177 kegiatan yang khusus ya, selain itu harus jam 16.00 sudah keluar dari SMA
6. Karena apa? Dulu anak-anak jarangan ada yang nggak pulang juga apa kenyamanan itu kan menimbulkan kerawanan makanya itu jamnya kita
pangkas, sekolah hanya sampai jam 16.00. awalnya jam 5 dulu jam 5 sore. Itu sekitar tahun 2004 atau 2005 itu masih jam 5 sore. Itu dulu awalannya
diprotes juga. Tapi setelah kondusif kita naikkan jam 16.00 dan sampai sekarang jam 16.00 mulai tahun 2007”
14. Bagaimana dengan pengurangan kenakalan remaja dari tahun ke
tahun? “Kalau sekolah kan sifatnya antisipasi ya tetap mengantisipasi agar tidak
muncul ya. Itu pertama kita ada hubungan dengan orang tua minimal setahun itu kita ketemu dengan orang tua itu ketika satu itu penyampaian
nilai raport mid semester 1 dan 2, minimal empat kali. Kita sampaikan ke orang tua. Ketika orang tua mendapatkan anaknya kok pulang malem dan
sore, lalu orang tua mengecek kemana anaknya. Makanya sekolah itu sekarang dibatasi hanya sampai jam 16.00. Artinya apa ketika pulang
melebihi jam 16.00 itu sebuah pertanyaan, kemana anak itu. Kadang- kadang oran tua itu dalam tanda kutip itu sering dikelabuhi sama anak
mengatasnamakan kegiatan sekolah. Padahal semua kegiatan sekolah kan ada suratnya, ada ijinnya, harus diketahui oleh orang tua. Nah itu kita
selalu komunikasi dengan orang tua, juga kita sampaikan ke orang tua bahwa apa pun kegiatannya pasti ada pemberitahuannya pemberitahuan
resmi. Nah kalau tidak ada ditanyakan ke sekolah. Kalau sekarang nah sebenarnya sudah kita pasang di depan itu kan sekolah aman di semua
depan pintu. Itu harapannya orang tua itu yo peduli tapi yo tetep nggak peduli, pas baca itu ya kalau ada apa apa tanya. Kadang-kadang orang tua
itu cuek. Bahkan pernah ada kejadian anak itu mau naik gunung, pas tanya ke anaknya lho kok bawa tas gede-gede mau kemana mas. Anaknya jawab
mau naik gunung pak. Ya saya jawab yang nyuruh itu siapa. Itu karena kan besok paginya libur ketika itu kelas 12 latihan ujian dan mereka libur. Lha
wong kita nggak mengadakan, sekolah nggak mengadakan. Terus saya bilang ya nggak boleh. Itu yang berangkat sekitar 17 anak dan waktu itu
saya kumpulkan semua. Saya minta untuk menandatangani orang tua, kalau orang tua mengijinkan, segala sesuatu akibat dari semua kegiatanmu itu
udah tanggung jawab. Orang tua itu kadang nggak baca tanda tangani aja. Betul firasat saya itu, waktu malem akhirnya malem itu berangkat sekarang
ya nah besok sore itu sudah sampai kesini, aku mau naik gunung begitu. Jam 8 malem saya di bel, anaknya itu belum pulang yang naik gunung,
pada waktu itu musim hujan dan ada yang pingsan di atas itu. Orang tua akhirnya marah-marah. Saya bilang bapak baca nggak itu yang bapak
tanda tangani itu adalah bukan kegiatan sekolah, adalah bukan kegiatan ekstra, maka kalau terjadi sesuatu itu tanggung jawab orang tua. Lalu
orang tua menjawab lha saya pikir kegiatan sekolah. Nah kadang orang tua itu seperti itu, kadang-kadang nggak baca hanya sekilas saja dan itu
kejadian betul.nah kita kadang-kadang mencoba seperti itu, tapi kadang- kadang ada orangtua yang tidak semua peduli atau kadang-kadang tanpa
178 surat pun dikiranya kegiatan sekolah. Misalnya ada yang menanyakan ke
saya, pak ini kok anak saya pulang sore terus ekstranya ada berapa. Saya jawab ya ekstranya cuma satu anak pilihannya ya cuma satu. Orang tua
malah kaget bilang kok anak saya ikut banyak. Ya saya jawab ya itu yang ditanyakan anaknya. Nah kadang-kadang orang tua itu kalau nggak
komunikasi ya sebenarnya anak-anak jamansekarang itu pinter-pinter diplomasi. Nah kalau kita sudah megontrol tapi kalau orang tua
membiarkan ya sama saja. Kita ngecek anak sampai sekarang itu kelas 10 itu baru masuk dua kali apa ya, katanya berangkat sekoah tetapi ternyata
nggak sampai sini. Lha kita kan nggak tau juga. Taunya pas setelah diabsen jarang masuk, artinya apa karakter itu sebenarnya dari rumah disini kita
hanya melengkapi aja. Artinya apa tidak bisa secara langsung lepas tangan jadi tanggung jawab sekolah tetapi sekolah hanya menjadi sarana
pendukung saja. Jadi memang seperti Ki Hajar Dewantara itu karakter itu ya sekolah, orang tua, masyarakat dan lingkungan itu menjadi penting. Itu
diantara strategi-strategi lainnya yaitu dengan orang tua, dengan tata tertib dengan integrasi pendidikan karakter”
15. Jenis kenakalan remaja seperti apa yang pernah terjadi di SMAN 6
Yogyakarta? “Kalau saya ada dua kenakalan ya, ada kenakalan yang usia anak ya, anak
itu misalnya ehm...ketika kita ada kegiatan dan mereka ikut tapi mereka tidak ikut. Atau mungkin modelnya bolos itu atau meninggalkan padahal itu
kegiatan wajib. Ada yang kaitannya dengan di luar, mungkin bagi kita dianggap nakal, tapi dianggap anak-anak sebenarnya tidak. Misalnya itu ya
menulis-nulis atau grafiti. Jadi kalau selama saya itu yang muncul baru akan terjadi tetapi belum terjadi itu sudah terselesaikan ini mislanya sudah
muncul tanda-tanda itu kita komunikasi dengan kesiswaan sekolah tersebut dan kita berkumpul kalau perlu kita dengan pak lurahnya dengan polsek itu
untuk anak yang dianggap rawan itu kita rapat bersama dengan sekolah lain yang kira-kira menimbulkan masalahyang dalam tanda kutip kita
akurkan disitu. Tapi kalau kejadian belum. Presentasinya kecil ya itu baru ada satu kejadian ya jadi ada anak-anak naik motor di depan terus anak-
anak kita terpancing nah itu langsung kita cegah ini tahun awal-awal 2013 itu”
16. Apakah semua guru paham adanya penerapan kebijakan pendidikan
karakter di SMA Negeri 6 Yogyakarta? “Ya paham karena apa itu kan diintegrasikan di kurikulum juga di bidang
mapel yang sesuai. Jadi memang ada RPP atau silabus itu ada yang berbasis pendidikan karakter jadi mereka tau”
17. Faktor apa yang mendukung dan menghambat dalam proses kebijakan
pendidikan karakter dalam meminimilasisasi kenakalan remaja di SMAN 6 Yogyakarta?
“Faktor pendukungnya adalah ehm.. adalah komitmen dari guru. Kalau siswa didik kalau melihat gurunya bagus maka akan menjadi bagus juga
karakternya. Yang menghambat itu ya lingkungan baik lingkungan secara langsung maupun tidak langsung. Misalnya yang langsung maupun tidak