Konselor Uraian Materi Komponen Konseling

e. Respek dan apresiatif terhadap diri sendiri, artinya konselor harus memiliki suatu rasa harga diri yang kuat yang menyanggupkannya berhubungan dengan orang lain atas dasar hal-hal yang positif dari klien. f. Berorientasi untuk tumbuh dan berkembang, dalam pengertian berusaha untuk terbuka guna memperluas cakrawala wawasannya. Konselor tidak hanya merasa puas dengan apa yang ada dan berupaya mempertanyakan mutu eksistensinya, nilai-nilai, dan motivasinya, serta terus menerus berusaha memahami dirinya sendiri karena konselor hendak mendorong pemahaman diri itu dalam diri klien.

2. Klien

Klien adalah seorang individu yang sedang mengalami masalah, atau setidak-tidaknya sedang mengalami sesuatu yang ingin disampaikan kepada orang lain. Klien menanggung semacam beban, uneg-uneg, atau mengalami suatu kekurangan yang ia ingin isi, atau ada sesuatu yang ia ingin danatau perlu dikembangkan pada dirinya. Melalui konseling, klien menginginkan agar ia mendapatkan suasana fikiran yang jernih danatau perasaan yang lebih nyaman, memperoleh nilai tambah, hidup yang lebih berarti, dan hal-hal positif lainnya dalam menjalani hidup sehari-hari dalam rangka kehidupan dirinya secara menyeluruh. Klien datang dan bertemu konselor dengan cara yang berbeda-beda. Ada yang datang sendiri dengan kemauan kuat untuk menemui konselor self-referal, ada yang datang dengan perantara orang lain, bahkan ada yang datang mungkin terpaksa karena didorong atau diperintah oleh pihak lain. Kedatangan klien bertemu konselor disertasi dengan kondisi tertentu yang ada pada klien. Apapun latar belakang kedatangan klien dan bagaimanapun kondisi klien, harus disikapi, diperhatikan, diterima, dan dilayani sepenuhnya oleh konselor.

3. Konteks Hubungan Konselor-Klien

Dalam konseling, hubungan konselor dengan klien berada dalam konteks hubungan membantu helping relationship, yaitu hubungan untuk meningkatkan pertumbuhan, kematangan, fungsi, dan cara menghadapi kehidupan dengan memanfaatkan sumber- sumber internal pada pihak klien. Tujuan-tujuan yang akan dicapai dalam proses konseling tersebut akan dapat dicapai efektif apabila kondisi konseling memungkinkan klien berkembang dan menggali potensi-potensi yang ada pada dirinya. Kondisi konseling yang fasilitatif meliputi kongruensi congruence, penghargaan positif tanpa syarat positive regard, dan memahami secara empati emphatic understanding, serta mempunyai kesadaran akan budaya cultural awareness. a. Kongruensi Kongruensi dalam hubungan konseling dapat dimaknakan dengan “menunjukkan diri sendiri” apa adanya, berpenampilan terus terang dan yang lebih penting adalah ada kesesuaian antara hal-hal yang dikomunikasikan secara verbal dengan non verbal. Kongruensi dalam beberapa referensi yang lain memiliki kesamaan istilah dengan otentik authenticity, kesejatian genuineness. Jika klien tahu bahwa konselor tidak kongruensi maka bisa berakibat mengurangi dan bahkan menghilangkan kepercayaan klien kepada konselor. Konselor dalam hubungan konseling diharapkan dapat menimbulkan kongruensi pada diri klien, artinya klien mempunyai sikap apa adanya, terus terang, tidak bersikap defensif karena jika klien memiliki sikap-sikap demikian akan menghambat hubungan konseling. b. Penghargaan Positif Tanpa Syarat Konseling akan lebih efektif jika kondisi penghargaan yang positif ini diciptakan konselor dan dilakukan tanpa syarat. Dengan kata lain konselor menerima setiap individu klien tanpa menilai aspek-aspek pribadinya yang “lemah” ataupun “kuat”. Penghargaan positif tanpa syarat memiliki kesamaan makna dengan hangat warmth, kepedulian respect. Dengan demikian dapat tercipta kondisi yang harmonis antara konselor dan klien dan dalam hal ini klien dapat belajar bahwa dirinya dengan kenyataan yang ada dapat diterima oleh orang lain sekaligus klien sendiri dapat menerima dirinya apa adanya baik kekurangan maupun kelebihan yang ia miliki. c. Pemahaman Secara Empati Memahami secara empati merupakan suatu kemampuan untuk memahami cara pandang pikiran, ide dan perasaan orang lain. Memahami secara empati ini bermakna bahwa konselor memahami cara pandang dan perasaan klien berdasarkan kerangka pemikiran yang dimiliki oleh klien sendiri internal frame of reference. Konselor hendaknya berpikir dengan bersama-sama klien daripada berpikir tentang atau mengenai klien. Dengan kondisi ini maka konselor yang efektif mestilah menghayati perasaan klien sebagaimana klien mempersepsi perasaan-perasaannya maupun cara pandangnya terhadap sesuatu. Dengan adanya pemahaman secara empati maka klien akan merasakan bahwa ada orang lain yang mau dan bersedia memahami dirinya yang sebelumnya belum diperolehnya. d. Kesadaran Budaya Kesadaran akan budaya mengacu pada kemampuan konselor untuk terbuka dan memotivasi untuk belajar menerima dan memahami budaya yang berbeda dengan budaya yang ia miliki terutama budaya yang klien miliki. Dengan menggunakan kesadaran budaya klien tidak memaksakan kehendaknya nilai- nilai yang dianutnya sekaligus didalamnya terkandung budaya yang konselor miliki tetapi konselor memberikan dorongan kepada klien untuk mengubah apa yang seharusnya ia inginkan sesuai dengan nilai-nilai budaya yang ia miliki.