah, 20010.
Pola pengembangan agroindustri halal yang dikembangkan secara terarah terutama oleh Thailand, Malaysia dan Brunei Darussalam membuat jumlah variasi
produknya semakin meningkat dengan perkembangan yang bertahap sesuai dengan kebijakan pengembangan agroindustri halal yang dijalankan. Di
Indonesia, perkembangan variasi produk halal teridentifikasi dari kenaikan jumlah unit produk yang tersertifikasi oleh lembaga independen non pemerintah, Arah
pengembangan industri dikembangkan Kementrian Perdagangan, sedangkan agroindustri halal belum mengarah pada sektor industri, hanya baru tingkat
penanaman kesadaran atas produk-produk halal dan hal tersebut dilakukan oleh Kementrian Agama dan lembaga non pemerintah.
7.2.6. Cara Penyajian
Faktor cara penyajian mempertimbangkan beberapa kriteria, yaitu kemudahan, kepraktisan dan keamanan. Dari faktor cara penyajian tersebut,
Thailand menempati posisi paling tinggi dengan skor 4,24, Malaysia 4,06, Singapura 3,94 Brunei Darussalam 3,88, Filipina 2,88 dan Indonesia 2,82.
Cara penyajian menjadi penting sebagai pertimbangan faktor intrinsik produk dimana konsumen akan mempertimbangkan untuk membeli kembali atau produk
yang sebelumnya telah dikonsumsi atas pengalamannya dalam mendapatkan penyajian yang baik atas produk halal yang dibelinya.
Produk-produk yang dikembangkan Thailand dan Malaysia memiliki pertimbangan estetika penyajian produk yang lebih baik, tidak hanya
memperhatikan faktor-faktor kemasannya saja, namun pengembangannya juga dilakukan hingga kemudahan penggunaan dari mulai membuka kemasan sampai
dengan suatu produk siap saji dengan aman dan praktis. Keunggulan kolaborasi estetika kemasan dan produk, cara penyajian, kepraktisan dan keamanan yang
diraih Thailand dan Malaysia adalah upaya dari pemerintah dalam mengembangkan standar mutu secara lebih luas pada produk-produk yang
dikembangkan oleh pelaku agroindustri halal.
7.2.7. Apresiasi Konsumen
Kriteria yang berpengaruh pada apresiasi konsumen terdiri dari merek dagang, kekuatan promosi, track record produk dan negara asal produk halal.
Tingkat kepentingan apresiasi konsumen memiliki nilai 0,05. Skor tertinggi faktor apresiasi konsumen didapatkan oleh Malaysia dengan skor 4,49, sedangkan
Brunei Darussalam dengan skor 3,65 menjadi negara dengan tingkat apresiasi konsumen kedua terbaik. Untuk produk-produk halal Indonesia memiliki posisi
yang hampir sama dengan Thailand dengan skor masing-masing 2,82 dan 2,88 yang masuk kedalam kelompok cukup baik, sedangkan Singapura dan Filipina
memiliki skor 2,53 dan 2,47 merupakan negara yang tingkat apresiasi konsumen terhadap produk halalnya cukup rendah.
Apresiasi konsumen pada umumnya dilatarbelakangi oleh mayoritas kepercayaan yang dimiliki penduduknya, sedangkan faktor yang mempengaruhi
apresiasi adalah dorongan kebijakan pemerintah. Seperti yang dilakukan Thailand yang berhasil mendapatkan apresiasi yang tinggi terhadap produk halalnya
walaupun latar belakang penduduk mayoritas Budha. Thailand mengedepankan halal sebagai jaminan kualitas produk dan potensi bisnis dibandingkan
menjadikannya sebagai faktor perlindungan konsumen terutama konsumen minoritas.